Pages

Blogger news

MEMAHAMI INSTITUSI PEMADAM KEBAKARAN (IPK) DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Jumat, 11 April 2014

                                  Jurnal Administrasi Kebakaran
                                                  Edisi ke -5




I.                   Pengantar

Setiap ada kebakaran siapa yang tidak tahu kalau PMK yang akan dihubungi. Dari anak-anak sampai usia tua, dari profesi yang disegani sampai profesi kelas teri. Pokoknya semuanya tahu bahwa institusi yang paling nyambung untuk dihubungi adalah Institusi Pemadam Kebakaran (IPK). Begitu urgenya eksitensi IPK sehingga setiap daerah kota/kabupaten siap atau tidak siap harus membentuk IPK  karena memang suatu kebutuhan yang tidak boleh dipandang remeh dan merupakan wujud keharusan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah melindungi segenap bangsa  Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Selanjutnya pasal 30  hasil amandemen yang  kedua secara mendasar terdapat perubahan besar terhadap kewajiban Negara dalam memberikan pelayanan bidang keamanan dan ketertiban. Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu system pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Sebagai kewajiban tugas dalam melaksanakan konstitusional ini, jenis  pelayanan bidang keamanan dan ketertiban yang  termasuk didalamnya adalah pembinaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan. Namun secara administrasi urusan kebakaran ada di Sub Dit Kebencanaan Ditjen Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan pada level provinsi ada di Biro Kesejahteraan Setda. Namun demikian sebagian besar kalangan birokrasi masih menganggap IPK merupakan institusi yang dianaktirikan bahkan telah diakui oleh banyak pihak bahwa IPK merupakan wadah pegawai indisipliner yang bermasalah terkena kasus-kasus negative tertentu, atau dengan kata lain (maaf : pegawai buangan). Kecuali bagi pegawai yang mendapat promosi tingkat eselon yang lebih tinggi. Seringkali penulis pada saat silaturrohmi dengan teman-teman anggota PMK yang ada di kabupaten/kota Jawa Timur atau bahkan teman-teman yang ada di provinsi lain seperti IPK kota Medan Sumatera Utara, berpendapat bahwa sebagian besar anggota PMK berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain yang trackrecord nya negatif. Fenomena  ini menjadi eforia dan diduga karena masih banyak SKPD lain yang memandang IPK sebelah mata, IPK hanya bertugas menyemprot kebakaran saja tidak perlu seorang analis yang handal. Benarkah demikian ? Seberapa banyak yang paham bahwa IPK adalah bagian dari administrasi pemerintahan?

