( Komperatif berdirinya de Brandweer Surabaya dan Jakarta )
Jurnal Administrasi Kebakaran
Edisi ke -3 Bagian III
Pompa Kebakaran, Surabaya 1810
Plakat Penghargaan, Jakarta 1929
I.
Pengantar
Sejarah telah mencatat bahwa Sang Proklamator Sukarno Presiden ke-1
Republik Indonesia lahir di Blitar, tapi siapa sangka Jl. Pandean IV No. 40 dekat
makam Belanda Penele Surabaya menjadi tempat reality kelahirannya.
Demikian juga sejarah tentang Gerakan 30 september 1965, supersemar, serangan 1 Maret (persis dengan HUT Nasional Damkar), dan banyak lagi dari sejarah Indonesia yang telah diterbitkan kembali dengan kisah yang berbeda pula.
Fenomena ini menggambarkan bahwa penulisan sejarah bisa kadaluarsa apabila ditemukan fakta baru, dan fakta baru tidak harus dalam bentuk prasasti, plakat, piagam atau dokumen lain yang mendukung peristiwa tertentu. Tapi suatu rentetan kejadian lain yang diperkirakan relevan dan mendukung pokok peristiwa tertentu dapat dijadikan sumber pendukung yang tidak boleh dipandang remeh. Yang penting penelusuran sejarah harus mempunyai prinsip ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kebenaran sejarah merupakan upaya untuk meluruskan sejarah demi manfaat perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi.
Demikian juga sejarah tentang Gerakan 30 september 1965, supersemar, serangan 1 Maret (persis dengan HUT Nasional Damkar), dan banyak lagi dari sejarah Indonesia yang telah diterbitkan kembali dengan kisah yang berbeda pula.
Fenomena ini menggambarkan bahwa penulisan sejarah bisa kadaluarsa apabila ditemukan fakta baru, dan fakta baru tidak harus dalam bentuk prasasti, plakat, piagam atau dokumen lain yang mendukung peristiwa tertentu. Tapi suatu rentetan kejadian lain yang diperkirakan relevan dan mendukung pokok peristiwa tertentu dapat dijadikan sumber pendukung yang tidak boleh dipandang remeh. Yang penting penelusuran sejarah harus mempunyai prinsip ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kebenaran sejarah merupakan upaya untuk meluruskan sejarah demi manfaat perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi.
Dalam metode penelitian sejarah proses penelitian terbagi menjadi empat tahapan,
yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap heuristik merupakan proses
mencari dan menemukan sumber-sumber yang sekiranya relevan. Sumber-sumber yang
sudah terkumpul selanjutnya dilakukan pengujian atau kritik. Kritik intern
merupakan pengujian terhadap isi atau kandungan sumber. Setelah melakukan
kritik terhadap sumber, maka proses selanjutnya adalah melakukan penafsiran
dengan cara menghubungkan fakta satu dengan fakta yang lain, kemudian dari
rangkaian fakta yang telah ditafsirkan disajikan secara tertulis sebagai historiografi kisah atau cerita sejarah.
Adapun Fakta-fakta sejarah de
Brandweer Surabaya dan Jakarta menjadi topic yang menarik untuk dikaji
karena Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan bahwa tanggal 1 maret menjadi HUT Nasional Pemadam Kebakaran. Dasar penetapan ini sebagai bukti penghargaan
yang diberikan oleh masyarakat Betawi kepada de Brandweer Jakarta berupa
Prasasti tanggal 1 maret 1929, sebagai wujud rasa terimakasih mereka atas darma
bakti para petugas pemadam kebakaran setelah melaksanakan tugas menangani
kebakaran di kampung Kramat-Kwitang. Bagaimana ini bisa menjadi penetapan HUT
Nasional Pemadam Kebakaran? Apakah ini dibenarkan secara ontologi, epistemologi
dan aksiologi ?
II.
Berdirinya De
Brandweer te Jakarta
Dua peristiwa penting yang menjadi
tonggak sejarah awal berdirinya Indonesia de
Brandweer te Jakarta (d/h Batavia) dan Surabaya. Berdirinya de Brandweer te Surabaya terbentuk pasca Perancis berkuasa
atas Belanda pada tahun 1795 (lihat edisi ke-3 bagian I). Sedangkan de
Brandweer te Jakarta terbentuk saat Belanda memperoleh kedaulatan kembali
melalui konggres Vienna tahun 1815 setelah Perancis kalah telak dengan Inggris
pada tahun 1814. Berawal dari peristiwa tersebut akhirnya Belanda gencar
kembali untuk menguasai Indonesia sebagai tempat dalam mengeksplorasi seluruh
sumber daya alam yang melimpah. Untuk menjalankan agresinya, Belanda membentuk
pemerintahan yang disebut Pemerintah Hindia Belanda dengan
tugas memerintah, mengatur, menyediakan fasilitas serta memberikan pelayanan
terhadap masyarakat (walaupun serba memaksa). Semua tugas –tugas tersebut
termasuk di dalamnya adalah de Brandweer, dijalankan pada setiap Ibu
Kota yang berada di daerah hilir sungai dan pesisir seperti Surabaya, Semarang
dan Jakarta.
