Pages

Blogger news

SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BAHAN-BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Senin, 07 September 2015

SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA
BAHAN-BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

 Jurnal Administrasi Kebakaran
Edisi ke -6

Oleh :
Dr. Muchamad Nurtam, M.Si




I.                   PENDAHULUAN

Sebagai  Kota yang sukses menyelenggarakan konferensi walikota se Asia tahun 2012 dan APEC tahun 2013, Surabaya masih banyak dijumpai permukiman yang  padat dan pasar tradisional dengan akselerasi jalan yang sempit, penyalagunaan fungsi brandgang yang secara teknis masih jauh dari keamanan bahaya kebakaran, gedung-gedung tinggi, bangunan rumah sakit, bangunan-bangunan universitas yang bertingkat, komplek pertokoan/mall, gudang/ruangan farmasi, dan bangunan laboratorium kimia/fisika/kesehatan  yang sebagian besar kurang memenuhi persyaratan proteksi dan berpotensi menjadi ancaman serius bencana kebakaran.
Untuk mencegah, mengeliminasi dan meminimasi terjadinya kebakaran, pemerintah telah membuat  kebijakan umum  dengan sasaran :
1.     Arah , difokuskan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran;
2.     Kebijakan, konsentrasi pada pelayanan kebakaran untuk  peningkatan akselerasi unit pemadam kebakaran  tiba di lokasi bencana kebakaran sekitar 15 menit.
Penyusunan kebijakan pada dasarnya merupakan bagian upaya pencapaian Visi, misi, tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam rencana strategis dan prioritas jangka pendek selama 1 (satu) tahun. Srategi dan prioritas ini merupakan instrumen bagi masyarakat untuk menilai Institusi Pemadam Kebakaran (IPK) dapat tiba di lokasi kebakaran secara cepat tidak lebih dari 15 menit sejak berita kebakaran diterima.
Masalahnya apakah masyarakat mampu bertahan dan menunggu sampai dengan 15 menit. Bagaimana dengan permukiman padat non permanen, bagaimana dengan pasar tradisional yang ruwet penataan ruangnya, bagaimana dengan gedung yang bertingkat, bagaimana dengan kompleks pertokoan/mall, bagaimana dengan bangunan rumah sakit, gudang farmasi, atau bagaimana kalau yang terbakar itu gedung/ruangan laboratorium kimia, fisika, atau laboratorium kesehatan?  Ngeri untuk dibayangkan bila terjadi kebakaran sungguhan, karena bahan-bahan di laboratorium banyak mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap dalam hitungan detik. Tentunya semua pihak tidak berharap sekali, namun banyak kenyataan bahwa aspek proteksi kebakaran belum menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena patut mulai dipertimbangkan urgensi  proteksi kebakaran pada B3.

II.        KONSEP API, KEBAKARAN DAN SISTEM PROTEKSI  PADA B3

2.1            Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Hampir sebagian besar kasus kecelakaan kerja bersumber dari human eror. bukan disebabkan oleh kasus seperti kerusakan instalasi teknis dan peralatan. Human Eror terjadi akibat kesenjangan antara pengetahuan tentang risiko B3 dan ketidakpahaman tentang reaksi kimia menjadi  peranan penting. Kecelakaan tidak jarang terjadi karena sikap dan perilaku pegawai laboratorium yang  membahayakan keselamatan jiwa. Beberapa regulasi pusat maupun daerah, prosedur/tata kerja yang mengatur penanganan bahan kimia dan peralatan berbahaya telah sebagian diketahui oleh masyarakat, namun yang lebih penting adalah menanamkan kepedulian terhadap keselamatan berdasarkan pada dasar-dasar ilmu kimia agar terhindar dari  kecelakaan di laboratorium. Untuk itu perlu menjadi perhatian khusus agar dapat mengingat sejenak bahwa penggunaan bahan kimia disatu sisi sangat menguntungkan tetapi disisi lain sangat berbahaya bagi manusia maupun lingkungan apabila terjadi human eror dalam penggunaanya, sehingga setiap petugas laboratorium kimia sebaiknya tahu dan mamahami B3 yang berbahaya.
Dalam B3 mengandung konsep bahan kimia yang berbahaya dan bahan kimia yang beracun. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia atau zat tunggal maupun campuran bersifat mudah terbakar, mudah meledak, bersifat toksin, korosif, dapat menyebabkan iritasi, sensitisasi serta luka atau sakit pada saat penanganan atau penggunaan bahan tersebut yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja. Sedangkan bahan beracun adalah bahan kimia yang dalam keadaan normal atau kecelakaan dapat membahayakan lingkungan sekitarnya.
Adapun factor yang menyebabkan terjadinya bahaya kimia dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Sifat fisik bahan, seperti : bahan kimia yang berbentuk partikel dan non partikel;
  2. Sifat kimia bahan, seperti : jenis persenyawaan, besar molekul, kadar, derajat dan jenis kelarutan;
  3. Akses bahan kimia kedalam tubuh manusia, melalui : pernafasan, melekat tenggorokan, tertelan dan mengendap di permukaan kulit;
  4. Human factor, antara lain : umur, kebiasaan/perilaku, tingkat resistensi dan tingkat kesehatan.
Mengatasi bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia, tidak boleh ragu-ragu. Pengetahuan dasar mengenai sifat bahan yang dihadapi harus diketahui dan dipahami secara benar dan siaga tanggap darurat penanggulangan secara dini harus diterapkan tanpa perlu banyak pertimbangan yang memakan waktu.
            Kurang lebih ribuan jenis B3 yang ada di dunia ini, namun bila dikaitkan dengan bencana kebakaran maka dapat digolongkan menjadi beberapa bagian , yaitu :
  1. Bahan peledak (Eksplosif materials);
  2. Bahan mudah terbakar (Flamable materials);
  3. Bahan oksidator (Oksidizing agent);
  4. Bahan yang mudah meledak dan terbakar karena air (water sensitive fire and eksplosion hazards);
  5. Gas bertekanan ( Compressed gas);
  6. Bahan beracun (Toxic hazards);
  7. Bahan korosif (Corrosive materials).

