EKSEKUSI
STRATEGI
MANAJEMEN
PROTEKSI KEBAKARAN
DALAM PERSPEKTIF
KEBENCANAAN DI SURABAYA
Jurnal Administrasi Kebakaran
Edisi ke -8
Oleh :
Dr. Muchamad Nurtam, M.Si
Abstract. This study aims to analyze and understand the urgency of the fire protection management Strategy execution in the perspective of disaster. While the research is descriptive qualitative method to
determine the eleven informants with analysis through a model execution. The results showed that the structure and culture of the institution, resource allocation, synergy in fire protection expressed less support because they concentrate on emergency response. Fire is still not considered as a disaster that could be prevented and minimized. Fire disaster management strategy is still stuck in old patterns Top Down Strategy. Execution of appropriate strategies can be used as an alternative solution to suppress fires Are institutional restructuring, the allocation of appropriate resources and synergy within the Fire
Department, related Department, and society.
Keywords:
execution strategy, management fires protection, institution, restructuring, resources, synergy,
disaster.
Abstrak. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis dan memahami urgensi eksekusi strategi manajemen proteksi kebakaran dalam
perspektif kebencanaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif dengan menentukan sebelas
Informan melalui model analisis eksekusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur budaya
institusi ,alokasi sumber daya, sinergitas dalam proteksi kebakaran, masih lemah
karena cenderung pada penanganan darurat bencana kebakaran. Kebakaran masih
belum dianggap bencana yang bisa dicegah dan diminimalisasi. Manajemen Strategi Bencana Kebakaran masih terjebak pada pola
lama Top Down Strategy. Eksekusi strategi
yang tepat dapat dijadikan alternatif solusi dalam menekan terjadinya
kebakaran adalah restrukturisasi institusi, alokasi sumber daya yang tepat
dan sinergitas yang baik antara Dinas Kebakaran
dengan instansional dan masyarakat.
Kata Kunci :
eksekusi strategi, manajemen proteksi kebakaran, institusi, restrukturisasi,
sumber daya,
sinergi, bencana.
|
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbekal
pengalaman dari bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 di Bumi
Serambi Mekkah Nanggroe Aceh Darussalam, paradigma bencana perlahan mulai
berubah. Perubahan paradigma dimulai dari sanggahan pandangan klasik yang
beranggapan bencana adalah takdir semata. Pemahaman tersebut terus berkembang
hingga menjadi sebuah paradigma baru yang disebut Manajemen
Kebencanaan. Pemerintah telah menuangkan perubahan paradigma dari paradigma
lama penanggulangan bencana yang bersifat responsif ke arah paradigma baru
dengan konsep manajemen kebencanaan ke dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, dan Undang-Undang
Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pergeseran paradigma ini membawa dampak yang baik bagi perubahan untuk mengenal
lebih jauh tentang bencana lainnya seperti kebakaran, yang oleh sebagian
kalangan pemerintah dan masyarakat masih dianggap sekedar musibah.
Seperti diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu
hal yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh siapapun. Kebakaran merupakan
bencana yang cukup ditakuti oleh masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana
saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Mengutip
surat Kementerian Dalam Negeri yang
disampaikan di Hari Ulang Tahun Pemadam Kebakaran ke-93 di Monumen Nasional,
Kamis 1 Maret 2012, menyatakan bahwa kebakaran menyumbang 15 persen dari total
bencana di Indonesia. Pada 2011, terjadi sekitar 16.500 kebakaran di 498 kota dan
kabupaten. Di Jakarta kebakaran terjadi sebanyak 890, Medan 163 kali, Surabaya
187 kejadian, Bandung 163 kali, Bekasi 127 kali, Depok 124 kali dan Kota
Tangerang 167 kali.
Untuk mencegah, mengeliminasi dan
meminimasi terjadinya kebakaran, Pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan
Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) tahun 2010-2015 yang disusun
berdasarkan isu strategis dan rumusan permasalahan yang terjadi di kota
Surabaya. Tolok ukur keberhasilan dari program ini adalah pencapaian waktu tanggap <15
menit, cakupan pelayanan wilayah
manajemen kebakaran dan menurunnya frekuensi kebakaran per satu juta penduduk.