Berdirinya de Brandweer
sebagai organisasi bentukan pemerintah Hindia Belanda didirikan pada rentan
waktu yang berbeda-beda. Di kota Batavia
urusan mengenai pemadam kebakaran mulai diorganisir pada tahun 1873. Urusan pemadam kebakaran ini
secara hukum tertuang dalam peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 25 April oleh Resident op Batavia dengan nama Reglement op de Brandweer in de afdeeling
stad Vorsteden van Batavia. Urusan mengenai pendirian pemadam kebakaran di Batavia baru mulai dilakukan pada masa
diberlakukannya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria pada tahun 1870
yang merupakan titik awal berkembangnya kota-kota besar di Jawa dengan pesat. Semakin
pesatnya perkembangan di kota-kota tesebut, semakin bekerja ekstra pemerintah
pusat untuk mengontrol kota-kota yang menjadi wilayah kekuasaannya. Keadaan
tersebut membuat pemerintah pusat merasa kerepotan
karena harus mengatur kota-kota di Hindia Belanda berada dalam satu
pemerintahan terpusat di Batavia.
Seperti halnya kota Surabaya atau kota-kota di Hindia Belanda
lainnya, Terdapat usulan dan desakan dari masyarakat kota yang kebanyakan dari
golongan Eropa, untuk menuntut agar kota dijadikan sebagai wilayah otonom yang
tidak bergantung lagi kepada pemerintah pusat di Batavia. Akibat desakan dan dorongan yang amat kuat dari masyarakat
Eropa atas tuntutan tersebut, pemerintah akhirnya merespon dengan mengeluarkan
Undang-Undang desentralisasi pemerintah Hindia Belanda yang bernama, De Wet Houdende Decentralisasi van Het
Bestuur in Nederlands-Indie, yang termuat dalam Staatsblad No. 219 tahun 1903. Berdasarkan undang-undang tersebut
maka lahirlah kota-kota otonom yang berstatus Gemeente (Pemerintah Kota) dengan
jumlah 22 yang tersebar di Hindia Belanda. Berdasarkan undang-undang
desentralisasi tersebut maka kota-kota di Hindia Belanda mempunyai wewenang
untuk memberikan kebijakannya masing-masing terhadap wilayahnya. Pemerintahan
yang bersifat mandiri tidak lagi diperintah oleh pemerintah pusat namun
diperintah oleh dewan-dewan atau pejabat-pejabat lokal. Pemerintah daerah dapat
menentukan kebijakan sendiri terhadap wilayahnya, sehingga dapat mengontrol
perkembangan maupun persoalan yang dihadapi termasuk salah satu di dalamnya
adalah de Brandweer.
Kisah sejarah lain De Brandweer te Jakarta yang dikutip dari Website : pampi-damkar.blogspot.com, dapat dijelaskan pula bahwa perkembangan de Brandweer te Jakarta telah melalui beberapa fase
sebagai berikut :
1.
Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929
Dalam buku peringatan 25
tahun berdirinya Kotapraja atau Gemeente Batavia yang terbit pada tahun 1930
disebutkan, musibah yang menimbulkan kerugian besar itu mendorong pemerintah
memberi perhatian lebih besar terhadap masalah pemadaman kebakaran. Tahun itu
juga Wali Kota Batavia mengangkat pensiunan perwira
tentara Hindia Belanda Letnan
Kolonel RBM de Wijs, menjadi Komandan Barisan Pemadam Kebarakaran. De Wijs
diminta menyusun rencana reorganisasi kesatuan itu. Setahun kemudian, 1919, Kotapraja Batavia secara resmi
mendirikan Barisan Pemadam Kebakaran atau Brandweer, yang merupakan cikal bakal
dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta sekarang. Dengan dukungan peralatan
yang semakin modern dan sumber daya manusia yang kian profesional, kinerja
Brandweer pun semakin baik. Kepiawaian menjinakkan si jago merah yang sering
ditunjukkan membuat Brandweer menjadi pelindung sejati warga Betawi dalam
bencana kebakaran. Oleh karena
itu, pada 1 Maret 1929, dalam rangka peringatan 10 tahun kelahiran Brandweer
Batavia, sekelompok tokoh Betawi menyerahkan tanda penghargaan kepada pasukan
pemadam kebakaran itu. Pemberian tanda penghargaan berbentuk prasasti itu
dilakukan sebagai wujud rasa terima kasih segenap masyarakat Betawi atas darma
bakti para anggota barisan pemadam kebakaran. ”Dalam masa yang
soeda-soeda bahaja api djarang tertjega habis langgar dan roema. Tidak memilih
tinggi dan renda sepoeloh tahoen sampai sekarang semendjak Brandweer datang
menentang bahaja api moedah terlarang mendjadikan kita berhati girang....” Demikian
sebagian tulisan yang terukir pada prasasti itu, yang kabarnya sampai kini
masih tersimpan di kantor Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta di Gang Ketapang,
kini Jalan Zainul Arifin, Jakarta Pusat. Perubahan
berikutnya terjadi pada tanggal 31 juli 1922 melalui ketentuan yang disebut "Bataviasch Brandweer Reglement",
dan kemudian diikuti perubahan berikutnya, yakni setelah masa pemerintahan
Jepang, perubahan itu tercatat pada tanggak 20 April 1943 melalui ketentuan
yang dikenal dengan "Osamu seirei
No.II" tentang "Syoobootai"
(pemadam kebakaran).
2.
Sebelum 1957 – 1969
Masa
ini adalah dimana masa organisasi pemadam kebakaran masih menggunakan
nomenklatur "barisan pemadam kebakaran (BPK)". Hal yang patut
dicatat dalam masa ini adalah bahwa orientasi tugas pokok BPK sesuai dengan
namanya masih terfokus pada upaya pemadam kebakaran. Hal lain, adalah pada tahun
1957 telah dikeluarkan peraturan daerah yang dimuat dalam lembaran kota praja
Jakarta No. 22/1957, tanggal 14 Agustus 1957 yang disahkan oleh Menteri Dalam
Negeri tanggal 21 Desember 1957. Namun Walikota Praja Jakarta Raya,
Sudiro menetapkan masih memberlakukan Staadblad Van Nederlandsche Indie
No. 602, 4 Oktober 1917.
3.
Masa 1969 - 1974
Pada tahun 1969, melalui Surat
Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No. ib.3/3/15/1969 nomenklatur Barisan
Pemadam Kebakaran dirubah menjadi Dinas Pemadam Kebakaran. Perubahan pada masa
ini tidak saja merupakan perubahan nomenklatur, tetapi juga perubahan pada
tugas pokok dan fungsi DPK, yakni dengan penambahan nomenklatur Bagian
Pencegahan. Hal ini menunjukkan bahwa tugas pokok dan fungsi DPK pada masa ini
telah bertambah, yakni mengatur tentang tugas-tugas di bidang pencegahan
kebakaran.
4. Masa 1975 - 1980
Perubahan berikutnya terjadi dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Gubernur KDH DKI Jakarta No. BIII-b.3/1/5/1975, tenatng perubahan nomenklatur
Dinas Pemadam Kebakaran menjadi Dinas Kebakaran. Penghapusan kata “Pemadam”
bukan semata-mata ingin mempersingkat nomenklatur organisasi, tetapi
dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa tugas pokok Dinas Kebakaran tidak
hanya pada bidang pemadaman saja tetapi juga pada aspek pencegahan kebakaran
dan penyelamatan korban jiwa dan akibat kebakaran dan bencana lainnya.
5.
Masa 1980 - 2002
Perubahan nomenklatur organisasi pemadam kebakaran berikutnya
terjadi pada tahun 1980, yakni dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 9 tahun
1980, tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebakaran DKI Jakarta.
Perubahan penting pada periode ini, selain semakin dikembangkannya aspek
pencegahan dan pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan Sudinas Pencegahan,
Sudinas Peran Serta masyarakat, Pusat Latihan Kebakaran, dan Unit Laboratorium,
adalah juga mengenai pembagian wilayah pelayanan Dinas kebakaran ke dalam 5
wilayah asministratif: Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, dan Timur.
Kemudian terjadi revisi melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.11
tahun 1986, dengan judul sama, hanya terdapat perubahan pada nomenklatur Markas
Wilayah menjadi Nomenklatur Suku Dinas.