2.1.1        Bahan peledak (Eksplosif Materials)
Bahan kimia  berbahaya mudah meledak adalah bahan kimia yang karena pengaruh tertentu seperti panas, benturan atau pencampuran dengan bahan kimia lain dapat menimbulkan peledakan. Peledakan terjadi karena adanya reaksi penguraian yang cepat dengan membebaskan gas atau panas yang banyak sekali sehingga terjadi tekanan hebat terhadap udara sekitarnya. Contoh bahan kimia ini adalah dinamit, blasting gelatino, formaldehyde dan diamino diphenylamine.

2.1.2        Bahan mudah terbakar (Flamable Materials)
Bahan kimia berbahaya mudah menyala dan terbakar adalah bahan kimia yang apabila berkontak dengan oksigen dan api akan mudah menimbulkan nyala api atau kebakaran. Nyala atau kebakaran dapat terjadi lebih ngeri apabila didahului dengan pemanasan. Pada umumnya bahan dalam bentuk gas akan lebih mudah terbakar bila dibandingkan dengan bentuk padat atau cair. Contoh bahan kimia ini adalah methanol, amoniak, asotilen, garam azo dan naphthol, pentaerythritol, cyclohexanone, gas alam, nitrosellulose, formaldehyde, vinyl chloride monomer, styrene monomer, sulfur (padat/leburan), larutan resi dalam air dan methyl methacrylate monomer.

2.1.3    Bahan oksidator (Oksidizing agent)
           
Bahan kimia berbahaya berupa oksidator adalah bahan kimia yang merupakan sumber oksigen yang dapat dihasilkan tanpa adanya udara. Beberapa bahan kimia memerlukan panas sebelum mengeluarkan oksigen, tetapi ada juga yang mengeluarkan panas yang banyak pada suhu ruangan tertentu. Oleh karena tingkat sensitive kebakaran bila bercampur dengan zat lain, maka penempatan bahan kimia ini harus terpisah dari zat lain. Contoh bahan kimia ini adalah calcium hyphochlorit, asam sendawa, barium magnesium dan strontium oksida/paroksida, natrium hyphochlorit, ammonium nitrat, dinitrotoluene, dan natrium nitrat.

2.1.3        Bahan yang mudah meledak dan terbakar karena air (water sensitive fire and eksplosion hazards)
Bahan kimia ini bila terkena air, uap atau larutan yang mengandung air akan mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar atau mudah meledak. Contoh bahan kimia ini adalah lithium, sodium, potassium, calcium, anhidrit asam, asam pekat dan alkali pekat.
2.1.4        Gas bertekanan ( Compressed gas)
Terdapat beberapa bahan kimia yang disimpan atau dibawa dalam suatu kemasan yang bertekanan tinggi. Bahaya yang dapat terjadi adalah kebocoran atau meledaknya bahan tersebut karena tempat penyimpananya rusak atau bocor. Kerusakan atau penyimpanan tersebut karena suhu tinggi, benturan, getaran atau adanya peledakan disekitar tempat penyimpanan. Contoh bahan kimia ini adalah oksigen, nitrogen, emoniak gas alam dan carbon dioksida.
2.1.5        Bahan beracun (Toxic hazards)
Bahan beracun adalah bahan kimia yang dalam keadaan normal atau kecelakaan dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Zat-zat ini dapat masuk kedalam tubuh melalui jalan pernafasan, kulit, pencernaan yang selanjutnya akan bergerak dan merusak organ-organ tubuh lainya seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan susunan saraf pusat. Contoh bahan kimia ini adalah asam chloride, asam sulfat, oleum, natrium hydrosida, aneka ragam pestisida dan nitrogen oksida.
2.1.7    Bahan korosif (Corrosive materials).
            Bahan kimia yang bersifat korosif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan hidup atau bahan-bahan yang dapat memakan bahan-bahan tertentu termasuk jaringan tubuh manusia. Apabila kulit kontak dengan bahan ini akan terbakar dan luka. Apabila tertelan akan menimbulkan kerusakan yang parah pada mulut, tenggorokkan dan lambung. Contoh bahan kimia ini adalah chlorine, asam sulfat, asam chloride, oleum, natrium hydroksida/silicat, natrium/kalium peroksida, sulfur oksida, natrium sulfide, natrium karbonat, chlor, acetic/phtalic/maleic anhydride, hydrogen sulfide. Phosphoric acid, sulfur trioksida dan methacrylimacil.