Namun
fakta umum yang ada di lapangan menunjukkan bahwa selama ini pelayanan
kebakaran seringkali tidak dapat dilayani 15 menit. Kondisi ini telah menarik
perhatian dari Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Sepuluh Nopembar Surabaya (LPM-ITS), yang meneliti dengan hasil rekomendasi pada laporan akhir
penelitian mengenai Penyusunan Rencana Manajemen Penanggulangan Kebakaran tahun
2003 yaitu : Perlu dibangun 26 Pos Pemadam kebakaran pada tahun 2004 dan 26
Pos Pemadam Kebakaran pada tahun 2005, sehingga nantinya jumlah total Pos Pemadam Kebakaran adalah 59 yang akan mampu
mengcover seluruh wilayah kota Surabaya dengan waktu tanggap tidak lebih dari
15 menit. Akan tetapi rekomendasi
LPM-ITS tersebut perlu dipertimbangkan bahwa biaya investasi pembangunan Pos
Pemadam Kebakaran dan prasarana lainnya
diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Melihat beberapa fenomena
tersebut, penulis memandang perlu dan mendesak untuk menekankan kembali urgensi
eksekusi strategi manajemen proteksi kebakaran dengan melakukan pergeseran,
paradigma lama sebagai pemadaman kebakaran menuju paradigma baru sebagai ”Fire Protector Agen” , dengan
menitikberatkan pada kebijakan proteksi
bencana kebakaran.
Oleh
karena itu keluhan klasik yang
representative sampai saat ini masih berlaku di masyarakat adalah isu aktual yang menilai bahwa PMK
“selalu terlambat”, sehingga musibah kebakaran tidak dapat ditanggulangi secara
baik dan menelan korban jiwa serta harta benda yang tidak sedikit. Keterlambatan petugas PMK diatas
sebenarnya dapat dihindari apabila eksekusi strategi dan pengelolaan strategi
proteksi kebakaran telah dijalankan. Selama ini rencana strategi lima tahunan
belum sepenuhnya mengakomodasi seluruh kebutuhan proteksi kebakaran. Rencana
strategi Dinas Kebakaran tahun 2011-1015 saat ini merupakan hasil dari proses
eksekusi strategi sebelum tahun 2011 yang hanya bertumpu pada pembenahan
internal organisasi dan menjawab isu strategis yang sudah baku dalam rencana
strategi.
Dalam konteks ini, seharusnya menurut Samuel C.Serto
& J.Paul Peter (dalam Setiawan Hari
Purnomo, 2007:87), mengemukakan bahwa secara internal eksekusi strategi yang
bertumpu pada alokasi dan pengorganisasian sumber daya manusia dapat terlihat
melalui: analisis perubahan, penetapan struktur organisasi, mekanisme
kepemimpinan, dan budaya perusahaan. Selanjutnya J.David Hunger dan Thomas I. Wheelen
(2001) mengemukakan juga bahwa eksekusi strategi itu
sendiri bertumpu pada lingkungan sosial dan tugas serta lingkungan internal
yang meliputi: struktur, budaya dan
sumber daya. Kemudian Larry Bossidy dan Ram Charan dalam bukunya yang berjudul “ Execution” mengemukakan bahwa terdapat tiga proses inti
dari eksekusi, yaitu : sumber daya manusia, strategi, dan operasi. Selain itu manajemen strategi proteksi kebakaran pada perspektif kebencanaan masih
bertumpu pada penanganan darurat, yang seharusnya
bertumpu pada strategi pengurangan resiko sebagaimana yang dinyatakan dalam
Resolusi PBB Nomor 60 / 195 tentang Strategi
Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (International Strategy for Disaster Reduction) / ISDR, Kerangka Aksi Bejing, Strategi Yokohama, dan Kerangka Aksi Hyogo ( Hyogo Framework for Action ), yang memiliki agenda utama melakukan pendekatan global dalam mengurangi risiko bencana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi kehilangan kesempatan dan kehidupan, kerugian di sektor sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan akibat bencana alam (Nurjanah dkk, 2012 : 125).
Dari beberapa pandangan tersebut sebagai akibat
dari manajemen proteksi kebakaran yang belum optimal, maka eksekusi strategi
dihadapkan pada berbagai permasalahan. Fenomena ini perlu upaya
tindakan dalam bentuk eksekusi
strategi manajemen bencana kebakaran dengan merevitalisasi institusi,
mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha ( trilogy sinergi), agar intensitas kebakaran
dapat diturunkan.
Rumusan masalah
Bertitik tolak pada fenomena dan permasalahan
tersebut, maka dapat dirumuskan:
1. Mengapa eksekusi strategi itu penting
bagi manajemen proteksi kebakaran di kota Surabaya ?