II.                Konsep Adminstrasi Pemerintahan
Pada saat mengikuti perkulihan di Lembaga Administrasi Negara Bandung, seringkali para dosen dan guru besar berpesan dan selalu mengulang-ulang bahwa hancurnya sebuah negara bukan karena peperangan yang besar atau wabah penyakit menular, tapi semrawutnya sistem administrasi yang dijalankan. Sampai saat ini banyak pihak yang masih memahami administrasi adalah kegiatan tata usaha perkantoran, bahkan sebagian besar beranggapan bahwa administrasi itu berbeda jauh dengan manajemen. Padahal sesungguhnya administrasi merupakan keseluruhan proses yang menyangkut organisasi, manajemen, kebijakan, kepemimpinan, pengambilan keputusan sampai dengan hubungan kemanusiaan. Tapi inti (core) dari administrasi adalah manajemen. Administrasi tidak saja bersifat sempit, tetapi mencakup berbagai aspek yag luas, seperti yang diutarakan oleh The Liang Gie, yaitu organisasi, manajemen, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pekerjaan kantor, tata hubungan, dan perwakilan. Selain itu jika dikelompokkan berdasarkan kerja sama maka administrasi dibagi menjadi tiga bidang, yaitu administrasi publik/pemerintahan (hubungan timbal balik negara dan masyarakat), administrasi bisnis, dan administarsi kemasyarakatan.
Menurut Charles A. Beard tidak ada sesuatu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari Administrasi. Kelangsungan hidup pemerintahan yang beradab itu sendiri akan sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan mengembangkan suatu administrasi yang mampu memecahkan masalah-masalah masyarakat modern. Kemudian Sondang Siagian mendefinisikan administrasi sebagai ”keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Ada beberapa hal yang terkandung dalam definisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi mempunyai unsur-unsur tertentu, yaitu 1) adanya dua manusia atau lebih, 2) adanya tujuan yang hendak dicapai, 3) adanya tugas atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan, 4) adanya peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Ketiga, administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia. Administrasi sebagai seni adalah suatu proses yang diketahui hanya permulaan dari suatu kegiatan sedang kapan berakhirnya kegiatan itu sendiri tidak di ketahui. Administrasi sebagai proses kerja sama bukan merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama-sama dengan timbulnya peradaban manusia. Tegasnya, administrasi sebagai ”seni” merupakan suatu social phenomenon.
Sampai dengan tahun 1886, manusia hanya mengenal administrasi sebagai seni. Kemudian, pada tahun 1886 itu timbulah suatu ilmu baru, yang sekarang ini dikenal dengan Ilmu Administrasi telah pula memiliki metode analisisnya sendiri, sistematikanya sendiri, prinsip-prinsip, dalil-dalil serta rumus-rumusnya sendiri. Sekarang ini administrasi dikenal sebagai suatu artistic science karena didalam penerapannya ”seninya” masih tetap memegang peranan yang menentukan. Sebaliknya seni Administrasi dikenal sebagai suatu scientific art karena seni itu sudah didasarkan atas sekelompok prinsip-prinsip yang telah teruji ”kebenarannya”. Bidang-bidang atau percabangan dari pembagian ilmu administrasi dapat dibedakan secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal, berarti penekananya pada sifat atau karakter dari kerja sama yang ada, dapat dibagi-bagi ke dalam cabang-cabang 1) administrasi kenegaraan (public administration); 2) administrasi perusahaan (business administration), dan 3) administrasi kemasyarakatan (social administration). Secara horizontal berarti melihat administrasi dilihat dari aspek teknisnya/unsur-unsurnya. Kajian ilmu administrasi ini adalah aspek teknis/unsur-unsur administrasi yang mencapkup 1) organisasi. 2) manajemen, 2) kepegawaian, 4) keuangan, 5) perlengkapan, 6) pekerjaan kantor, 7) tata hubungan/komunikasi, dan 8) perwakilan/public relation. Sulit bagi kita membuat rumusan (definisi) yang singkat tentang Administrasi Negara/Pemerintah, untuk itu para ahli berusaha mencoba mengatasinya dengan mendeskrisipkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam praktik Administrasi Negara yang berfokus pada aktivitas administrator dalam melaksanakan kebijakan pemerintah/negara demi tercapainya tujuan yang mulai yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah harus membentuk perangkat yang menjalankan amanat sebagaimana salah satu point yang tercantum dalam alenia ke – 4 pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi serta mencerdaskan kehidupan bangsa  Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Adapun perangkat-perangkat ini dalam tataran pemerintah pusat bisa dalam bentuk kementerian atau lembaga lain yang bersifat tetap maupun adhoc. Sedangkan dalam tataran daerah provinsi maupun kabupaten/kota bisa dalam bentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah masing-masing. Semua SKPD ini harus bersinergi dan koordinatif. Disinilah sesungguhnya Rohnya administrasi pemerintahan adalah koordinasi, sehingga beberapa ahli administrasi Amerika Serikat seperti phettrus and Pfiffner pada tahun 60- an berpendapat bahwa administrasi adalah koordinasi yang dilakukan oleh pejabat terkait. Dari beberapa penjelasan tersebut maka dari sudut pandang penulis administrasi memang berpangkal dari kegiatan koordinasi itu sendiri, walaupun beberapa ahli lain bidang manajemen menyatakan bahwa koordinasi itu bagian dari fungsi manajemen. Namun dilihat dari sudut pandang pemerintahan maka makin jelas bahwa hancurnya sebuah Negara maupun daerah bukan karena perang atau wabah penyakit yang luar biasa, akan tetapi koordinasi yang semrawut, kurang harmonis (hot issue yang ngetren akhir-akhir ini) antara kementerian/lembaga lain/SKPD terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan.