2.2      Api dan Kebakaran
Kecil bersahabat besar penjahat, itulah api ketika bersahabat banyak sekali manfaat yang didapat. Mulai memasak, penerangan, mengusir hawa dingin,  mengusir binatang buas dan membantu jalannya proses produksi. Tapi kalau sudah menjadi penjahat api dapat tidak terkendali sampai akhirnya terjadi kebakaran yang dapat menelan korban jiwa, harta dan kerusakan lingkungan. Jarang sekali ditemukan api yang langsung menjadi besar kecuali terjadi ledakan bom dan kebocoran gas elpiji. Awal terjadinya api melalui proses kimiawi bertemunya unsur panas, oksigen dan gas bahan bakar. Teori inilah yang sering dikenal dengan Segi Tiga Api. Dalam modul Pengembangan SDM Pemadam Kebakaran oleh Dirjenpum Kemendagri (2005 : 12), dijelaskan bahwa kebakaran terjadi karena adanya tiga factor yaitu :  bahan bakar, sumber panas dan oksigen.
Bahan bakar dapat ditemukan dalam salah  satu bentuk bahan atau materi padat, cair, atau gas. Hanya gas saja yang bisa terbakar. Awal pembakaran bahan bakar cair atau padat memerlukan perubahan bahan bakar tersebut ke bentuk gas dengan cara pemanasan. Gas bahan bakar yang padat melalui pirolus, yaitu dekomposisi kimiawi suatu zat karena tindakan panas. Selanjutnya gas bahan bakar elpiji terbentuk dari cairan melalui penguapan. Proses ini sama untuk air yang menguap karena mendidih atau air dalam wadah yang menguap karena sinar matahari. Pada kedua kasus, panas menyebabkan cairan menguap. Pada umumnya proses penguapan bahan bakar cair memerlukan panas lebih sedikit dari pada proses pirolisis bahan bakar padat. Hal ini penting menjadi perhatian para petugas laboratorium karena dapat memungkinkan penyalaan kembali yang sangat besar. Dari kedua sifat bahan bakar tersebut, bahan bakar gas adalah yang paling bahaya,  karena sudah berada pada kondisi alami yang diperlukan untuk suatu penyalaan, tidak lagi diperlukan pirolisis atau penguapan untuk menyiapkan bahan bakar tersebut. Namun demikian masih perlu sumber panas yang memadai. Sumber panas dapat dihasilkan oleh beberapa hal seperti :
  1. Sumber api terbuka yaitu penggunaan api yang langsung dalam beraktivitas;
  2. Listrik Dinamis yaitu panas yang berlebihan dari sistem peralatan listrik;
  3. Listrik Statis yaitu panas yang berakibat loncatan ion negatif dengan ion positif; 
  4. Mekanik yaitu panas yang ditimbulkan akibat gesekan/benturan benda;.
  5. Kimia yaitu panas yang timbul akibat reaksi kimia.
Selain bahan bakar dan sumber panas tersebut, masih diperlukan satu unsur lagi bila api akan terbentuk, yaitu oksigen. Oksigen sendiri harus membutuhkan diatas 10% kandungan oksigen di udara yang diperlukan untuk memungkinkan terjadinya proses pembakaran. Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur tersebut saling bereaksi satu dengan lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur tersebut, api mustahil dapat tercipta. Bahkan masih ada unsur keempat yaitu reaksi berantai pembakaran  terus menerus sampai salah satu unsur api terputus/terpisah. Keempat unsur  api tersebut sering dikenal dengan istilah tetrahedron api, sehingga menjadi titik awal berkembangnya ilmu kebakaran yang terfokus pada pengembangan klasifikasi kebakaran, cara/taktik pemadaman kebakaran serta merancang proteksi yang handal.
            Berdasarkan pada jenis barang yang terbakar, terdapat beberapa klasifikasi kebakaran yang bertujuan untuk memudahkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pemahaman ini akan dapat membantu dan diperlukan dalam peningkatan teknik, strategi dan pengembangan media/ bahan pemadam yang efektif. Selama ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih familier mengenal klasifikasi kebakaran dengan standard National Fire Protection Association (NFPA). Sebuah lembaga swasta bidang pencegahan kebakaran di Amerika Serikat. Adapun klasifikasi kebakaran menurut NFPA adalah sebagai berikut :
Ø  Kelas A : Benda padat seperti kertas, kayu, plastik, karet, kain, dsb. 
Ø  Kelas B : Benda cair seperti mInyak tanah, bensin, solar, tinner, gas elpiji, dsb. 
Ø  Kelas C : Kebakaran listrik, travo, kabel/konsleting arus listriknya. 
Ø  Kelas D : Kebakaran khusus seperti Besi, aluminium, konstruksi baja.
Sedangkan menurut Permenpu No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,  selain kelas A, B, C, D menurut NFPA, ditambah lagi satu kelas yaitu Kelas “K”, merupakan  kebakaran yang bersumber dari minyak untuk memasak (hewani dan nabati).
Dari filosofis segi tiga api dan klasifikasi kebakaran tersebut, sangat bermanfaat untuk menentukan system proteksi kebakaran yang handal terutama dalam menciptakan keamanan dan keselamatan petugas gudang/ruangan laboratorium kimia.