2. Mengapa manajemen strategi kebencanaan itu
diperlukan untuk proteksi kebakaran di kota Surabaya?
3. Bagaimanakah model
eksekusi strategi yang tepat bagi manajemen proteksi kebakaran di kota Surabaya?
Tujuan
Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah : Menganalisis dan memahami urgensi
eksekusi
strategi manajemen proteksi kebakaran dalam perspektif kebencanaan di kota Surabaya.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis dan memahami urgensi revitalisasi
struktur dan budaya institusi yang mengedepankan pendekatan proteksi kebakaran;
2. Menganalisis dan memahami urgensi alokasi
sumber daya yang tepat;
3. Menganalisis dan memahami urgensi sinergitas
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha ( trilogy
sinergi) dalam proteksi kebakaran;
4. Menganalisis dan memahami manajemen
strategi proteksi bencana kebakaran;
5. Membuat model eksekusi
strategi yang tepat bagi manajemen strategi proteksi bencana kebakaran.
METODE
Penerapan
teori eksekusi strategi berimplikasi metodologis
yang memusatkan perhatian pada pengalamam individu atau kelompok, menggali
secara mendalam aspek inti proses eksekusi. Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang didahului dengan menelusuri
penelitian sebelumnya bidang eksekusi strategi dan manajemen proteksi
kebakaran. Berawal dari kajian tersebut penulis selanjutnya menelaah berbagai
keterkaitan teoritis eksekusi dan manajemen strategi yang menghasilkan beberapa
temuan. Dengan menentukan sebelas
Informan, yang meliputi enam pejabat internal institusi (menjawab isu strategis), lima pejabat/masyarakat pada
eksternal institusi (stakeholder), melalui teknik pengumpulan data seperti: wawancara, focus group discussion, observasi, triangulasi dan dokumentasi, maka dianalisis
melalui model interaktif yang
dikemukakan oleh Miles dan
Huberman dan
model
analisis eksekusi
oleh Larry Bossidy dan Ram Chanan disertai analisis isu strategis dan Stakeholder oleh Bryson dan Roering.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi sumber daya pada
Dinas Kebakaran dinyatakan belum optimal, karena: SDM belum disiapkan untuk
melakukan tugas proteksi kebakaran, alokasi anggaran untuk proteksi kebakaran
masih minim (5,15%) dibandingkan dengan program penanganan darurat kebakaran.
Sinergitas dalam proteksi kebakaran antara Dinas Kebakaran, SKPD terkait, dan
masyarakat dinyatakan juga belum baik, karena : RPJMD Tahun 2010-1015 yang
disusun oleh Bappeko pada program Dinas Kebakaran masih konsentrasi pada
pemenuhan respon time 15 menit,
IMB/HO dari Dinas Cipta Karya dan Tata ruang/Badan Lingkungan Hidup yang
terkait dengan program proteksi kebakaran masih sedikit dibandingkan dengan jumlah
pemohon IMB/HO dan hanya pada kasus-kasus tertentu, Tugas Satlak PB masih
cenderung pada penanganan darurat bencana kebakaran, Pembentukan Satlakar RT/RW
masih belum optimal, mengingat perananya masih konsentrasi pada penanganan
darurat kebakaran, bukan pra bencana kebakaran, dan belum memiliki SOP serta peralatan yang memadai.
Selanjutnya kebakaran masih belum dianggap bencana yang bisa dicegah dan
diminimalisasi. Manajemen Strategi Bencana Kebakaran di kota Surabaya ini masih terjebak pada pola lama Top Down Strategy dengan penekanan utama mendahulukan strategi proteksi kebakaran di kota, dari pada proteksi di
bangunan dan lingkungan sehingga membawa dampak tidak efektifnya perumusan
RPJMD 2010-2015, Renstra 2010-1015 dan RKPD sejak tahun 2010 sampai dengan
2014, serta Indikator Kinerja Utama.
Eksekusi
strategi yang tepat dapat dijadikan alternatif solusi dalam menekan terjadinya
kebakaran adalah restrukturisasi institusi, alokasi sumber daya yang tepat dan
sinergitas yang baik antara Dinas Kebakaran dengan
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang serta Badan Lingkungan Hidup, dalam memberikan
rekomendasi IMB/HO. Sinergitas ini bisa tercipta bila walikota atau Sekretaris
Daerah mempunyai komitmen yang tinggi terhadap manajemen proteksi kebakaran.
