I. PENGANTAR
Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Medan, Bandung dan Semarang masih banyak dijumpai permukiman yang padat dan pasar tradisional dengan akselerasi jalan yang sempit, penyalagunaan fungsi brandgang yang secara teknis masih jauh dari keamanan bahaya
kebakaran, gedung-gedung tinggi dan komplek pertokoan/mall yang sebagian besar kurang memenuhi ketentuan
proteksi kebakaran, sehingga berbagai
persoalanpun muncul seiring dengan pertumbuhan kota tersebut , salah satunya
adalah ancaman terhadap bahaya kebakaran.
Penanganan masalah kebakaran masih
menghadapi kendala baik yang bersifat kebijakan, kinerja, peraturan
perundang-undangan, mekanisme operasional dan kelengkapan pranatanya. Dapat
dikatakan bahwa aspek proteksi belum membudaya dan belum dianggap sebagai salah
satu kebutuhan dasar. Akibatnya kejadian kebakaran sering berakibat fatal dan
berulang-ulang serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan psikologi yang luas.
Untuk mencegah, mengeliminasi dan meminimasi terjadinya
kebakaran, setiap institusi kebakaran memiliki sasaran strategi :
1. Arah , difokuskan untuk melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran;
2. Kebijakan, konsentrasi pada
pelayanan kebakaran untuk peningkatan
akselerasi unit pemadam kebakaran tiba
di lokasi bencana kebakaran sekitar 15 menit.
Srategi dan prioritas ini merupakan instrumen
bagi masyarakat untuk menilai Institusi Kebakaran dapat tiba di lokasi
kebakaran secara cepat tidak lebih dari 15 menit sejak berita kebakaran
diterima. Walaupun kenyataan masih jauh
dari harapan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik, Institusi Kebakaran telah berusaha dalam
menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat
dan efektif. Pada prinsipnya semakin kecil waktu tanggap yang dihasilkan, maka
akan semakin baik keputusan yang dibuat dalam mengambil langkah operasional kebakaran.
Hal ini dapat diartikan juga bahwa target waktu tanggap kebakaran apabila dapat tercapai 15 menit atau kurang dari 15 menit maka semakin baik
hasil kinerja yang dicapai oleh Institusi Kebakaran. Masalahnya apakah
masyarakat mampu bertahan dan menunggu sampai dengan 15 menit. Bagaimana dengan
pasar tradisional yang ruwet penataan ruangnya, bagaimana dengan gedung yang
bertingkat, bagaimana dengan kompleks pertokoan/mall, bagaimana dengan bangunan
rumah sakit, gudang farmasi, atau bagaimana kalau yang terbakar itu permukiman
padat non permanen tempat tinggal kita?
Ngeri untuk dibayangkan bila
terjadi kebakaran sungguhan, karena hampir semua material di permukiman padat
banyak mengandung bahan yang mudah terbakar, dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap dalam hitungan detik. Tentunya
semua pihak tidak berharap sekali, namun banyak kenyataan bahwa aspek proteksi
kebakaran belum menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena patut mulai
dipertimbangkan urgensi manajemen proteksi
kebakaran pada permukiman.
II. PERMASALAHAN
Kebakaran senantiasa menimbulkan
bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia.
Kebakaran yang terjadi di permukiman padat dapat bergerak dengan cepat
karena banyak benda yang mudah terbakar, tidak ada konstruksi pembatas, sistem instalasi
listrik yang cenderung ruwet,
sehingga menimbulkan dampak sosial, ekonomi, psikologi, lingkungan dan langsung
memiskinkan masyarakat.