2.3      Sistem Proteksi Kebakaran B3
            Kegiatan di laboratorium jelas tak bisa lepas dari kemungkinan kecelakaan kerja, bahaya yang sering terjadi adalah kebakaran. Aspek bahaya ini menjadikan petugas laboratorium akan membuat dan menciptakan suatu system keselamatan kerja. Selain itu perlu dipahami pula bagaimana proses terjadinya kebakaran, bahan-bahan kimia apa saja yang mudah terbakar serta bagaimana cara penanggulangannya secara benar. Aspek proteksi sudah bukan merupakan paksaan yang harus dijalankan oleh petugas, namun harus menjadi budaya yang mengakar sebagai kebutuhan dasar akan keselamatan kerja.
Ada perbedaan mendasar antara proteksi dan pencegahan. Kedua hal ini memang berhubungan, namun berbeda. Dari perspektif pencegahan kebakaran, dianggap bahwa sebuah insiden dapat terjadi dan diupayakan agar tidak terjadi. Sistem proteksi beranggapan bahwa sesuatu insiden telah terjadi dan dengan menggunakan taktik dan strategi, serta mengkoordinasikan sumber daya, dampak insiden kepada jiwa manusia dan properti akan dapat diminimalisasi melalui proteksi pasif, aktif dan pengendalian. Dalam konteks kebencanaan, maka konsep ini dianalogikan dengan mitigasi dan pengurangan resiko. Dalam konsep manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka konsep ini dianalogikan dengan manajemen resiko Hazard Identification Risk Assessment  Risk Control (HIRARC).

2.3.1    Proteksi Pasif
            Berpedoman pada pasal 17, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa  pengamanan bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif meliputi : stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Sedangkan menurut Permenpu No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,  disebutkan bahwa sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan.
Dari beberapa pengertian tersebut maka konsep proteksi pasif pada bangunan laboratorium/gudang kimia dapat dioperasionalkan sebagai sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi, proteksi penyulutan awal, proteksi bukaan, proteksi pengeringan, proteksi pendinginan serta proteksi lokasi.
2.3.2    Proteksi Aktif
Berpedoman pada pasal 17, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa  proteksi aktif meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap dan sarana penyelamatan kebakaran. Sedangkan menurut Permen Pu No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,  disebutkab bahwa Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
Dari beberapa pengertian tersebut maka konsep proteksi aktif pada bangunan laboratorium/gudang kimia dapat dioperasionalkan sebagai sistem proteksi kebakaran yang meliputi sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis gas pada springkler, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
2.3.3    Pengawasan dan Pengendalian
Mengacu pada Permen Pu No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,  disebut bahwa Pengawasan dan pengendalian adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak terkait dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap perencanaan pembangunan bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungannya.
Dari pengertian tersebut maka konsep pengawasan dan pengendalian pada bangunan laboratorium/gudang kimia dapat dioperasionalkan sebagai  upaya yang perlu dilakukan oleh manajemen dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian rencana kebutuhan bahan kimia, penyimpanan bahan kimia, kegiatan/praktek penggunaan bahan kimia, proteksi pasif dan aktif sampai dengan setelah terjadi kebakaran pada suatu bangunan laboratorium/gudang kimia dan sekitarnya.

3                MANAJEMEN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA B3
Berpedoman pada Permen Pu No. 20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan dijelaskan bahwa Manajemen Proteksi Kebakaran (MPK) merupakan segala upaya yang menyangkut sistem organisasi, personil, sarana dan prasarana serta tata laksana untuk mencegah, mengeliminasi serta meminimalisasi dampak kebakaran di bangunan gedung. Pengaturan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesiapan, kesigapan dan keberdayaan masyarakat, pengelola gedung serta dinas terkait dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran. 
Dalam konteks untuk memproteksi dan memitigasi bangunan laboratorium, maka Manajemen Sistem Proteksi Kebakaran (MPK) ini dapat diartikan segala upaya yang menyangkut sistem organisasi, personil, sarana dan prasarana serta tata laksana untuk mencegah, mengeliminasi serta meminimalisasi dampak kebakaran di Laboratorium.
3.1          Manajemen Proteksi Pasif B3
Sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan. Dari konsep ini maka dapat dirinci dan dijelaskan mengenai pengaturan dan penggunaan bahan kimia dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
3.1.1    Proteksi  Penyulutan awal
Sumber-sumber penyulutan awal seperti nyala api, bara rokok, loncatan api listrik atau loncatan listrik statis harus dijauhkan dari gudang. Pasanglah poster “DILARANG MEROKOK” atau “AWAS KEBAKARAN” untuk mencegah seorang merokok atau menghasilkan nyala api. Peralatan-peralatan listrik dalam gudang, perlu ditanamkan (grounding)  agar tidak terjadi loncatan listrik.
3.1.2    Proteksi Bukaan
Adanya ventilasi dalam gudang amat diperlukan agar apabila terjadi kebocoran bahan mudah terbakar atau beracun dan korosif dapat dihindari  sampai di bawah ambang batas bahaya kebakaran. Tanpa ventilasi, adanya bahan organik akan melalui proses dekomposisi dan berakumulasi sampai di atas batas konsentrasi bawah mudah terbakar (low flammable limit), sehingga berbahaya apabila ada sumber penyalaan seperti loncatan listrik, bara api dan bolam lampu yang panas. Adanya uap beracun atau korosif tanpa ventilasi akan berakibat fatal bagi yang masuk atau bekerja di laboratorium
 3.1.3   Proteksi Pengeringan
Banyak bahan kimia yang dapat terhidrolisa oleh air atau uap air dalam udara. Reaksi hidrolisa yang eksotermis akan meningkatkan suhu yang berakibat seperti di atas. Penggunaan AC sekaligus dapat mendinginkan dan mengeringkan udara dalam laboratorium. Kelembaban lebih rendah dapat dicapai dengan memakai alat “dehumidifier”. Dengan memahami syarat ruangan tersebut, dapatlah diprioritaskan ketentuan persyaratan bergantung pada fasilitas yang dimiliki dan nilai bahan yang disimpan.
 3.1.4   Proteksi Pendingan
Kasus contoh sederhana seperti kenaikan suhu 10OC akan mempercepat reaksi menjadi 2x; 20OC = 4x; 30OC = 8x dan kenaikan suhu 100OC akan menyebahkan kecepatan reaksi meningkat menjadi 210 atau 1024x                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             . Gambaran ini menjelaskan bahwa proteksi pendinginan sangat diperlukan di laboratorium. Ruangan yang dingin akan mencegah reaksi penguraian atau memperlambat reaksi. Ini dapat dipahami karena reaksi-reaksi kimia dapat mulai terjadi apabila energi bahan dapat mencapai energi aktivasi. Suhu tinggi dalam gudang akan dapat menghantarkan bahan mencapai energi aktivasi. Kewaspadaan juga mesti diberikan apabila cuaca panas akibat musin kering yang berkepanjangan dan hal ini akan menambah rawan kondisi setiap laboratorium  kimia. Selain itu, kenaikan suhu juga akan meningkatkan kecepatan reaksi secara eksponensial.