Tanpa campur tangan tersebut SKPD leading
sector ini masih mempertahankan hanya bangunan atau tempat usaha tertentu
yang pantas mendapatkan rekomendasi Dinas Kebakaran. Sedangkan dengan
masyarakat dapat dilakukan dengan cara menjalin sinergitas yang baik dengan
Satlakar RT/RW. Selain itu alternatif solusi lain dalam menekan
terjadinya kebakaran adalah menggeser pola lama Top Down Strategy manajemen strategi proteksi kebakaran di kota, menuju Pola pikir baru Bottom Up Strategy yang lebih mengutamakan proteksi bencana kebakaran pada bangunan dan lingkungan. Lebih dari
itu upaya lain yang patut menjadi perhatian adalah membudayakan
proteksi kebakaran sebagai kebutuhan dengan pendekatan baru
kebencanaan sebagaimana yang telah diterapkan oleh kota Ho Chi Minh-Vietnam melalui langkah
konkrit : kepemilikan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) setiap rumah dan kendaraan
bermotor roda empat, meningkatkan kerja bakti, membersihkan
lahan kosong/sampah/semak belukar pada musim kemarau.
Temuan
penelitian ini berimplikasi secara teoritis
dan praktis dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu administrasi publik
konsentrasi New Public Service, pemikiran bagi pengambil kebijakan untuk strategi proteksi kebakaran, juga bermanfaat pula bagi
penyusunan RPJMD tahun 2016-2020 kota Surabaya dan rencana strategi Dinas Kebakaran di periode mendatang. Secara teoritis Basic pemikiran Larry
Bossidy dan Ram Charan dilandasi hasil penelitian organisasi bisnis di Amerika Serikat yang menfokuskan SDM
sebagai penentu eksekutor dari sebuah strategi. Namun kalau di organisasi
birokrasi Indonesia, SDM yang ada belum
bisa menjadi eksekutor yang handal karena sistem rekruitmen staf maupun
pejabat eselon masih terjebak dalam paradigma Old
Public Adminstration (OPA), mungkin dengan paradigma New Public Management atau New Public
Service (NPS), baru bisa diandalkan
sebagai eksekutor yang handal.
Oleh
karena itu menurut penulis masih diperlukan sumber daya yang lain seperti
sarana dan prasarana serta anggaran (operasi
merupakan inti proses eksekusi menurut Larry Bossidy dan Ram Charan) yang
memadai agar eksekusi strategi dapat efektif, sehingga penulis menemukan bahwa sumber
daya SDM, sarana prasarana dan anggaran. adalah salah satu unsur yang
menentukan efektivitas eksekusi. Lebih lanjut menurut Larry Bossidy dan Ram
Charan, terdapat tiga elemen penyusun
eksekusi, yaitu : sikap sang pemimpin, menyusun kerangka perubahan budaya, dan
pekerjaan yang tidak boleh diselegasikan oleh pemimpin. Bagi organisasi bisnis
ketiga elemen sangat menentukan
keberhasilan eksekusi. Namun dalam konteks penelitian ini penulis memasukkan
elemen menyusun kerangka perubahan budaya
menjadi struktur dan budaya
institusi serta sinergitas sebagai
unsur yang kedua dan ketiga dalam menentukan efektivitas eksekusi, mengingat
kerangka perubahan budaya itu telah melekat dan mendarah daging dalam
organisasi birokrasi yang cukup lama dalam struktur yang ada.
Agar eksekusi strategi dapat berjalan dengan baik,
organisasi pemerintahan harus melakukan perubahan aspek organisasi lainnya
seperti struktur, sistem, komposisi dan kompetensi SDM, budaya organisasi dan
sinergitas. Sinergitas adalah rangkaian upaya koordinasi antara institusi
pemerintahan dalam melaksanakan program untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini
yang sering tidak diunggulkan dalam institusi bisnis, kalau memang ada itupun
hanya terbatas dalam kerja tim internal, bukan antar institusi di luar lingkungan
institusi. Dalam setiap kelompok kerja institusi, kualitas sinergi yang efektif pada
hakekatnya adalah hasil dari suatu proses perpaduan dari cara-cara bagaimana
mengatasi masalah dan perpaduan gagasan yang dijalankan oleh pihak-pihak yang
saling percaya dan bersikap saling mendukung menghasilkan suatu gagasan baru
yang benar-benar memberikan kepuasan secara intrinsik bagi semua belah pihak. Bersinergi bertujuan memadukan
bagian-bagian yang terpisah. Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa landasan
teori penguatan koordinasi dan sinergi dalam adminstrasi pemerintahan mengacu
pada konsep “togetherness, creating and
sustaining performance”.