6. Masa 2002 - 2008
Masa tahun 2002 ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No.9 tahun 2002, tanggal 15 Januari 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta. Beberapa perubahan yang menonjol pada Skep
Gubernur di atas, di antaranya adalah: Dileburnya Bagian Keuangan dan
Bagian Kepegawaian ke dalam satu Bagian, yakni Bagian Tata Usaha; sehingga jika
pada masa sebelumnya pada jajaran Dinas Pemadam Kebakaran terdapat 17 eselon
III, maka melalui perubahan ini berkurang menjadi hanya 15 eselon III;
Dibentuknya divisi baru, yakni Subdinas Penyelamatan (Rescue). Hal ini
dimaksudkan sebagai jawaban terhadap tantangan kota Jakarta sebagai sebuah kota
besar di mana potensi terjadinya bencana massal akan sangat besar dan jenisnya
bervariasi (bencana kebakaran, banjir, bangunan runtuh, tumpahan bahan-bahan
berbahaya, kecelakaan transportasi, dan lain sebagainya). Oleh karenanya
potensi tersebut perlu ditangani oleh satuan petugas khusus yang terlatih dan
profesional; Terdapat pengembangan pada tingkat / jajaran Suku Dinas
melalui pendekatan konsep Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK); tujuan dari
penerapan konsep ini adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
dengan memper-sempit daerah/wilayah kerja ke dalam satuan-satuan WMK.
7.
Masa 2008 – Sekarang
Terbitnya Perda No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Satuan Perangkat
Daerah dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah serta Surat Keputusan Gubernur
(Skep. Gub) Provinsi DKI Jakarta No. 96 Tahun 2009 menandai terjadinya
perubahan dan sekaligus pengembangan fungsi organisasi ini. Organisasi yang
pada masa sebelum ini menggunakan nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran,
selanjutnya berubah menjadi : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan
Bencana. Dengan bertambahnya fungsi penanggulangan bencana, maka tugas pokok
dan fungsi organisasi ini menjadi semakin luas. Organisasi DPK-PB
mempunyai 3 tugas pokok, Yakni : Pencegahan Kebakaran, Pemadaman Kebakaran, dan Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan
bencana lain.
III.
Perkembangan Organisasi De
Brandweer te Surabaya Dari Masa ke Masa
Semenjak dikeluarkannya peraturan atau reglement mengenai pemadam kebakaran pada tanggal 4 September 1810
atas perintah Gubernur Jendral Herman Willem Daendels dari perancis hingga
dikeluarkannya Undang-Undang Gula dan Agraria oleh peguasa baru Kerajaan Belanda, nampaknya De Brandweer te Surabaya tidak mendapatkan suntikan dana yang
cukup karena pemerintah bersifat sentralistik. Baru setelah berstatus pemerintah
daerah otonom (Gemeente), pada tahun
1906 sampai dengan 1915, De Brandweer te Surabaya mempunyai
kantor Baru di Jl. Simpang nomer 1-5 (sekarang sebelah utara Surabaya Plaza, Jl
Pemuda) , sehingga struktur organisasi mengalami perubahan diantaranya
bertambahnya tugas dan jabatan dalam staf serta pengurangan jumlah brandspuitmeester yang sebelumnya
sebanyak 4 (lihat edisi ke-3 bagian II)
menjadi 1 brandspuitmeester, 4 onderbrandspuitmeester
menjadi 2 onderbrandspuitmeester,
kemudian jabatan kopral dan sersan dihapuskan.
TABEL 1.
STRUKTUR ORGANISASI De Brandweer te SURABAYA 1915
No.
|
Jabatan
|
Jumlah
|
Orang Eropa
|
||
1.
|
Kepala Dinas Kebakaran
Kota Surabaya
|
1
|
2.
|
Wakil kepala Dinas
Kebakaran Kota Surabaya
|
2
|
3.
|
kepala petugas pemadam kebakaran
|
23
|
4.
|
Petugas pemadam kebakaran
|
67
|
5.
|
Petugas hidran
|
44
|
Orang Pribumi
|
||
5.
|
Tukang mesin uap
|
1
|
6.
|
Kusir
|
2
|
7.
|
Juru kebakaran
|
1
|
8.
|
Mandor
|
102
|
9
|
Petugas tangga kebakaran
|
187
|
10.
|
Petugas pengaman kebakaran
|
644
|
11.
|
Petugas pemadam kebakaran
|
466
|
Total
|
1540
|
Sumber: Verslag der Gemeente Soerabaia over 1917 met
Beknopte
Verslagen over 1915 en 1917. E. Fuhri Soerabaia 1918
Dari daftar tabel diatas dapat dijelaskan bahwasannya orang-orang
Eropa menduduki jabatan tertinggi dari pada orang pribumi pada staf De Brandweer te Surabaya. yaitu:
a. P. J. de Vries sebagai Kepala;
b. H. Ph. Cramer sebagai wakil kepala I;
c. D. W. Z. de Vries sebagai wakil kepala II.