3.1.5    Proteksi Lokasi
Letak laboratorium sebaiknya terpisah dari bangunan vital lain, agar bila terjadi kebakaran dapat secepat mungkin dilokalisir. Bahkan untuk bahan-bahan yang teramat rawan seperti amat mudah terbakar atau mudah meledak harus pula disendirikan. Kebakaran pelarut organik dalam laboratorium atau gudang dapat menyebabkan proses pemanasan bahan lain yang kemudian menjadi reaktif atau eksplosif. Atau pemanasan bahan dapat menghasilkan bahan-bahan lain yang mungkin toksis atau beracun. Atau juga air yang dipakai untuk pemadaman api dapat bereaksi dengan bahan kimia tertentu yang eksotermik dan menimbulkan kebakaran lain.

3.2            Manajemen Proteksi Aktif B3
Pengelolaan pada sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis gas pada springkler, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
3.2.1        Pemasangan  Sistem  Deteksi Alarm  Kebakaran
Secara metodologis, kebakaran yang terjadi di laboratorium kimia  dapat dipastikan berawal dari sebuah api yang kecil, bukan dari api yang besar atau ledakan dari kompor gas elpiji maupun bom. Oleh karena itu alat pemadam kebakaran utama bukan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidran akan tetapi sistem deteksi alarm. Mekanisme kerjanya pada saat pertama munculnya api (fase penyulutan awal) di sebuah ruangan,  sistem ini berjalan melalui detektor asap/panas yang mencium adanya asap/panas, lalu secara otomatis bel berbunyi dan akhirnya dapat diketahui secara cepat letak sumber api pertama terjadi.Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem ini mengacu SNI 03-3985-2000.
3.2.2        Pemasangan Springkler dan APAR
a.       Springkler/APAR/Total Flooding Syistem otomatik berbasis  gas. Alat  ini dilengkapi springkler yang diletakkan di bawah atap/plafon. Mekanisme kerjanya pada saat pertama munculnya api (fase penyulutan awal dan pertumbuhan) di sebuah ruangan,  dengan derajat panas tertentu secara otomatis springkler pada tabung akan pecah dan mengeluarkan air atau gas yang menyebar dan bersifat menghambat serta  memisahkan salah satu unsur segi tiga api.
b.      APAR Portable. APAR yang tepat untuk bangunan cagar budaya adalah APAR untuk klasifikasi kebakaran kelas ABC. Mekanisme kerjanya pada saat pertama munculnya api (fase pertumbuhan dan flash point ) di sebuah ruangan, langsung disemprotkan sampai padam. APAR tidak dirancang untuk pemadaman api yang besar. Mengenai Tata cara perencanaan dan pemasangan APAR mengacu SNI 03-3987-2000.
3.2.3        Pembentukkan Organisasi Proteksi Kebakaran.
Setiap pemilik/pengelola bangunan gedung wajib melaksanakan MPK dengan membentuk organisasi penanggulangan kebakaran. Model yang efektif adalah matrik PMK (dahulu pernah dibentuk matrik Hansip), yang jumlahnya minimal 1 (satu) regu 6 orang dan bertugas mengimplementasi Rencana Pengamanan Kebakaran (Fire Safety Management) dan Rencana Tindakan Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan).
3.2.4        Latihan Simulasi Kebakaran.
Alat untuk menguji apakah sistem organisasi, SDM, sarana prasarana dan tata laksana (prosedur) berfungsi dengan baik, maka latihan simulasi kebakaran perlu dilakukan setahun 2-3 kali yang meliputi : a. Latihan Basis Kelompok (Walk Through Drill), yaitu kelompok MPK dan Tim Respon melaksanakan fungsi respon keadaan darurat secara nyata. b. Latihan Fungsional (Functional Drill), yaitu jenis latihan yang menguji coba fungsi-fungsi khusus respon medis, pemberitahuan keadaan darurat dan  prosedur komunikasi. c. Latihan Evakuasi ( Evacuation Drill) yaitu personil menjalani rute evakuasi menuju area yang ditetapkan untuk menguji prosedur penghitungan seluruh personil. d. Latihan Skala Penuh (Full Scale Exercise), yaitu rancangan sebuah situasi keadaan darurat yang semirip mungkin dengan kejadian sesungguhnya.