Beberapa masalah yang terjadi pada kebakaran permukiman padat dapat
teridentifikasi secara umum dan khusus sebagai berikut :
1. Secara umum, infrastruktur kota
seperti sumber air untuk pemadaman, hidran kota, jalan-jalan lingkungan dan sistem komunikasi emergency masih belum
sepenuhnya mendukung terhadap operasi pemadaman yang efektif;
2. Belum semua kota memiliki master plan penanganan kebakaran,
sementara pembangunan fisik kota meningkat ditandai dengan bertambahnya kawasan
permukiman padat penduduk termasuk kawasan kumuh yang rentan terhadap bahaya
kebakaran;
3. Masih lekatnya image persepsi sebagian masyarakat bahwa
kebakaran adalah suatu musibah yang
harus diterima sebagai cobaan dari Tuhan yang maha kuasa;
4. Partisipasi masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan kebakaran masih relatif rendah atau kurang
diberdayakan;
5. Peran serta Satlakar yang belum
optimal.
Secara khusus, sebagian besar masyarakat masih menilai
bahwa PMK “selalu terlambat”. keterlambat itu dikarenakan oleh beberapa hal
sebagai berikut :
1. Keterlambatan masyarakat dalam melaporkan
berita kebakaran, (Api membesar baru laporan) ;
2. Lokasi Pos Pemadam Kebakaran
yang terlalu jauh dari lokasi kebakaran;
3. Tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas;
4. Perubahan kondisi lalu lintas
tanpa diketahui oleh PMK;
5. Hambatan akseleri unit pemadam kebakaran antara lain portal, polisi tidur,
kabel telepon/listrik melintang serta jalan sempit.
III. URGENSI PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN
3.1 Peran Serta Masyarakat
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa di era reformasi ini masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya kepada Pemerintah. Masyarakat semakin kritis untuk melakukan kontrol terhadap apa yang menjadi tugas pokok Institusi Kebakaran. Namun perlu disadari
bahwa tugas pelayanan kebakaran bukan semata-mata
merupakan tugas Institusi Kebakaran akan tetapi merupakan tanggung jawab
bersama antara institusi Kebakaran dengan masyarakat. Peran serta masyarakat
diperlukan dalam bentuk partisipasi untuk siaga melakukan tindakan awal
kebakaran sambil menunggu unit mobil PMK datang.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, perlu dibentuk Sistem
Keamanan Kebakaran Lingkungan (SKKL) sebagai wujud peran serta masyarakat dalam
bidang proteksi kebakaran. SKKL merupakan model pendayagunaan seluruh potensi
masyarakat secara sukarela dan bersifat mandiri dalam pencegahan dan
penanggulangan kebakaran yang meliputi : Satuan Relawan Kebakaran (Satlakar)
serta Forum Komunikasi dan Masyarakat Profesi. Satlakar merupakan wadah partisipasi masyarakat
dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran dan bagian dari pelayanan
pemadaman kebakaran pada lingkungan padat hunian, rumah susun dan pasar. Fungsi
utama Satlakar adalah memberikan informasi kejadian kebakaran kepada Institusi Kebakaran
dan melakukan pemadaman dini sebelum petugas PMK datang ke tempat terjadinya
kebakaran. Satlakar juga dibentuk dari masyarakat profesi dan forum komunikasi.
Masyarakat profesi terdiri dari orang perorangan dan atau badan yang mempunyai
profesi terkait dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Sedangkan Forum Komunikasi merupakan gabungan dari asosiasi profesi dan tokoh
masyarakat. Masing-masing mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal upaya
untuk membantu tugas Institusi Kebakaran.