Semua Instansi ini harus bersinergi dan koordinatif. Disinilah sesungguhnya Rohnya administrasi
pemerintahan adalah koordinasi, sehingga beberapa ahli administrasi Amerika
Serikat seperti Pfiffner dan Presthus pada tahun enam puluhan berpendapat bahwa : “Administrasi negara didefinisikan sebagai
koordinasi dari usaha-usaha individu dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan
negara”.
Walaupun beberapa ahli lain bidang manajemen
menyatakan bahwa koordinasi itu bagian dari fungsi manajemen, namun dilihat dari sudut pandang pemerintahan maka makin jelas bahwa
gagalnya eksekusi strategi bukan hanya saja karena struktur dan budaya institusi yang kurang baik, atau alokasi
sumber daya yang kurang tepat, akan tetapi koordinasi yang semrawut, kurang harmonis (hot
issue yang ngetren akhir-akhir
ini) antara kementerian/lembaga lain/SKPD terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu secara langsung koordinasi dan sinergi dalam
kemitraan kerja antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha akan tumbuh menjadi wadah sinergi yang
efisien, berkualitas, fleksibel dan inovatif.
Dari beberapa
penjelasan tersebut maka dari sudut pandang penulis, administrasi memang berpangkal dari
kegiatan
koordinasi itu sendiri, sehingga penulis memasukkan elemen sinergi sebagai unsur yang ketiga dalam menentukan efektivitas
eksekusi strategi. Dengan demikian temuan konstruksi baru dari tiga proses
inti eksekusi adalah Sumber daya Sarana
dan Prasarana dan Trilogy Sinergi.
Secara praktis konsep
Proteksi kebakaran di perkotaaan dari LPM-ITS lebih cenderung mengarah pada penanganan darurat
kebakaran dengan penekanan kecepatan respon time tidak lebih dari lima belas menit. Konsep ini telah
menciptakan alternative solusi utama dalam memproteksi kota Surabaya hanya
terbatas pada pembangunan Pos-pos pembantu kebakaran saja, tanpa
mempertimbangkan factor lain seperti: analisis resiko, pencegahan kebakaran,
dan pemberdayaan atau partisipasi masyarakat. Sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ini, mengarah pada upaya proteksi pra kebakaran dengan penekanan
upaya pemetaan daerah rawan kebakaran, pengurangan resiko, mitigasi,
penentuan/pemeriksaan/uji coba system proteksi kebakaran pada bangunan gedung,
dan sinergitas antara Dinas Kebakaran dengan SKPD, masyarakat dunia usaha dan
lingkungan RT/RW. Selain itu penelitian ini juga akan mengembangkan sisi
administrasi Negara dari paradigma new
public management. Model yang akan digunakan diperoleh dari
fakta empiris dan beberapa teori yang relevan dengan manajemen strategi. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekali membuka wacana
baru bahwa bencana kebakaran dapat ditinjau dari aspek administrasi (Fire Administration), bukan aspek yang
lebih sempit seperti Fire Engineering, Fire Inspector
dan Fire Fighter.
Seperti diketahui, Bangunan, lingkungan dan kota
adalah satu sistem yang tidak dapat dipisahkan. Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan merupakan
sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang
maupun terbangun pada bangunan yang digunakan untuk tujuan melindungi bangunan
dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Namun untuk memahami manajemen strategi bencana kebakaran di kota Surabaya ini masih terjebak pada pola lama Top
Down Strategy dengan
penekanan utama mendahulukan strategi proteksi
bencana
kebakaran di kota, dari pada di bangunan dan lingkungan.
Temuan pada penelitian ini adalah Pola
pikir baru Bottom Up Strategy yang lebih
mengutamakan strategi proteksi bencana
kebakaran pada bangunan
dan lingkungan dari pada di
kota.