3.3          Pengawasan dan Pengendalian B3
Pengawasan maupun pengendalian B3 dapat diawali dengan penyusunan rencana kebutuhan bahan kimia, penyimpanan bahan kimia, jadual kegiatan/praktek penggunaan bahan kimia, Audit/control system proteksi kebakaran sampai dengan setelah terjadi kebakaran pada suatu bangunan laboratorium/gudang kimia dan sekitarnya.
Khusus  kegiatan/praktek penggunaan bahan kimia, perlu pengawasan ketat  pada kegiatan sebagai berikut :
1.      Transfer bahan kimia ke wadah lain;
2.      Pengaturan dan pengakajian ulang dengan baik terhadap semua percobaan yang berisiko tinggi;
3.      Keamanan dalam penggunaan sarana prasarana selama percobaan;
4.      Penggunaan alat-alat pemanas dan pendingin;
5.      Pengeringan bahan kimia dan peralatan percobaan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
3.3.1        Rencana Kebutuhan Bahan Kimia
Pada prinsipnya rencana kebutuhan bahan kimia harus didasarkan kebutuhan riil, bukan keinginan tertentu. Oleh karenan itu bahan kimia harus dipesan sedikit mungkin sesuai dengan kebutuhan dalam rangka untuk mengurangi resiko bahaya dalam penyimpanan.
3.3.2        Penyimpanan Bahan Kimia
Bahan-bahan yang disimpan dalam gudang bisa menjadi bom waktu, bukan berarti “tidur nyenyak”, tetapi bahan-bahan tersebut akan tetap reaktif terhadap lingkungan. Interaksi dapat terjadi antara bahan dengan panas atau sumber penyalaan, uap air dan oksigen dalam udara, wadah dan bahan lain. Melupakan sifat-sifat di atas akan dapat menimbulkan kebakaran, peledakan dan keracunan atau kombinasi diantara ketiganya. Penyimpanan bahan kimia dalam jenis dan jumlah yang banyak memerlukan pengetahuan akan syarat-syarat penyimpanan. Oleh karena itu Bahan kimia harus disimpan dalam kemasan asli dari produsen, sekaligus mengingat label kemasan memberikan informasi yang berharga terkait dengan simbol bahaya. Jika wadah lain digunakan, maka haruslah digunakan label yang sama. Upaya melindungi label dari pengaruh bahan kimia dan menjaga supaya melekat baik maka haruslah dilapisi dengan lembaran plastik transparan. Label ini harus terlihat jelas dan ditulis dengan pencil atau tinta yang permanen.Wadah dan botol untuk penyimpanan bahan kimia harus dibuat dari bahan yang kuat. Untuk penyimpanan bahan kimia yang sangat sensitif dan cenderung berubah membentuk peroksida yang berbahaya maka gelas berwarna gelap harus digunakan. Jika botol plastik digunakan harus diperkirakan bahwa bahan sangat mungkin akan rusak akibat pengaruh cahaya matahari dan dapat pecah. Botol seperti ini harus berulang kali dicek dan bahan kimia dipindahkan pada tempat yang lain.  Pembuangan stock bahan kimia yang sudah tidak terpakai perlu dilakukan secara berulang dan berkala.
3.3.3        Jadual Kegiatan/Praktek
Salah satu komponen pokok rencana pengamanan kebakaran yang mencakup pengawasan dan pengendalian  sistem proteksi kebakaran, adalah  jadual kegiatan/praktek yang diformulasikan dalam rencana ketatagrahaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping), seperti :
a.       Prosedur tatagraha dan pemberian izin terhadap pekerjaan yang menggunakan bahan bahan kimia;
b.      Jadual pelaksanaan kegiatan laboratorium;
c.       Pembuatan laporan; danp penyimpanan catatan/arsip.
Semua kegiatan tersebut harus dilaporkan kepada penanggung jawab gedung/bangunan serta diketahui jejak rekamnya dengan tembusan Tim K3, dan tim/organisasi proteksi kebakaran.
3.3.4        Audit Sistem Proteksi kebakaran
Agar peralatan sistem proteksi kebakaran dapat berfungsi dengan baik sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara berkala seperti : a. Audit  keselamatan Sekilas (Walk Through) dilakukan setiap 6 bulan sekali. b. Audit Awal (Preliminary Audit) dilakukan setiap tahun. c. Audit Lengkap (Complete Audit) yang dilakukan 5 tahun sekali.