Melihat tabel tersebut dapat jelaskan bahwa dengan total jumlah pegawai 1540 orang maka
dapat diartikan sarana prasarana
kebakaran masih menggunakan alat pompa kebakaran manual (digenjooot), dan mesin pemadam kebakaran tenaga uap telah
ditempatkan di lokasi-lokasi yang ditentukan.
Pada setiap lokasi diawasi oleh kepala pemadam kebakaran yang telah
ditunjuk. Penempatan peralatan pemadam kebakaran di lokasi-lokasi yang dianggap
penting tersebut tidak jauh berbeda dengan penempatan peralatan pada masa
sebelumnya pada tahun 1810 yang dilakukan oleh Gubernur
Jendral Herman Willem Daendels. Para petugas pemadam kebakaran (padat karya)
yang berasal dari orang Eropa maupun orang pribumi yang berjumlah 1540 tersebut
biasanya disebut sebagai anggota korps sukarelawan pemadam kebakaran. Baru pada
tahun 1920 korps sukarelawan dibubarkan, karena digantikan dengan mesin-mesin
pemadam kebakaran baru lebih modern yang didatangkan dari Eropa, sehingga kantor
De Brandweer pindah untuk yang ke dua kali
di Pasar Besar (d/h Surabaya 21 Cineplek dan sekarang menjadi Rumah Makan Castello samping selatan Bank
Mandiri di Jl. Pahlawan 118).
Gambar 1.
Markas de
Brandweer Pasar
Besar tahun 1915-1927
Walaupun
bangunannya sederhana semi permanen berdinding sesek kayu bambu, yang penting dapat menampung peralatan dan
mobil-mobil modern. Oleh karena itu struktur organisasi juga mengalami perubahan,
ramping tapi kaya fungsi.
TABEL 2
STRUKTUR ORGANISASI De Brandweer te SURABAYA 1920
No.
|
Jabatan
|
Jumlah
|
Orang Eropa
|
||
1.
|
Kepala Dinas Kebakaran
Kota Surabaya
|
1
|
2.
|
Wakil kepala Dinas
Kebakaran Kota Surabaya
|
2
|
3.
|
Kepala petugas pemadam kebakaran
|
7
|
Orang Pribumi
|
||
5.
|
Tukang mesin
|
1
|
6.
|
Pengemudi (driver)
|
9
|
7.
|
Kepala Mandor
|
1
|
8.
|
Mandor
|
15
|
9
|
Petugas pemadam kebakaran
|
79
|
10.
|
Petugas tangga kebakaran
|
4
|
11.
|
Juru api
|
1
|
12.
|
Pengendara sepeda motor
|
3
|
13.
|
Penulis
|
1
|
Total
|
123
|
Sumber:
Verslag van den Toestand der Gemeente Soerabaia over 1930:319
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan
bahwa jumlah staf jauh lebih sedikit sebanyak 123 orang
dibandingkan dengan tahun 1915 ( lihat tabel 1) sebanyak 1540 orang. Seiring dengan perubahan ini, maka dilanjutkan dengan
pembaharuan kepengurusan melalui perekrutan anggota
baru sebagai penyeimbang pengadaan peralatan yang lebih modern seperti: mobil
pemadam kebakaran bermerk Shand Mason
dengan kapasitas 2000 L/menit yang menghabiskan dana sebesar f 23.720 ( 1f
setara Rp. 6.850,- kurs Januari 2014), Mobil pemadam kebakaran yang berasal
dari perusahaan Ahrend Fox dengan f
35.000 dan mobil tangga mekanik dengan harga f
150.000. Sampai akhirnya pada tahun
1927, kepala De Brandweer te
Surabaya P. J. de
Vries mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya yaitu J. van Cleves.
(De Indische courant, De brandweer-commandant. 17-03-1927).
Namun setelah itu tidak ada catatan lain yang mendukung perkembangan De Brandweer te
Surabaya sampai datangnya Pasukan Jepang pada tahun 1942.
Gambar 2.
Komandan ke-2 de Brandweer te Surabaya
Melengkapi beberapa penjelasan di bagian I dan II Edisi ke-3,
perjalanan de Brandweer te
Surabaya dapat terbagi beberapa fase sebagai berikut :
1. Masa
1810-1815
Berdirinya de Brandweer Surabaya
sudah ada jauh sebelum de Brandweer
Batavia. Di kota Surabaya urusan de
Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 (Von Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente
Soerabaia. 1931 : 106). Sebelum urusan
de Brandweer Surabaya
diorganisir, saat terjadi kebakaran
penanganannya masih menggunakan ember,
panci hingga wajan dapur. Melihat kondisi tersebut, ketika Gubernur Jendral
Daendels berkunjung ke Surabaya pada tahun 1810 dengan segera memerintahkan
didirikan de Brandweer. Namun setelah kekalahan Napoleon dalam
perang di Waterloo pada tahun 1815, kekuasaan Perancis berakhir dan beralih kembali ke tangan Belanda yang kurang
memperhatikan de
Brandweer Surabaya.