Pada kasus-kasus besar kebakaran yang menjadi hot isue
nasional seperti kebakaran gedung Redboxx Cafe dan Gedung Balai Pemuda Surabaya, menunjukkan bahwa selama ini
belum melakukan Pola pikir baru Bottom Up Strategy
yang lebih mengutamakan strategi proteksi bencana kebakaran pada bangunan dan lingkungan dari pada di kota. Oleh karena itu berapapun jumlah pos pembantu kebakaran dan unit
mobil PMK yang dikerahkan kalau menghadapi tingkat kemacetan lalu lintas dan
kerumunan massa yang makin menggila,
maka tidak akan sanggup lagi tiba di lokasi sesuai dengan harapan masyarakat. Jalan satu-satunya adalah segera melakukan manajemen strategi proteksi bencana kebakaran melalui pendekatan pola pikir bottom up strategy.
Dari
beberapa penjelasan tersebut, maka penulis menemukan model eksekusi yang tepat
bagi manajemen proteksi kebakaran.
Model
tersebut akan dapat menjawab semua isu strategis dan keinginan para stakeholder
dengan eksekusinya yang bertumpuh pada bottom up strategy yang
mengutamakan perlindungan bangunan dan lingkungan. Dinas Kebakaran
perlu
melakukan revitalisasi struktur dan budaya institusi, alokasi sumber daya yang
tepat dan menciptakan sinergi yang baik antar SKPD. Lalu tahapan selanjutnya
melakukan kajian semua isu strategis terutama keinginan para stakeholder dari SKPD leading sector pengurusan izin HO dan
IMB,serta meningkatkan partisipasi masyarakat lingkungan RT/RW.
Dari hasil kajian tersebut, maka yang
perlu menjadi prioritas adalah melakukan bottom
up strategy melalui tahapan proteksi pada bangunan gedung, lingkungan,
dan kota. Pada akhirnya dengan memproteksi bangunan gedung dari ancaman
kebakaran maka secara otomatis juga memproteksi kota.
KESIMPULAN
Akhirnya penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang “Eksekusi Strategi
Manajemen Proteksi Kebakaran Dalam Perspektif Kebencanaan di Kota Surabaya”,
sebagai berikut :
1. Eksekusi Strategi
dinyatakan kurang baik, walaupun penting bagi manajemen proteksi kebakaran di
kota Surabaya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan :
a. Struktur dan budaya
institusi pada Dinas Kebakaran
kurang mendukung karena masih konsentrasi pada penanganan darurat kebakaran;
b. Alokasi sumber daya pada
Dinas Kebakaran belum optimal :
1) SDM belum disiapkan untuk
melakukan tugas proteksi kebakaran;
2) Sarana dan prasarana masih
diperuntukkan pada penanganan darurat bencana kebakaran, sedangkan untuk sarana
prasarana penguji alat/sistem proteksi kebakaran dan laboratorium
penyidikan/mitigasi belum diadakan;
3) Alokasi anggaran untuk
proteksi kebakaran masih minim dibandingkan dengan program penanganan darurat
kebakaran;
antara Dinas Kebakaran,
SKPD terkait, dan masyarakat belum baik, karena :
1) RPJMD Tahun 2010-1015
yang disusun Bappeko pada program Dinas
Kebakaran masih konsentrasi pada pemenuhan respon
time 15 menit;
2) IMB/HO dari Dinas Cipta
Karya dan Tata ruang/Badan Lingkungan Hidup yang terkait dengan program
proteksi kebakaran masih sedikit
dibandingkan dengan jumlah pemohon IMB/HO dan hanya pada kasus-kasus tertentu;
3) Tugas Satlak PB masih
cenderung pada penanganan darurat kebakaran;
4) Pembentukan Satlakar
RT/RW belum optimal, mengingat perananya masih konsentrasi pada penanganan
darurat kebakaran, bukan pra bencana kebakaran, dan belum memiliki SOP serta peralatan yang memadai.
2. Manajemen Strategi Bencana Kebakaran di kota Surabaya dinyatakan
kurang baik karena masih
terjebak pada pola lama Top Down Strategy dengan penekanan utama mendahulukan strategi proteksi kebakaran di kota, dari pada proteksi di
bangunan dan lingkungan sehingga membawa dampak tidak efektifnya perumusan
RPJMD 2010-2015, Renstra 2010-1015 dan
RKPD sejak tahun 2010 sampai dengan 2014. Lebih dari itu kebakaran masih belum
dianggap bencana yang bisa dicegah dan diminimalisasi.