3.4            Penanganan Kebakaran  B3
Menurut, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan, bahwa waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran untuk kondisi Indonesia tidak lebih dari 15 menit yang terdiri dari :
1.      Waktu diterimanya pemberitahuan adanya kebakaran di suatu tempat, interpretasi penentuan lokasi kebakaran, dan penyiapan pasukan serta sarana pemadaman selama 5 menit;
2.      Waktu perjalanan dari Pos Pemadam menuju lokasi selama 5 menit;
3.      Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap operasi penyemprotan selama 5 menit.
Namun fakta umum yang ada di lapangan menilai bahwa selama ini pelayanan kebakaran tidak dapat dilayani 15 menit.   Sebagian besar  masyarakat menilai bahwa PMK “selalu terlambat”. Sesungguhnya tidaklah demikian, sebab dalam tahun 2012 hampir 90%  pelayanan kebakaran tepat waktu atau bahkan sebagian ada yang  lebih cepat dari 15 menit. Kalaupun ada yang terlambat itu dikarenakan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.      Keterlambatan masyarakat dalam melaporkan berita kebakaran ;
2.      Lokasi Pos Pemadam Kebakaran yang terlalu jauh dari lokasi kebakaran.
3.      Tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas;
4.      Perbedaan waktu tanggap yang dipengaruhi oleh kecepatan unit mobil kebakaran;
5.      Hambatan akseleri unit pemadam kebakaran antara lain portal, jalan sempit, dll.
Oleh karena itu tindakan konkrit yang diharapkan Dinas Kebakaran kepada para pegawai yang terlibat sebagai Tim proteksi kebakaran,  atau bahkan pegawai laboratorium pada saat terjadi kebakaran  adalah :
1.      Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat tanpa menunggu api besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak dipungut biaya;
2.      Bantuan mamadamkan api pada tahap awal, karena bila upaya ini gagal api dapat membesar;
3.      Bantuan kelancaran jalan dengan cara : menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang jalan bagi unit mobil PMK dan membantu  meletakkan barang-barang yang akan evakuasi;
4.      Bantuan informasi mengenai obyek yang terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api  dan macam-macam benda yang terbakar;
5.      Bantuan memutuskan aliran listrik bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar.
Dalam melakukan upaya  pemadaman awal, hal –hal yang menjadi perhatian untuk mengurangi resiko pada penanganan  kebakaran B3  adalah :
3.4.1         Benda Gas Yang Mudah Menyala
 Bahaya ledakan, semburan api/kebakaran dan racun. Cara pemadaman yang efektif adalah menutup saluran yang bocor, serta menggunakan pakaian tahan api dan breating aparatus. Tabung yang belum meledak didinginkan dengan air. Hanya media Dry Chemical yang tepat untuk mengatasi. Sedangkan cara penyimpanannya dimasukkan dalan tabung.
3.4.2         Benda Cair Yang Mudah Menyala
Bahaya ledakan, semburan api/kebakaran dan racun. Cara pemadaman yang efektif adalah busa, typol, ligh water, dengan memakai pakaian tahan api dan breating aparatus. Air dapat dipakai untuk pendingin drum tangki, boiler, botol yang belum terbakar dan meledak. Untuk memadamkan benda cair yang tersebar dapat dipergunakan pasir, kimia kering, gas cair dan Co2. Sedangkan cara penyimpanannya disimpan dalam boiler, drum, tangki, tabung dan botol.
3.4.3         Benda Padat Yang Menyala
 Bahan-bahan ini berasal dari bubuk alminium, burneol, cobaltresinaat, redphosphorus, kayu, kertas, kapas dll. Bahaya bisa terjadi ledakan, semburan api/kebakaran dan racun. Cara pemadaman yang efektif adalah air, pasir, kimia kering, gas cair dan Co2.
3.4.4         Bahan yang mengeluarkan gas  yang mudah menyala apabila basah
 Bahaya ledakan, semburan api/kebakaran dan racun. Disimpan pada tempat yang kering dan tidak mudah terbakar serta cukup ventilasi. Pemadaman tidak diperbolehkan dengan media air, busa atau benda cair yang mudah menguap.
3.4.5         Bahan beracun
 Bahaya ledakan, semburan api/kebakaran dan racun. Apabila tersentuh benda cair dapat menembus pakaian lengkap sehingga dapat mengakibatkan lumpuh dan kematian. Pemadaman harus memperhatikan jarak yang aman dan harus memakai alat pelindung diri.
3.4.6         Bahan Radioaktif
 Bahan-bahan ini mempunyai aktivitas memancarkan radiasi yang terdiri dari partikel yang dilepaskan dari inti atom dengan energi yang cukup besar. Partikel ini ada yang bermuatan listrik negative, positive dan netral. Bahaya ledakan, radiasi, asap, debu dan gas yang dikeluarkan. Petugas laboratorium tidak diperkenankan mendekat sampai telah dijinakkan oleh tenaga ahli.
3.4.7         Bahan Korosif
 Bahan yang dapat merusak kulit manusia dan logam serta larut dalam air. Bahaya dapat terjadi seperti korosif, racun, meledak dan kebakaran. Cara pemadaman yang paling efektif hanya dengan air dan memakai pakaian pelindung.
3.4.8         Penanganan B3 yang tidak diperbolehkan dengan pemadaman air
3.4.8.1   Natrium
 Natrium berupa kristal berwarna putih perak, mudah pecah. Kalau dipanaskan mudah sekali terbakar di udara. Dengan air bereaksi menghasilkan gas natrium hidroksida yang mudah terbakar, gas hidrogen yang timbul panas. Bila mengalami kebakaran dipadamkan dengan bahan kimia kering ( dry chemical ) misalnya natrium khlorida, natrium bikarbonat, grafit, magnesium karbonat, magnesium oksida atau campuran semuanya. Akan tetapi pasir, walaupun kering tak boleh dipakai untuk memadamkan kebakaran jenis ini, sebab pasir mengandung oksidasilikat ( S1O2 ), kalau beraksi dengan natrium menghasilkan gas oksigen yang menyebabkan nyala lebih besar.
3.4.8.2    Tumpahan Minyak di Perairan
              Minyak yang tumpah di perkirakan akan menyebar di permukaan perairan karena berat jenis minyak lebih kecil dari pada air. Bila mengalami kebakaran dapat di tanggulangi dengan cara mekanis dan kimiawi. Penanggulangan cara mekanis dilaksanakan dengan cara melokalisasi dan menahan tumpahan minyak, kemudian menyedot tumpahan yang belum terbakar, sehingga tidak meluas. Penanggulangan cara kimiawi dilaksanakan dengan pemakaian dispersant, absonbent, misalnya polipropilema,jerami, serbuk gergaji dan karet sintesis atau dengan oil collector yang tujuannya untuk mengumpulkan minyak.
3.4.8.3   LPG ( Liquiefied Petroleum Gas )
 LPG adalah gas dari minyak bumi yang pada suhu dan tekanan atmosfir berupa gas, tetapi memiliki sifat mudah dicairkan pada tekanan sedang dan suhu kamar biasa. LPG biasanya disimpan dan dikerjakan atau digunakan sebagai cairan yang bertekanan. LPG dijual dengan spesifikasi yang ketat, termasuk pembatasan tekanan uap. Ada dua macam LPG yang biasa dijual, yaitu LPG butana dan Propana. Bila mengalami kebakaran cara penanggulangannya dengan  “ dry chemical ” misalnya natrium chlorida, natrium bikarbonat, grafit ( C ), magnesium karbonat, magnesium oksida atau campuran dari semuanya.
3.4.8.4   LNG ( Liquid Natural Gas )
 LNG merupakan hidrokarbon dengan kandungan metana 90 % dan 10 % volume terdiri dari fraksi etana, butana dan gas nitrogen dengan suhu kriogenik – 161 C berbentuk cair. LNG dalam bentuk cair tidak mudah terbakar, tetapi jika berbentuk gas campuran 14-15 % metana dan udara akan segara terbakar. Untuk pemadaman api LNG dilakukan lokalisasi tempat terbakar dan pendinginan sekitarnya, untuk mencegah perambatan nyala dan pengurangan hantaran panas diberi HEF (High Expansion Foam ).
3.4.8.5   Metana
 Metana berupa gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa. Meledak di udara dengan konsentrasi 5,3-15 %. Terbakar sendiri pada suhu 1004 F. Titik nyala -360 F. Sangat mudah terbakar bila kena panas atau api, dapat beraksi cepat dengan gas khlor, gas oksigen yang dicairkan. Bila terjadi kebakaran dipadamkan dengan karbondioksida atau “ dry chemical ”.
3.4.8.6   Khlor
 Khlor berupa gas tidak berwarna atau tidak berbau, dapat bereaksi mengakibatkan kebakaran atau ledakan bila bersentuhan dengan amoniak, eter, hidrokarbon, asetilhida, metana, karbonsulfida, alkohol, logam, asam sulfonat, hidrogen. Bila terjadi kebakran cara penanggulangannya dengan “ dry chemical ”.
3.4.8.7   Trietilena Glikol
 Trietilena Glikol berupa cairan berwarna dan mudah menyerap uap air atau air. Meledak di udara apabila berada pada konsentrasi 0,9-9,2 %. Terbakar sendiri pada suhu 700 F. Bila ada panas dapat bereaksi dengan oksidator. Kegunaannya sebagai bahan peledak, fungsida ( mematikan jamur ). Bila terjadi kebakaran dapat dipadamkan dengan “ dry chemical ”.
3.4.9    Alat-alat Pengaman Diri (APD)
Sarana/APD untuk menangani terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh bahan kimia berbahaya dan tidak diperbolehkan  dipadamkan dengan air. secara umum antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Sarung tangan yang tahan bahan kimia, tahan api;
2.      Masker dengan ukuran saringan yang tak tembus partikel-partikel kimia (Catridge, Canester & Mechanical Filter Respirator);
3.      Masker yang dihubungkan dan disatukan dengan tabung oksigen serta Breating Aparatus;
4.      Baju tahan api dan tahan bahan kimia;
5.      Kaca mata pelindung.
Bila memadamkan kebakaran, para petugas hendaknya menempatkan diri terhadap obyek kebakaran sedemikian rupa membelakangi arah angin untuk menghindari bahaya api/gas yang terbawa angin maupun mengefektifkan langkah-langkah pemadaman.
  
