Jurnal Administrasi Kebakaran
Edisi ke -5
I.
Pengantar
Setiap ada kebakaran siapa yang
tidak tahu kalau PMK yang akan dihubungi. Dari anak-anak sampai usia tua, dari
profesi yang disegani sampai profesi kelas teri. Pokoknya semuanya tahu bahwa
institusi yang paling nyambung untuk
dihubungi adalah Institusi Pemadam Kebakaran (IPK). Begitu urgenya eksitensi
IPK sehingga setiap daerah kota/kabupaten siap atau tidak siap harus membentuk
IPK karena memang suatu kebutuhan yang
tidak boleh dipandang remeh dan merupakan wujud keharusan pemerintah dalam
memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara
lain adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Selanjutnya pasal 30 hasil amandemen yang kedua secara mendasar terdapat perubahan
besar terhadap kewajiban Negara dalam memberikan pelayanan bidang keamanan dan
ketertiban. Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi
kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu system pemerintahan, baik di
tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Sebagai kewajiban tugas dalam melaksanakan konstitusional ini,
jenis pelayanan bidang keamanan dan
ketertiban yang termasuk didalamnya
adalah pembinaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Pekerjaan Umum mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di
Perkotaan. Namun secara administrasi urusan kebakaran ada di Sub Dit
Kebencanaan Ditjen Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan pada
level provinsi ada di Biro Kesejahteraan Setda. Namun demikian sebagian besar
kalangan birokrasi masih menganggap IPK merupakan institusi yang dianaktirikan
bahkan telah diakui oleh banyak pihak bahwa IPK merupakan wadah pegawai
indisipliner yang bermasalah terkena kasus-kasus negative tertentu, atau dengan
kata lain (maaf : pegawai buangan). Kecuali bagi pegawai yang mendapat promosi
tingkat eselon yang lebih tinggi. Seringkali penulis pada saat silaturrohmi dengan teman-teman anggota
PMK yang ada di kabupaten/kota Jawa Timur atau bahkan teman-teman yang ada di
provinsi lain seperti IPK kota Medan Sumatera Utara, berpendapat bahwa sebagian
besar anggota PMK berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain yang trackrecord nya negatif. Fenomena ini menjadi eforia dan diduga karena masih
banyak SKPD lain yang memandang IPK sebelah mata, IPK hanya bertugas menyemprot
kebakaran saja tidak perlu seorang analis yang handal. Benarkah demikian ?
Seberapa banyak yang paham bahwa IPK adalah bagian dari administrasi
pemerintahan?
II.
Konsep Adminstrasi Pemerintahan
Pada saat mengikuti perkulihan di Lembaga
Administrasi Negara Bandung, seringkali para dosen dan guru besar berpesan dan
selalu mengulang-ulang bahwa hancurnya sebuah negara bukan karena peperangan
yang besar atau wabah penyakit menular, tapi semrawutnya sistem administrasi yang dijalankan. Sampai saat ini
banyak pihak yang masih memahami administrasi adalah kegiatan tata usaha
perkantoran, bahkan sebagian besar beranggapan bahwa administrasi itu berbeda
jauh dengan manajemen. Padahal sesungguhnya administrasi merupakan keseluruhan
proses yang menyangkut organisasi, manajemen, kebijakan, kepemimpinan, pengambilan
keputusan sampai dengan hubungan kemanusiaan. Tapi inti (core) dari administrasi adalah manajemen. Administrasi tidak saja
bersifat sempit, tetapi mencakup berbagai aspek yag luas, seperti yang
diutarakan oleh The Liang Gie, yaitu organisasi, manajemen, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan, pekerjaan kantor, tata hubungan, dan perwakilan. Selain
itu jika dikelompokkan berdasarkan kerja sama maka administrasi dibagi menjadi
tiga bidang, yaitu administrasi publik/pemerintahan (hubungan timbal balik negara
dan masyarakat), administrasi bisnis, dan administarsi kemasyarakatan.
Menurut Charles A. Beard tidak ada sesuatu hal
untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari Administrasi.
Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan sangat tergantung
atas kemampuan kita untuk membina dan mengembangkan suatu administrasi yang
mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern. Kemudian Sondang Siagian
mendefinisikan administrasi sebagai ”keseluruhan proses kerja sama antara dua
orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Ada beberapa hal yang terkandung dalam definisi di
atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui
hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi mempunyai
unsur-unsur tertentu, yaitu 1) adanya dua manusia atau lebih, 2) adanya tujuan
yang hendak dicapai, 3) adanya tugas atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan,
4) adanya peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas-tugas itu.
Ketiga, administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru
karena ia telah timbul bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia.
Administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui hanya permulaan
dari suatu kegiatan sedang kapan berakhirnya kegiatan itu sendiri tidak di
ketahui. Administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru
karena ia telah timbul bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia.
Tegasnya, administrasi sebagai ”seni” merupakan suatu social phenomenon.
Sampai dengan tahun 1886, manusia hanya mengenal
administrasi sebagai seni. Kemudian, pada tahun 1886 itu timbulah suatu ilmu
baru, yang sekarang ini dikenal dengan Ilmu Administrasi telah pula memiliki metode
analisisnya sendiri, sistematikanya sendiri, prinsip-prinsip, dalil-dalil serta
rumus-rumusnya sendiri. Sekarang ini administrasi dikenal sebagai suatu artistic science karena didalam
penerapannya ”seninya” masih tetap memegang peranan yang menentukan. Sebaliknya
seni Administrasi dikenal sebagai suatu scientific
art karena seni itu sudah didasarkan atas sekelompok prinsip-prinsip yang
telah teruji ”kebenarannya”. Bidang-bidang atau percabangan dari pembagian ilmu
administrasi dapat dibedakan secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal,
berarti penekananya pada sifat atau karakter dari kerja sama yang ada, dapat
dibagi-bagi ke dalam cabang-cabang 1) administrasi kenegaraan (public administration); 2) administrasi
perusahaan (business administration),
dan 3) administrasi kemasyarakatan (social
administration). Secara horizontal berarti melihat administrasi dilihat
dari aspek teknisnya/unsur-unsurnya. Kajian ilmu administrasi ini adalah aspek
teknis/unsur-unsur administrasi yang mencapkup 1) organisasi. 2) manajemen, 2)
kepegawaian, 4) keuangan, 5) perlengkapan, 6) pekerjaan kantor, 7) tata
hubungan/komunikasi, dan 8) perwakilan/public
relation. Sulit bagi kita membuat rumusan (definisi) yang singkat tentang
Administrasi Negara/Pemerintah, untuk itu para ahli berusaha mencoba
mengatasinya dengan mendeskrisipkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam praktik
Administrasi Negara yang berfokus pada aktivitas administrator dalam
melaksanakan kebijakan pemerintah/negara demi tercapainya tujuan yang mulai
yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah harus
membentuk perangkat yang menjalankan amanat sebagaimana salah satu point yang
tercantum dalam alenia ke – 4 pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi serta mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Adapun perangkat-perangkat ini dalam tataran pemerintah
pusat bisa dalam bentuk kementerian atau lembaga lain yang bersifat tetap
maupun adhoc. Sedangkan dalam tataran
daerah provinsi maupun kabupaten/kota bisa dalam bentuk Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah
masing-masing. Semua SKPD ini harus bersinergi dan koordinatif. Disinilah
sesungguhnya Rohnya administrasi pemerintahan adalah koordinasi, sehingga
beberapa ahli administrasi Amerika Serikat seperti phettrus and Pfiffner pada
tahun 60- an berpendapat bahwa administrasi adalah koordinasi yang dilakukan
oleh pejabat terkait. Dari beberapa penjelasan tersebut maka dari sudut pandang
penulis administrasi memang berpangkal dari kegiatan koordinasi itu sendiri,
walaupun beberapa ahli lain bidang manajemen menyatakan bahwa koordinasi itu
bagian dari fungsi manajemen. Namun dilihat dari sudut pandang pemerintahan
maka makin jelas bahwa hancurnya sebuah Negara maupun daerah bukan karena
perang atau wabah penyakit yang luar biasa, akan tetapi koordinasi yang
semrawut, kurang harmonis (hot issue
yang ngetren akhir-akhir ini) antara
kementerian/lembaga lain/SKPD terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan.