3. Model eksekusi strategi yang
tepat bagi manajemen proteksi kebakaran di kota Surabaya adalah justifikasi kolaborasi model
menurut Larry Bossidy dan Ram
Charan serta
model yang dikemukakan oleh Bryson
dan Roering
yang telah disesuaikan dengan fakta empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Ansoff, H. Igor. 1968. Corporate
Strategy: An Analytic Approach to Business Policy For Growth and Expansion. Penguin Books. Harmondsworth. Middlesex.
Bogdan. Robert.C & Sari Knopp Biklen, 1998,
Qualitatif Research in Education an
Introduction to Theory and Methods,
a. Sinergitas dalam proteksi
kebakaran
Bogdan. Robert.C & Steven J. Taylor, 1975, Introduction to Qualitative Research Methods : A Phenomenological Approuch to the
Social Sciences, Wiley, New York
Bungin,
B.,2007, Penelitian Kualitatif,
Prenada
Media Group, Jakarta
David, Fred R. (2004). Manajemen Strategis:
Konsep-konsep, PT Indeks Kelompok
Gramedia, Jakarta
Fikri Lukiastuti dan Muliawan Hamdani, 2011, Manajemen Strategik Dalam Organisasi, Cap, Jakarta
Gray, S.T. 1996. The Art of
Collaboration, Association Management, 48, (2), 202.
Hampden-Turner, C. 1990. Charting the
Corporate Mind: Graphic Solutions to Business Conflicts. The Free
Press. New York.
Ismail Solihin, 2012, Manajemen
Strategik, Erlangga, Jakarta
Ketchen Jr. D. et all. 2009. "Strategy 2008-2009".
McGraw-Hill, New York
Kreitner
dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi.
Salemba Empat, Jakarta
Kusdi, 2009, Teori Organisasi dan
Administrasi,
Salemba Humanika, Jakarta
Larry Bossidy dan Ram Charan. 2012, Execution,
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
LPM-ITS, 2003, Laporan Akhir
Penyusunan
Rencana Manajemen Penanggulangan
Kebakaran, Surabaya
Nurjanah dkk, 2012, Manajemen Bencana,
Alfaneta, Bandung
Porter, Michael. 1996. "What is
Strategy?".
Harvard Business Review hal .61-79
_____________________
, 1997, Banishing
Bureaucracy : the Five Strategies
For Reiventing Government, Addison-Wesley
Publishing Company, Inc. New York
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, 2007, Manajemen Strategi,
Fakultas Ekonomi UI, Jakarta
Stephen R. Covey. 2012. The 4 Disciplines of
Execution. The Secret To Getting
Things Done, On Time, With
Excellence. Franklin Covey Publishing
Simatupang T.M.,
1995, Pemodelan Sistem.
Nindita , Klaten Allyn & Bacon, Boston
Sugandha
Dann, 1986, Manajemen Administrasi,
Sinar Baru, Bandung
_______ ,
1988, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak
Administrasi, Intermedia, Jakarta
Suprapto, 2009, Makalah Kajian Mengenai Koordinasi
Instansional Dalam Penanganan Kebakaran,
Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, Bandung
Susanto,A.B.et.al., 2008, Corperate Culture
: A Strategic Management Approuch, The Jakarta Consulting Group, Jakarta
Dokumen-dokumen
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,
tentang
Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang
Kebencanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 , tentang
Bangunan Gedung
Peraturan
Menteri Negara Pekerjaan Umum No.20
/KPTS/2009, tentang Ketentuan Teknis
Manajemen Penanggulangan
Kebakaran di Perkotaan
Peraturan
Menteri Negara Pekerjaan Umum No 26
Tahun 2008, tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran
pada Bangunan dan Lingkungan
Permendagri Nomor 69
Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 62 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pemerintahan
Dalam Negeri di
Kabupaten/Kota
Badan Perencanaan
Pembangunan Kota Surabaya,
Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) 2010-2015
Dinas
Kebakaran Kota Surabaya, Rencana Strategi
2010-2015
Dinas
Kebakaran Kota Surabaya, Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (Lakip), 2013
Unduhan
ppm-manajemen.ac.id/strategi-bersaing-dan-tantangan-pengimplementas...Rifani Budi
Kristanto
http://ppm-manajemen.ac.id/strategi-bersaing-dan
tantangan
noramaya.wordpress.com/2013/10/03/551/3
http://master-exselen.blogspot.com/2009/03/implementasi-strategis-penataan-staf.html
Pastikan bergabung kembali di Edisi berikutnya !
Edisi ke – 9
Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....