2.
Masa
1906-1915
Pada tanggal 1 April 1906 kota Surabaya
memperoleh status Gemeente dalam
peraturan lembaran negara nomor 149 tanggal 1 Maret 1906. Dalam Staatsblad No. 149 tahun 1906 pasal 3
dijelaskan mengenai tugas pertama dewan kota Surabaya yakni pemeliharaan,
perbaikan, renovasi dan pembaharuan, yang salah satunya mengenai de
Brandweer Surabaya. Kemudian dalam pasal 5 dijelaskan pula bahwa de Brandweer mempunyai tempat rumah
sementara terletak di daerah Simpang nomer 1-5 (sekarang sebelah utara Surabaya
Plaza, Jl Pemuda atau sebelah selatan Balai Pemuda). Sedangkan Komandan
pertamanya adalah P.J de Vries.
3.
Masa
1915-1927
Setelah ditetapkannya kota Surabaya
berstatus gemeente pada tahun 1906, Komandan
P.J de Vries membubarkan korps sukarelawan dan diganti dengan mesin-mesin pemadam
kebakaran baru lebih modern yang didatangkan dari Eropa, sehingga kantor De Brandweer pindah untuk yang ke dua kali
di Pasaikanr Besar (d/h Surabaya 21 Cineplek dan sekarang menjadi Rumah Makan Castello samping selatan Bank
Mandiri di Jl. Pahlawan 118).
4.
Masa
1927-1942
Seiring dengan modernisasi, maka
dilanjutkan dengan pembaharuan kepengurusan melalui
perekrutan anggota baru sebagai penyeimbang pengadaan peralatan yang lebih canggih, sehingga
markas de
Brandweer yang semula terletak di Pasar Besar,
untuk yang ketiga kalinya pada tanggal 27 Oktober 1927 ( Harian Pos : De Indische courant, Stadsnieuws. Soerabaia. Nieuwe
brandweer-rémises. Soerabaia), dipindahkan ke Pasar Turi, dengan komandan
baru J. van Cleves yang
resmi menggantikan P.J de Vries sejak tanggal 27 Maret 1927.
5.
Masa
1950-1987
Sejak Pasukan Jepang mengusir Kolonial
Belanda pada tahun 1942, de Brandweer Surabaya tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Bangunan markas de Brandweer
Pasar Turi tetap tidak bergeser dari fungsinya sampai sekarang sebagai garasi
juga sebagai pusat administrasi Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Demikian
juga kondisi bangunannya yang masih
terawat dengan baik. Dalam perjalanan selanjutnya pasca kemerdekaan sampai
diberlakukannya Undang-undang nomor 16 tahun 1950 tentang pembentukan daerah
kota besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang
pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, de Brandweer bergabung di
salah satu stuktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Daerah.
6.
Masa
1987-2008
Sejak berlakunya Perda
Tingkat II Surabaya Nomor 24 Tahun 1987, de Brandweer berganti nama dengan Dinas Pemadam Kebakaran
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Namun setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka melalui
Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi Dinas Kota Surabaya, Dinas Pemadam
Kebakaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya berganti nama menjadi
“Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya”. Kemudian berdasarkan Perda Kota
Surabaya No. 8 Tahun 2008 tentang organisasi perangkat daerah, maka Dinas
Pemadam Kebakaran disempurnakan dengan nama “DINAS KEBAKARAN KOTA SURABAYA”.
IV.
Komperatif Awal
Berdirinya De Brandweer te Surabaya dan Jakarta
Metodologi sejarah mengarahkan seseorang untuk berfikir ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Untuk menilai dan menginterpretasikan data
sejarah lahir atau berdirinya sebuah organisasi dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu:
1.
Waktu
berdirinya organisasi;
2.
Peristiwa
terjadinya sesuatu yang mendukung perkiraan waktu berdirinya organisasi.
Waktu berdirinya organisasi de Brandweer Surabaya Jauh sebelum perang Diponogoro meletus tahun 1825-1830, apalagi berdirinya de
Brandweer atau Pasukan Pemadam Kebakaran Batavia baru diorganisir pada tahun
1873. Di kota Surabaya urusan de
Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 (Von Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente
Soerabaia. 1931 : 106). Sebelum urusan de
Brandweer Surabaya diorganisir, saat terjadi kebakaran penanganannya masih menggunakan ember, panci hingga wajan dapur.