III.
Koordinasi dan Sinergitas Dalam
Pemerintahan
Pengertian Koordinasi berasal dari kata bahasa Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu adanya
koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang datar, yang dapat
diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat tertentu. Namun demikian
pengertian koordinasi jauh mempunyai makna yang luas. Pengertian
administrasi dalam kaitan dengan koordinasi adalah seluruh proses kegiatan
penetapan dan pencapaian tujuan dengan menggunakan sumber-sumbernya yang
tersedia secara efisien, bersama-sama dan melalui orang-orang yang
terkoordinasi dengan menerapkan PEOPLE (planing, executing, organising,
persuading, leading, evaluating). Hubungan koordinasi dengan sistem fungsi
administrasi dapat digambarkan dan dijelaskan bahwa sebagai tugas utama atau
inti kegiatan administrator adalah menetapkan tujuan. Setelah itu
mengkoordinasikan seluruh potensi organisasinya melalui fungsi-fungsi lainnya,
dengan melakukan komunikasi, penelitian, dan melakukan pendekatan kemanusiaan
(Sugandha, 1991). Jadi setiap fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan selalu harus dilakukan koordinasi
sehingga pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dapat terselenggara secara terarah
dan terpadu serta menjamin tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan.
Kemudian pendapat lain dikemukakan oleh
Koontz dalam Handoko (1997) yang mengemukakan bahwa koordinasi adalah inti
manajemen, yang bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan upaya berbagai individu
kearah tercapainya tujuan kelompok. Di dalam administrasi, koordinasi
bersangkutpaut dengan penyerasian serta penyatuan tindakan dari sekelompok
orang (William H. Newman). Koordinasi adalah penyerasian yang teratur
usaha-usaha untuk menyiapkan jumlah yang cocok menurut mestinya, waktu dan
pengarahan pelaksanaan hingga menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan
terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan. (george R. Terry).
Dalam mewujudkan keserasian dan keharmonisan penyelenggarakan administrasi pemerintahan
sering terdengar kata-kata sinergi yang keluar sengaja atau tidak sengaja dalam
diskusi, rapat koordinasi atau pertemuan lain yang bersifat formal seperti Training
and Motivation, Coaching and Counseling, Reinforcement. Para pimpinan structural
dalam organisasi public sering melontarkan kata “SINERGI” (Synergy). “Semua
harus sinergi kalau ingin mencapai tujuan”, “Kalau tidak sinergi bagaimana bisa
menerapkan strategi”. Itulah beberapa statement mengenai Sinergi yang terdengar dalam setiap rapat
koordinasi.
Sinergi adalah
bentuk Kerjasama Win-win solution yang
dihasilkan melalui kolaborasi masing-masing pihak tanpa adanya perasaan kalah.
Menurut Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People,
jika 1 + 1 = 3, maka itulah yang disebut “Synergy”. Sinergi
adalah saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai hasil lebih besar
daripada jumlah bagian per bagian. Lebih lanjut menurut Hampden-Turner (1990) menyatakan
bahwa aktivitas sinergi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai
aktivitas, yang berjalan bersama sehingga menciptakan sesuatu yang baru. Sinergi
merupakan hasil dari suatu relasi dialogik antara berbagai sumber pengetahuan
yang berbeda, dan merupakan suatu proses yang mengakumulasikan berbagai macam
pengetahuan. Kemudian Hartanto (1996) menyatakan sinergi adalah suatu gagasan
baru, yang terbentuk dari berbagai macam gagasan yang diajukan oleh banyak
pihak hingga menghasilkan suatu gagasan baru, yang dilandasi oleh pola pikir
atau konsep yang baru. Dalam setiap kelompok kerja organisasi, kualitas sinergi
yang efektif pada hakekatnya adalah hasil dari suatu proses perpaduan dari
cara-cara bagaimana mengatasi masalah dan perpaduan gagasan yang dijalankan
oleh pihak-pihak yang saling percaya dan bersikap saling mendukung menghasilkan
suatu gagasan baru yang benar-benar memberikan kepuasan secara intrinsik bagi
semua belah pihak. Bersinergi bertujuan memadukan
bagian-bagian yang terpisah. Namun demikian bersinergi tidak selamanya
berjalan baik, sebab pada konteks administrasi pemerintahan salah satu masalah dalam sinergi menurut (LAN 2011), tercermin dari koodinasi
yang lemah secara vertikal karena gubernur, bupati serta wali kota tidak lagi
ditentukan dari pusat. Melalui proses demokrasi, rakyat pemilihlah yang
menentukan. Mereka yang menduduki jabatan presiden, gubernur, bupati dan wali
kota bisa berasal dari partai yang berbeda.