III.             Koordinasi dan Sinergitas Dalam Pemerintahan
Pengertian Koordinasi berasal dari kata bahasa Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat tertentu. Namun demikian pengertian koordinasi jauh mempunyai makna yang luas.  Pengertian administrasi dalam kaitan dengan koordinasi adalah seluruh proses kegiatan penetapan dan pencapaian tujuan dengan menggunakan sumber-sumbernya yang tersedia secara efisien, bersama-sama dan melalui orang-orang yang terkoordinasi dengan menerapkan PEOPLE (planing, executing, organising, persuading, leading, evaluating). Hubungan koordinasi dengan sistem fungsi administrasi dapat digambarkan dan dijelaskan bahwa sebagai tugas utama atau inti kegiatan administrator adalah menetapkan tujuan. Setelah itu mengkoordinasikan seluruh potensi organisasinya melalui fungsi-fungsi lainnya, dengan melakukan komunikasi, penelitian, dan melakukan pendekatan kemanusiaan (Sugandha,  1991). Jadi setiap fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan selalu harus dilakukan koordinasi sehingga pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dapat terselenggara secara terarah dan terpadu serta menjamin tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan.  Kemudian pendapat lain dikemukakan oleh Koontz dalam Handoko (1997) yang mengemukakan bahwa koordinasi adalah inti manajemen, yang bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan upaya berbagai individu kearah tercapainya tujuan kelompok. Di dalam administrasi, koordinasi bersangkutpaut dengan penyerasian serta penyatuan tindakan dari sekelompok orang (William H. Newman). Koordinasi adalah penyerasian yang teratur usaha-usaha untuk menyiapkan jumlah yang cocok menurut mestinya, waktu dan pengarahan pelaksanaan hingga menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan. (george R. Terry).
Dalam mewujudkan keserasian dan keharmonisan  penyelenggarakan administrasi pemerintahan sering terdengar kata-kata sinergi yang keluar sengaja atau tidak sengaja dalam diskusi, rapat koordinasi atau pertemuan lain yang bersifat formal seperti Training and Motivation, Coaching and Counseling, Reinforcement.  Para pimpinan structural dalam organisasi public sering melontarkan kata “SINERGI” (Synergy). “Semua harus sinergi kalau ingin mencapai tujuan”, “Kalau tidak sinergi bagaimana bisa menerapkan strategi”.  Itulah beberapa statement mengenai Sinergi yang terdengar dalam setiap rapat koordinasi.
Sinergi adalah bentuk Kerjasama Win-win solution yang dihasilkan melalui kolaborasi masing-masing pihak tanpa adanya perasaan kalah.  Menurut Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People, jika 1 + 1 = 3, maka itulah yang disebut “Synergy”.  Sinergi adalah saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai hasil lebih besar daripada jumlah bagian per bagian. Lebih lanjut menurut Hampden-Turner (1990) menyatakan bahwa aktivitas sinergi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai aktivitas, yang berjalan bersama sehingga menciptakan sesuatu yang baru. Sinergi merupakan hasil dari suatu relasi dialogik antara berbagai sumber pengetahuan yang berbeda, dan merupakan suatu proses yang mengakumulasikan berbagai macam pengetahuan. Kemudian Hartanto (1996) menyatakan sinergi adalah suatu gagasan baru, yang terbentuk dari berbagai macam gagasan yang diajukan oleh banyak pihak hingga menghasilkan suatu gagasan baru, yang dilandasi oleh pola pikir atau konsep yang baru. Dalam setiap kelompok kerja organisasi, kualitas sinergi yang efektif pada hakekatnya adalah hasil dari suatu proses perpaduan dari cara-cara bagaimana mengatasi masalah dan perpaduan gagasan yang dijalankan oleh pihak-pihak yang saling percaya dan bersikap saling mendukung menghasilkan suatu gagasan baru yang benar-benar memberikan kepuasan secara intrinsik bagi semua belah pihak. Bersinergi bertujuan memadukan bagian-bagian yang terpisah. Namun demikian bersinergi tidak selamanya berjalan baik, sebab pada konteks administrasi pemerintahan salah satu masalah dalam sinergi  menurut (LAN 2011), tercermin dari koodinasi yang lemah secara vertikal karena gubernur, bupati serta wali kota tidak lagi ditentukan dari pusat. Melalui proses demokrasi, rakyat pemilihlah yang menentukan. Mereka yang menduduki jabatan presiden, gubernur, bupati dan wali kota bisa berasal dari partai yang berbeda.
Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa landasan teori penguatan koordinasi dan sinergi dalam adminstrasi pemerintahan mengacu pada konsep “togetherness, creating and sustaining performance”, sedangkan prinsip yang dikembangkan mengacu pada prinsip dasar kompetisi yang bertumpu pada perkembangan lingkungan strategis.  Dalam istilah manajemen, sinergi diartikan bersaing dengan lebih baik dari yang diharapkan untuk meraih kebersamaan (togetherness). Dengan demikian, maka secara langsung koordinasi dan sinergi dalam kemitraan kerja antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha  akan tumbuh menjadi wadah sinergi yang efisien, berkualitas, fleksibel dan inovatif.