Tentu saja penanganan yang sederhana ini tidak sebanding dengan kebakaran yang
cukup besar melanda bangunan di Surabaya. Melihat kondisi tersebut, ketika
Gubernur Jendral Daendels yang diangkat Napoleon itu berkunjung ke Surabaya
pada tahun 1810. dengan segera memerintahkan didirikan de Brandweer.
Urusan de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810
tersebut memang ada reglimen nya
sesuai dengan buku yang ditulis G.N Van Faber pada tahun 1930, namun penulis
belum menemukan lampiran buku yang berbahasa Belanda tersebut. Secara de Jure memang kelihatan lemah, akan
tetapi siapa yang tidak kenal G.N Van Faber blesteran
Belanda-Jerman ahli sejarah dan arkeologi yang mendirikan museum Mpu
Tantular Surabaya. Tentu tidak diragukan lagi credibilty dan capasabilty nya.
Namun secara de facto bahwa de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal
4 September 1810 dapat ditunjukkan dengan Foto
pendiri de Brandweer sang Jendral
berkebangsaan Perancis Mr. Herman Willem Daendels. Demikian juga alat pompa kebakaran manual (genjooot) yang telah dipublikasikan
oleh Harian terkenal Jawa Pos pada hari Senin Wage tanggal 29 November 1982 (lihai Edisi ke-3 bagian I).
Hal ini menunjukkan bahwa waktu berdirinya organisasi de Brandweer Surabaya memang tanggal 4 September 1810.
Selain itu peristiwa terjadinya sesuatu yang
mendukung perkiraan berdirinya organisasi, telah diperkuat dengan peristiwa Perancis
kalah telak perang dengan Inggris pada tahun 1814 dan hasil konggres Vienna
tahun 1815 yang memberikan Belanda memperoleh kedaulatan kembali untuk
menguasai tanah Hindia Belanda. Dari kedua aspek tersebut, dapat dipahami bahwa
Perancis sebagai pendiri de Brandweer Surabaya tidak meninggalkan dokumen de Jure apapun namun hanya meninggalkan
bukti de facto, selepas itu
perjalanan de
Brandweer Surabaya berjalan sebagaimana biasanya
(dengan menggunakan alat pompa manual yang ada) tetap memberikan pelayanan
kepada masyarakat sampai akhirnya bertemu dengan penguasa baru tanah Hindia
Belanda, sebagai babak baru perkembangan de
Brandweer di bawah kendali Pemerintah Kerajaan Belanda.
Kalau membandingkan dengan Waktu berdirinya
organisasi de
Brandweer Jakarta, maka dapat diketahui bahwa de Brandweer Jakarta dibentuk pertama kali oleh Pemerintah Hindia
Belanda, bukan Perancis yang sejak lama (1810) telah mendirikan de Brandweer Surabaya. Hal ini
dibuktikan dengan berdirinya de Brandweer
yang mulai diorganisir pada tahun 1873.
Urusan pemadam kebakaran ini secara hukum tertuang dalam peraturan yang
dikeluarkan oleh resident op Batavia
dengan nama Reglement op de Brandweer in
de afdeeling stad Vorsteden van Batavia. Urusan mengenai pendirian pemadam
kebakaran di Batavia baru mulai dilakukan
pada masa diberlakukannya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria pada
tahun 1870 yang merupakan titik awal berkembangnya kota-kota besar di Jawa bersamaan
dengan mulai berkuasanya kembali Belanda.
Ditinjau dari aspek waktu berdirinya
organisasi, de Brandweer Jakarta berdiri tahun 1873 belum diketahui tanggal
bulan pendiriannya. Disinilah tidak ada bukti de facto siapa nama dan foto pendirinya, siapa nama dan foto
komandan pertama kalinya, bagaimana dan dimana bangunan beserta peralatannya.
Bandingkan dengan de Brandweer Surabaya.
Selain itu peristiwa terjadinya sesuatu yang mendukung
perkiraan berdirinya organisasi de Brandweer Jakarta,
hanya semata-mata berdasarkan peristiwa tanggal 1 Maret 1919, yaitu pada saat
pemberian plakat/perhargaan masyarakat betawi terhadap de Brandweer Jakarta atas jasanya membantu pemadaman kebakaran
besar di perkampungan Melayu yang tepatnya di Pasar Mester Jatinegara dan
Kampung Melayu. Pada plakat tanda perhargaan tersebut tertulis hari ulang tahun
yang ke- 10. Sayangnya Kementerian yang membidangi ini memutuskan secara
sepihak tanpa rapat koordinasi nasional bahwa tanggal 1 Maret dijadikan Hari
Pemadam Kebakaran Nasional. Kalau saja tanggal 1 Maret ini dijadikan Hari Pemadam Kebakaran DKI Jakarta okelah, tapi ini tingkat nasional.