Oleh karena itu dapat dijelaskan
bahwa landasan teori penguatan koordinasi dan sinergi dalam adminstrasi pemerintahan
mengacu pada konsep “togetherness,
creating and sustaining performance”, sedangkan prinsip yang dikembangkan
mengacu pada prinsip dasar kompetisi yang bertumpu pada perkembangan lingkungan
strategis. Dalam istilah manajemen, sinergi diartikan bersaing dengan
lebih baik dari yang diharapkan untuk meraih kebersamaan (togetherness). Dengan demikian, maka
secara langsung koordinasi dan sinergi dalam kemitraan kerja antara pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha akan tumbuh
menjadi wadah sinergi yang efisien, berkualitas, fleksibel dan inovatif.
IV.
Urgensi Institusi Pemadam
Kebakaran (IPK)
Chester I. Barnard, berpendapat bahwa organisasi adalah “suatu
system tentang aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau lebih sesuatu
yang tak berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal
hubungan-hubungan”. Sedangkan menurut Harleigh Trecker, organisasi adalah
“perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling
berhubungan dari instansi menjadi suatu keseluruhan yang bekerja”. Selanjutnya
John M.Pfiffner & S.Owen Lane, menyatakan bahwa “organisasi adalah proses
menggabungkan pekerjaan yang orang-orang atau kelompok-kelompok harus melakukan
dengan kekuasaan yang diperlukan untuk pelaksanaannya, sehingga
kewajiban-kewajiban yang dilaksanakan demikian itu memberikan saluran-saluran
terbaik bagi penyelenggara usaha yang efisien, teratur, positif dan
terkoordinasi”.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, namun tiap
definisi tersebut dapat dipelajari dengan seksama, dan dapat disimpulkan bahwa
ternyata dapat dikelompokkan menjadi tiga pokok, yaitu :
1.
Organisasi
adalah kumpulan orang-orang;
2.
Organisasi
adalah proses pembagian kerja;
3.
Organisasi
adalah system kerja sama, system hubungan atau system sosial.
Dari kesimpulan
tersebut, The Liang Gie menyatakan :”Organisasi bukan sekedar kumpulan orang
dan bukan hanya sekedar pembagian kerja, karena pembagian kerja hanyalah salah
satu azas organisasi. Untuk pengertian organisasi yang berarti pembagian kerja
lebih tepat dinamakan pengorganisasian (organizing).
Pengorganisasian atau pembagian
kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam mencapai tujuan
masyarakat adil, makmur, sejahterah dan
aman diperlukan kelembagaan /institusi. Dalam tataran pemerintah pusat
dibentuklah lembaga kementerian atau non kementerian. Sedangkan di pemerintah
daerah dibentuklah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Masing-masing untuk
mencapai tujuan yang diharapkan ini diarahkan pada sasaran yang terencana dalam
bentuk rencana strategis dan kebijakan umum anggaran. Pada SKPD IPK walaupun bentuk nomenklaturnya di tiap daerah bervariasi
(ada yang tingkat Seksi, UPTD, Bidang, serta salah satu bagian/unit atau
keseluruhan dari SKPD) namun tugas pokok dan fungsinya sama yaitu memberikan
pelayanan kebakaran dengan slogan ”PANTANG PULANG SEBELUM PADAM”. Kebutuhan
konkrit sangat terasa pada saat masyarakat dan pemerintah benar-benar mengalami
dan menyaksikan bencana kebakaran di depan mata sendiri.
Seperti diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu
hal yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh siapapun. Kebakaran membuat segala
yang telah kita bangun selama bertahun-tahun rusak dan musnah dalam sekejap. Apalagi
kebakaran di permukiman padat merupakan bencana yang cukup ditakuti oleh
masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana saja tanpa mengenal waktu dan tempat.