IV.             Urgensi Institusi Pemadam Kebakaran (IPK)
Chester I. Barnard, berpendapat bahwa organisasi adalah “suatu system tentang aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau lebih sesuatu yang tak berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal hubungan-hubungan”. Sedangkan menurut Harleigh Trecker, organisasi adalah “perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari instansi menjadi suatu keseluruhan yang bekerja”. Selanjutnya John M.Pfiffner & S.Owen Lane, menyatakan bahwa “organisasi adalah proses menggabungkan pekerjaan yang orang-orang atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan kekuasaan yang diperlukan untuk pelaksanaannya, sehingga kewajiban-kewajiban yang dilaksanakan demikian itu memberikan saluran-saluran terbaik bagi penyelenggara usaha yang efisien, teratur, positif dan terkoordinasi”.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, namun tiap definisi tersebut dapat dipelajari dengan seksama, dan dapat disimpulkan bahwa ternyata dapat dikelompokkan menjadi tiga pokok, yaitu :
1.      Organisasi adalah kumpulan orang-orang;
2.      Organisasi adalah proses pembagian kerja;
3.      Organisasi adalah system kerja sama, system hubungan atau system sosial.
Dari kesimpulan tersebut, The Liang Gie menyatakan :”Organisasi bukan sekedar kumpulan orang dan bukan hanya sekedar pembagian kerja, karena pembagian kerja hanyalah salah satu azas organisasi. Untuk pengertian organisasi yang berarti pembagian kerja lebih tepat dinamakan pengorganisasian (organizing).
            Pengorganisasian atau pembagian kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam mencapai tujuan masyarakat adil, makmur, sejahterah  dan aman diperlukan kelembagaan /institusi. Dalam tataran pemerintah pusat dibentuklah lembaga kementerian atau non kementerian. Sedangkan di pemerintah daerah dibentuklah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Masing-masing untuk mencapai tujuan yang diharapkan ini diarahkan pada sasaran yang terencana dalam bentuk rencana strategis dan kebijakan umum anggaran. Pada SKPD IPK walaupun bentuk nomenklaturnya di tiap daerah bervariasi (ada yang tingkat Seksi, UPTD, Bidang, serta salah satu bagian/unit atau keseluruhan dari SKPD) namun tugas pokok dan fungsinya sama yaitu memberikan pelayanan kebakaran dengan slogan ”PANTANG PULANG SEBELUM PADAM”. Kebutuhan konkrit sangat terasa pada saat masyarakat dan pemerintah benar-benar mengalami dan menyaksikan bencana kebakaran di depan mata sendiri.
Seperti diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu hal yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh siapapun. Kebakaran membuat segala yang telah kita bangun selama bertahun-tahun rusak dan musnah dalam sekejap. Apalagi kebakaran di permukiman padat merupakan bencana yang cukup ditakuti oleh masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Bahkan peristiwa kebakaran semakin hari semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas berbanding sejajar dengan perkembangan dinamika kebutuhan masyarakat, selain itu setiap kebakaran selalu berakibat buruk terhadap kerugian baik harta maupun jiwa serta terganggunya kegiatan ekonomi, lingkungan dan ketenangan masyarakat. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak yang terjadi korban atau kerugian material yang harus ditanggung karena musibah tersebut. Belum lagi kerugian-kerugian yang bersifat non material yang tentu saja tidak bisa digantikan dengan apapun juga. Terkait dengan bahaya kebakaran di permukiman padat, maka urgensi IPK ini makin menjadi perhatian utama karena persoalan-persoalan seperti :
1.      Bertambahnya kawasan permukiman padat huni dan padat bangunan (termasuk bangunan apartemen hunian);
  1. Bertambah luasnya kawasan kumuh di berbagai wilayah di daerah perkotaan. Ketersediaan lahan permukiman yang tidak mencukupi mengakibatkan masyarakat berpenghasilan rendah umumnya memanfaatkan lahanlahan yang ada walaupun mengesampingkan aspek perijinan dan aspek keselamatan;
  2. Karakteristik lingkungan permukiman padat / kumuh yang seringkali tidak menyediakan lahan (jalur mobil dengan lebar dan ketinggian yang memadai, fasilitas belokan, dsb) dan perkerasan yang cukup sehingga mobil pemadam kebakaran kesulitan untuk masuk dan menjangkau sumber api;
  3. Jarak antar bangunan yang relatif berdekatan serta penggunaan bahan bangunan dari bahan – bahan yang sangat mudah terbakar menjadikan lingkungan padat / kumuh memiliki potensi bahaya yang sangat tinggi;
  4. Sumber air yang sulit diperoleh, tidak tersedia hidran ataupun instalasi penunjang lainnya.
Semua persoalan tersebut perlu diantisipasi sebelum terjadi kebakaran, sehingga sudah menjadi kaharusan pemerintah dalam memberikan perlindungan rasa aman kepada masyarakat membentuk sebuah Institusi Pemadam Kebakaran (IPK).