Alangkah bijaknya apabila penetapan 1 Maret sebagai Hari Pemadam Kebakaran
Nasional diputuskan melalui rapat nasional dengan mempertimbangkan berbagai
masukan dari institusi pemadam kebakaran seluruh Indonesia. Dari sudut pandang
ilmiah, jelas penetapan 1 Maret berdirinya organisasi de Brandweer Jakarta tidak ontologis dan
epistemologis. Karena tanggal 1 Maret itu sebuah peristiwa pemberian perhargaan
bukan lahirnya dan berdirinya organisasi. Hal ini secara aksiologis akan
mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan dan menilai peristiwa bersejarah bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
V.
Penentuan Hari Jadi Pemadam Kebakaran (Damkar)
Nasional
Validitas penilaian hari ulang tahun lahirnya sebuah organisasi harus
berdasarkan dokumen atau bukti lain yang mendukung berdirinya organisasi itu
sendiri, bukan berdasarkan peristiwa lain yang jauh terkait dengan berdirinya
organisasi. Penentuan Hari Damkar Nasional yang resmi dinyatakan ketiga kalinya
nanti pada tanggal 1 Maret 2014, hanya berdasarkan peristiwa lain tanggal 1
Maret 1919, yaitu pada saat pemberian plakat/perhargaan masyarakat betawi
terhadap de Brandweer Jakarta atas
jasanya membantu pemadaman kebakaran besar di perkampungan Melayu.
Dalam kajian metodologi sejarah secara ontologis, epistemologis dan
aksiologis penentuan tersebut salah alamat, seharusnya ditentukan berdasarkan waktu
berdirinya organisasi yang diketahui para pendiri, ketua
dan struktur organisasi serta peristiwa terjadinya
sesuatu yang langsung terkait atau mendukung perkiraan waktu berdirinya
organisasi. Dari
beberapa penjelasan pada Edisi ketiga bagian I dan II serta perkembangan
sejarah de
Brandweer Jakarta dan Surabaya di bagian III ini,
maka sudah selayaknya untuk dipertimbangan kembali penentuan hari damkar nasional.
Kementerian terkait harus mengadakan rapat nasional yang dihadiri seluruh
institusi pemadam kebakaran, ahli sejarah, akademisi dan saksi-saksi dari
mantan wartawan era 45-60 an. Mungkin lebih tepatnya bila sudut pandang penentuan
hari damkar tersebut menjadi HUT Damkar DKI Jakarta, bukan HUT Damkar Nasional.
Akhirnya pilihan yang tepat untuk menentukan HUT Damkar Nasional ada
ditangan pembaca, apakah sejarah Institusi DAMKAR Jakarta ataukah Institusi DAMKAR Surabaya......??? Penulis hanya menyediakan beberapa pilihan disertai data ,
dokumen dan bukti foto tempo dulu
sebagai bahan untuk komperatif sebelum
membuat keputusan yang bijak.
REFERENSI : Bagus Alim, Perkembangan Dinas Kebakaran Kota
Surabaya Tahun 1927 1942, Unesa 2013. Dudung
Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah.
Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1998. Dukut Imam Widodo. Hikajat
Soerabaia Tempoe Doeloe. Surabaya: Dukut Publishing, 2008. Handinoto. Arsitektur
dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial. Graha Ilmu Yogjakarta, 2010. Muchamad Nurtam. Pengelolaan
Sistem Informasi Pelayanan Kebakaran. Surabaya, 2010. Purnawan Basundoro. Dua
Kota Tiga Zaman: Surabaya dan Malang Sejak Zaman Kolonial sampai Kemerdekaan.
Ombak, Yogjakarta, 2009. Reglement op de Brandweer in de afdeeling stad
Vorsteden van Batavia. Gedaan te Batavia, 25 April 1873. Staatsblad van Nederlandsch-Indie No.
149 tahun 1906. De Indische
courant, Moderniseering
Brandweer. 27-05-1925.De Indische courant,
Stadsnieuws. Soerabaia. Nieuwe brandweer-rémises, Soerabaia, 27 Oktober 1927. Jawa Pos, Senen Wage 29 November 1982. Von
Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente Soerabaia. 1931. Von
Faber, G.N. Nieuw Soerabaia. http://pampi-damkar.blogspot.com
Pastikan
bergabung kembali di Edisi berikutnya !
Edisi ke – 4 ,
URGENSI REVITALISASI
INSTITUSI PEMADAM KEBAKARAN (IPK)
INSTITUSI PEMADAM KEBAKARAN (IPK)
MENYONGSONG PP PENGGANTI
PP 41 TAHUN 2007
Kunjungi selalu :
www.tamtamfire113.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....