Bahkan peristiwa kebakaran semakin hari semakin meningkat baik dari segi
kuantitas maupun kualitas berbanding sejajar dengan perkembangan dinamika
kebutuhan masyarakat, selain itu setiap kebakaran selalu berakibat buruk
terhadap kerugian baik harta maupun jiwa serta terganggunya kegiatan ekonomi,
lingkungan dan ketenangan masyarakat. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak
yang terjadi korban atau kerugian material yang harus ditanggung karena musibah
tersebut. Belum lagi kerugian-kerugian yang bersifat non material yang tentu
saja tidak bisa digantikan dengan apapun juga. Terkait dengan bahaya kebakaran di permukiman padat, maka
urgensi IPK ini makin menjadi perhatian utama karena persoalan-persoalan
seperti :
1.
Bertambahnya kawasan permukiman padat huni dan padat bangunan
(termasuk bangunan apartemen hunian);
- Bertambah luasnya kawasan kumuh di berbagai wilayah di daerah
perkotaan. Ketersediaan lahan permukiman yang tidak mencukupi
mengakibatkan masyarakat berpenghasilan rendah umumnya memanfaatkan
lahanlahan yang ada walaupun mengesampingkan aspek perijinan dan aspek
keselamatan;
- Karakteristik lingkungan permukiman padat / kumuh yang
seringkali tidak menyediakan lahan (jalur mobil dengan lebar dan
ketinggian yang memadai, fasilitas belokan, dsb) dan perkerasan yang cukup
sehingga mobil pemadam kebakaran kesulitan untuk masuk dan menjangkau
sumber api;
- Jarak antar bangunan yang relatif berdekatan serta penggunaan
bahan bangunan dari bahan – bahan yang sangat mudah terbakar menjadikan
lingkungan padat / kumuh memiliki potensi bahaya yang sangat tinggi;
- Sumber air yang sulit diperoleh, tidak tersedia hidran ataupun
instalasi penunjang lainnya.
Semua persoalan tersebut perlu diantisipasi sebelum terjadi kebakaran,
sehingga sudah menjadi kaharusan pemerintah dalam memberikan perlindungan rasa
aman kepada masyarakat membentuk sebuah Institusi Pemadam Kebakaran (IPK).
V.
IPK Dalam Perspektif Administrasi
Pemerintahan
Kehadiran
IPK dalam pemerintahan sudah merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi.
Bayangkan bila terjadi kebakaran di sebuah permukiman padat lalu semua pihak
diam dan bisu, tidak ada yang memadamkan api. Siapa yang akan menerima celaan,
demo, protes, dan unjuk rasa. Tentu saja pemerintah yang dinilai gagal dalam
memberikan perlindungan rasa
aman kepada masyarakat. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan rasa aman dari
kebakaran merupakan ukuran perlu tidaknya dibentuk IPK. Dari sinilah kehadiran
IPK adalah bagian tak terpisahkan dengan lembaga kementerian/non
kementerian/SKPD lain. Apalagi tugas-tugas IPK saat ini dituntut lebih
profesional. Sejalan dengan peran serta masyarakat yang menjadi harapan IPK,
maka peran koordinasi antar Instansi terkait juga harus menjadi perhatian
serius karena dari sinilah fungsi administrasi pemerintah berjalan dengan baik
atau tidak. Keterlibatan instansi terkait satu-satunya dilakukan lewat
koordinasi pelaksanaan tugas yang diwujudkan dalam Prosedur Tetap (PROTAP).
Esensi dari protap adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan
keterlibatan antar instansi adalah untuk menjamin efektivitas penanganan yang
sinergis dan mendukung akuntabilitas pelayanan kebakaran serta tercipta
tanggung jawab bersama dalam mendukung program-program Pemerintah. Cara pandang
seperti ini adalah suatu wujud kualitas terselengggarakanya roda pemerintahan
dalam satu kasus penanganan kebakaran. Tujuannya adalah agar tercipta tanggung
jawab bersama dalam mendukung program-program
pemerintah. Instansi terkait seperti : Camat dan Lurah, Dinas Kesehatan,
Jajaran TNI, PDAM, Perusahaan Gas Negara, Badan SAR, Dinas Sosial, Polisi, Linmas, PLN dan PMI yang sering
terlihat di lokasi kebakaran merupakan wujud kualitas kerja sama yang
terkoordinatif dalam menjalankan fungsi
administrasi pemerintahan.