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku

Ersom, Taskin dan Rustamsyah, Kimia bahan berbahaya, ITS Surabaya, 1985
Everett, K and Hughes, D., “ A Guide to Lboratoty Design ”, Butterworths, London, 1981
Hawkkins, M.D., “ Safety and Laboratory practice ”, 3 ED., Cassel, London, 1988
Imam Khasani, S., “ Keselamatan Keraj adalam Laboratorium Kimia ”, Gramedia, Jakarta,  1990
Narkawi, Bahan Kimia yang tidak di perbolehkan dipadamkan dengan air, ITS, Surabaya,  1989
Nedved, M., dan Imam khasani, S., “ Dasar-dasar Keselamatan Keraj Bidang Kimia dan Pengendalian Bahaya Besar ”, ILO, Jakarta 1991
Saxe, N. Irving, Dangerous properties of Industrial Materials,  4thed. Van Nostrand Rein hold compony, New York, 1975.
Wahyudi, Pengelolaan barang-barang berbahaya, UI, Jakarta, 1976
Young, A. Y., “ Improving Safety in the Chemical Laboratory, A Practical Guide”, John Willey and Sons, N.Y. 1987
Dokumen-dokumen
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007,  tentang Kebencanaan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 , tentang Bangunan Gedung

Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005, tentang pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.20 /KPTS/2009, tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan


Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum No 26 Tahun 2008, tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi  Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan



Pastikan bergabung kembali di Edisi berikutnya !
Edisi ke – 7

Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....

 

SEARCH

Most Reading