3.2 Penanganan Kebakaran
Permukiman
Mengingat semua material di permukiman
padat banyak mengandung bahan yang mudah terbakar, dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap
dalam hitungan detik, maka tindakan konkrit yang diharapkan oleh Institusi
Kebakaran kepada para Satlakar, Masyarakat Profesi dan Forum komunikasi adalah sebagai
berikut:
1. Pra Kebakaran
a. Pengamanan terhadap kompor Gas Elpi dengan
cara melepas regulator pada katup/valve tabung elpiji bila bepergian (akan
dibahas dlm edisi khusus penanganan kebakaran kompor gas elpiji) ;
b. Waspada instalasi listrik yang sudah
tua/uzur dan bila memungkinkan dilakukan peremajaan ;
c. Lebih baik mematikan arus listrik apabila
tidak ada kegiatan usaha ;
d. Pengamanan terhadap
berkas/peralatan/bahan-bahan yang dipandang mudah menyala dan rawan kebakaran ;
e. Larangan membakar sampah tanpa pengawasan
langsung ;
f. Larangan membuang puntung rokok pada
alang-alang/lahan kosong yang kering ;
g. Untuk permukiman / tempat-tempat lingkungan yang dipasang pagar/portal, agar
tetap ada kemudahan untuk akselerasi unit Mobil PMK ;
h. Tanggap bila terjadi kebakaran di
sekitarnya (memberikan informasi yang akurat kepada PMK, Polisi terdekat dan
membantu pemadaman secara gotong royong) ;
i. Bila
terjadi kebakaran awal, maka :
-
Jangan
panik dan perhatikan jenis benda yang terbakar
-
Gunakan
tabung kebakaran & perlengkapan kebakaran yang ada (pasir, karung dll)
-
Bila
akan memadamkan dengan media air, pastikan tidak ada aliran listrik
-
Bila
Api diperkirakan tak terkendali, hubungi secepatnya Pos PMK terdekat.
2. Saat Kebakaran
a. Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat
tanpa menunggu api merambat besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak
dipungut biaya;
b. Bantuan mamadamkan api pada tahap awal,
karena bila upaya ini gagal api dapat membesar;
c. Bantuan kelancaran jalan dengan cara :
menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang
jalan bagi unit mobil PMK dan unit bantuan dari instansi lain ;
d. Bantuan informasi mengenai obyek yang
terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api dan macam-macam benda yang terbakar;
e. Membantu gelar selang kebakaran;
f. Menunjukkan lokasi bila terdapat korban
yang terjebak;
g. Membantu evakuasi barang-barang;
h. Bantuan memutuskan aliran listrik
bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar.
3. Pasca Kebakaran
a. Membantu petugas PMK dalam melakukan
mitigasi, mendukung pendataan lokasi, penghuni, korban, waktu dan dugaan
sementara penyebab kebakaran;
b. Bagi korban kebakaran yang tidak mempunyai
tempat tinggal harus mematuhi Tim Tanggap Darurat dari Institusi Kebakaran atau
terkait;
c. Membantu Institusi Kebakaran atau Institusi terkait dalam melakukan investigasi
atau penelitian sebelum dilakukannya rehabilitasi lingkungan;
d. Memperhatikan sosialisasi mitigasi yang
dilakukan oleh Institusi Kebakaran atau
Institusi terkait;
e. Ikhlas, Sabar dan tawakal.
3.3 Kerja Sama Simulasi
Hubungan antara Institusi Kebakaran dengan
masyarakat perlu dipupuk secara
berkala malalui kegiatan pertemuan forum diskusi, simposium, musrenbang dan
simulasi kebakaran. Dalam perspektif manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
untuk latihan simulasi bersama wajib dilakukan setidak-tidaknya 3 (tiga) kali
dalam setahun. Institusi Kebakaran dapat menentukan waktu, tempat dan
institusi/lembaga masyarakat yang bersedia melakukan latihan simulasi kebakaran
bersama. Tujuan kegiatan ini semata-mata mempersiapkan agar Institusi Kebakaran
dan masyarakat dapat mengeliminir dan meminimalisasi sedini mungkin dampak
kebakaran.
REFERENSI : Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, Sinergi Visi Utama, Yogjakarta, 2010. Suprapto, Makalah Koordinasi Penanggulangan kebakaran di daerah, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan
”Old
and New de Brandweer Surabaya”
REFERENSI : Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, Sinergi Visi Utama, Yogjakarta, 2010. Suprapto, Makalah Koordinasi Penanggulangan kebakaran di daerah, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan
Pastikan Ikuti Edisi
selanjutnya !
Edisi
khusus awal Februari 2014 Kado untuk HUT
Institusi Kebakaran 1 Maret 2014
(Komperatif Penetapan Hari Jadi Institusi
Pemadam Kebakaran Nasional)
Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com