V.                IPK Dalam Perspektif Administrasi Pemerintahan
Kehadiran IPK dalam pemerintahan sudah merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Bayangkan bila terjadi kebakaran di sebuah permukiman padat lalu semua pihak diam dan bisu, tidak ada yang memadamkan api. Siapa yang akan menerima celaan, demo, protes, dan unjuk rasa. Tentu saja pemerintah yang dinilai gagal dalam memberikan perlindungan rasa aman kepada masyarakat. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan rasa aman dari kebakaran merupakan ukuran perlu tidaknya dibentuk IPK. Dari sinilah kehadiran IPK adalah bagian tak terpisahkan dengan lembaga kementerian/non kementerian/SKPD lain. Apalagi tugas-tugas IPK saat ini dituntut lebih profesional. Sejalan dengan peran serta masyarakat yang menjadi harapan IPK, maka peran koordinasi antar Instansi terkait juga harus menjadi perhatian serius karena dari sinilah fungsi administrasi pemerintah berjalan dengan baik atau tidak. Keterlibatan instansi terkait satu-satunya dilakukan lewat koordinasi pelaksanaan tugas yang diwujudkan dalam Prosedur Tetap (PROTAP). Esensi dari protap adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan keterlibatan antar instansi adalah untuk menjamin efektivitas penanganan yang sinergis dan mendukung akuntabilitas pelayanan kebakaran serta tercipta tanggung jawab bersama dalam mendukung program-program Pemerintah. Cara pandang seperti ini adalah suatu wujud kualitas terselengggarakanya roda pemerintahan dalam satu kasus penanganan kebakaran. Tujuannya adalah agar tercipta tanggung jawab bersama dalam mendukung program-program  pemerintah. Instansi terkait seperti : Camat dan Lurah, Dinas Kesehatan, Jajaran TNI, PDAM, Perusahaan Gas Negara, Badan SAR, Dinas Sosial,  Polisi, Linmas, PLN dan PMI yang sering terlihat di lokasi kebakaran merupakan wujud kualitas kerja sama yang terkoordinatif  dalam menjalankan fungsi administrasi pemerintahan.