TABEL 1
FUNGSI KOORDINASI INSTANSIONAL PENANGANAN KEBAKARAN
No
|
Instansi
|
Pencghn
|
Pemadmn
|
Rescu
|
1
|
IPK
|
√
|
√
|
√
|
2
|
Bappeko
|
|||
3
|
Dinas
Perhubungan / SAR
|
√
|
√
|
|
4
|
Dinas Cipta
Karya Tata Ruang
|
√
|
||
5
|
Dinas Sosial
|
√
|
||
6
|
Dinas
Kesehatan & PMI
|
√
|
||
7
|
Dinas Perdag
& Perindustrian
|
√
|
||
8
|
Dinas Tenaga
Kerja
|
√
|
||
9
|
Satpol PP
|
√
|
√
|
|
10
|
Din.
Kebersihan/Pertamanan
|
√
|
||
11
|
BaKesbang
Linmas
|
√
|
||
13
|
PLN & PN. GAS
|
√
|
√
|
|
14
|
PDAM
|
√
|
||
15
|
Kepolisian /
TNI
|
√
|
√
|
|
16
|
Satkorlak /
BPBD
|
√
|
||
17
|
BMG /
Bakosurtanal
|
√
|
||
18
|
Lurah / Camat
|
√
|
√
|
Sumber : Hasil pengamatan penulis
Kondisi kualitas fungsi koordinasi antar instansi terkait pada tabel tersebut
merupakan wujud IPK sebagai bagian tak terpisahkan dengan instansi lainya. Ini
menunjukkan bahwa dalam perspektif administrasi pemerintahan, predikat IPK sebagai
institusi buangan yang dianak tirikan sudah berlalu. Bagi pihak yang masih
menganggap IPK adalah institusi buangan maka pihak tersebut harus belajar
memahami administrasi pemerintahan. Perkembangan akhir-akhir ini menuntut agar IPK melakukan pula tugas-tugas
penyelamatan (rescue) terhadap
bencana umum lainnya, serta penanganan benda berbahaya dan beracun (B3),
membuat IPK makin komplek tugasnya sebagai Fire
and SAR Squad, makin dibutuhkan masyarakat dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam administrasi pemerintahan. Bagaimanapun kalau tujuan yang
ingin dicapai IPK terwujud maka otomatis tujuan pemerintah juga terwujud dalam
memberikan pelayanan rasa aman kepada masyarakat. Namun sebaliknya kalau tugas
tugas IPK dinilai masyarakat kurang efektif maka tugas-tugas pemerintahan umum
juga dinyatakan kurang berhasil. Esensinya adalah apapun yang menjadi tugas IPK
adalah tugas-tugas pemerintah. Baik buruknya pelayanan IPK kepada masyarakat
adalah juga baik buruknya pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Referensi : Man, Amy G.,ed., Institution Building: A Reader,
Pasitam, Indiana University, Blomington, 1975. Ndraha, Taliziduhu, Teori
budaya Organisasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005. Siffin, William J.,
The
Institution Building perpekstive: Properties Problem and Promise,
Indiana University, Blomington, 1969. Sugandha Dann, Manajemen Administrasi,
Sinar Baru, Bandung 1986. _______ , Koordinasi Alat Pemersatu Gerak
Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988._______ , Sistem Pemerintahan dan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia, Parahyangan, Bandung ,1995. Suprapto, Makalah Kajian Mengenai
Koordinasi Instansional Dalam Penanganan Kebakaran, Pusat Litbang
Permukiman Dep. PU, 2009. Suradinata Ermaya, Konsepsi Kesisteman dan Perancang
Organisasi, Pusat Manajemen
Hankam, jakarta 1994.
Pastikan bergabung
kembali di Edisi berikutnya !
Edisi ke – 6
Kunjungi
selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com