                                                   TABEL 1
          FUNGSI  KOORDINASI  INSTANSIONAL PENANGANAN KEBAKARAN
No
Instansi
Pencghn
Pemadmn
Rescu
1
IPK
2
Bappeko



3
Dinas Perhubungan / SAR

4
Dinas Cipta Karya Tata Ruang


5
Dinas Sosial


      √
6
Dinas Kesehatan & PMI


7
Dinas Perdag & Perindustrian


8
Dinas Tenaga Kerja


9
Satpol PP

10
Din. Kebersihan/Pertamanan


11
BaKesbang Linmas


13
PLN  & PN. GAS

14
PDAM


15
Kepolisian / TNI

16
Satkorlak / BPBD


17
BMG / Bakosurtanal


18
Lurah / Camat

Sumber :  Hasil pengamatan penulis

Kondisi kualitas fungsi  koordinasi antar instansi terkait pada tabel tersebut merupakan wujud IPK sebagai bagian tak terpisahkan dengan instansi lainya. Ini menunjukkan bahwa dalam perspektif administrasi pemerintahan, predikat IPK sebagai institusi buangan yang dianak tirikan sudah berlalu. Bagi pihak yang masih menganggap IPK adalah institusi buangan maka pihak tersebut harus belajar memahami administrasi pemerintahan. Perkembangan akhir-akhir ini menuntut agar IPK melakukan pula tugas-tugas penyelamatan (rescue) terhadap bencana umum lainnya, serta penanganan benda berbahaya dan beracun (B3), membuat IPK makin komplek tugasnya sebagai Fire and SAR Squad, makin dibutuhkan masyarakat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam administrasi pemerintahan. Bagaimanapun kalau tujuan yang ingin dicapai IPK terwujud maka otomatis tujuan pemerintah juga terwujud dalam memberikan pelayanan rasa aman kepada masyarakat. Namun sebaliknya kalau tugas tugas IPK dinilai masyarakat kurang efektif maka tugas-tugas pemerintahan umum juga dinyatakan kurang berhasil. Esensinya adalah apapun yang menjadi tugas IPK adalah tugas-tugas pemerintah. Baik buruknya pelayanan IPK kepada masyarakat adalah juga baik buruknya pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Referensi : Man, Amy G.,ed., Institution Building: A Reader, Pasitam, Indiana University, Blomington, 1975. Ndraha, Taliziduhu, Teori budaya Organisasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005. Siffin, William J., The Institution Building perpekstive: Properties Problem and Promise, Indiana University, Blomington, 1969. Sugandha Dann, Manajemen Administrasi, Sinar Baru, Bandung 1986. _______ , Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988._______ , Sistem Pemerintahan dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Parahyangan, Bandung ,1995. Suprapto, Makalah Kajian Mengenai Koordinasi Instansional Dalam Penanganan Kebakaran, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Suradinata Ermaya, Konsepsi Kesisteman dan Perancang Organisasi, Pusat Manajemen Hankam, jakarta 1994.


Pastikan bergabung kembali di Edisi berikutnya !
Edisi ke – 6  
Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....

 

SEARCH

Most Reading