Pages

Blogger news

EKSEKUSI STRATEGI MANAJEMEN PROTEKSI KEBAKARAN DALAM PERSPEKTIF KEBENCANAAN DI SURABAYA

Senin, 07 September 2015

EKSEKUSI STRATEGI
MANAJEMEN PROTEKSI KEBAKARAN
DALAM PERSPEKTIF KEBENCANAAN DI SURABAYA

Jurnal Administrasi Kebakaran

Edisi ke -8

Oleh :
          Dr. Muchamad Nurtam, M.Si 

                          

Abstract.
This study aims to analyze and understand the urgency of the fire protection management Strategy
execution   in   the   perspective   of   disaster.  While  the   research   is  descriptive   qualitative   method  to
determine  the   eleven  informants  with  analysis  through  a model  execution.  The results showed that the
structure   and   culture  of   the  institution,  resource allocation,  synergy  in  fire   protection expressed less
support  because  they  concentrate   on  emergency response.  Fire  is  still  not  considered as a disaster that
could  be   prevented  and  minimized.  Fire  disaster  management  strategy  is still stuck in old patterns Top
Down  Strategy. Execution  of  appropriate  strategies can be used as an alternative solution to suppress fires
Are   institutional   restructuring,   the   allocation   of  appropriate  resources  and  synergy  within  the  Fire
Department, related Department, and society.

Keywords: execution strategy, management fires protection, institution, restructuring, resources, synergy,
                 disaster.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami urgensi eksekusi strategi manajemen proteksi kebakaran dalam perspektif kebencanaan. Penelitian ini  menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menentukan sebelas Informan melalui model analisis eksekusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur budaya institusi ,alokasi sumber daya, sinergitas dalam proteksi kebakaran, masih lemah karena cenderung pada penanganan darurat bencana kebakaran. Kebakaran masih belum dianggap bencana yang bisa dicegah dan diminimalisasi. Manajemen Strategi Bencana Kebakaran masih terjebak pada pola lama Top Down Strategy. Eksekusi strategi yang tepat dapat dijadikan alternatif solusi dalam menekan terjadinya kebakaran adalah restrukturisasi institusi, alokasi sumber daya yang tepat dan sinergitas yang baik antara Dinas Kebakaran dengan instansional dan masyarakat.

Kata Kunci : eksekusi strategi, manajemen proteksi kebakaran, institusi, restrukturisasi, sumber daya,
                       sinergi, bencana.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
         Berbekal pengalaman dari bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 di Bumi Serambi Mekkah Nanggroe Aceh Darussalam, paradigma bencana perlahan mulai berubah. Perubahan paradigma dimulai dari sanggahan pandangan klasik yang beranggapan bencana adalah takdir semata. Pemahaman tersebut terus berkembang hingga menjadi sebuah paradigma baru yang disebut Manajemen Kebencanaan. Pemerintah telah menuangkan perubahan paradigma dari paradigma lama penanggulangan bencana yang bersifat responsif ke arah paradigma baru dengan konsep manajemen kebencanaan ke dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, dan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pergeseran paradigma ini membawa dampak yang baik bagi perubahan untuk mengenal lebih jauh tentang bencana lainnya seperti kebakaran, yang oleh sebagian kalangan pemerintah dan masyarakat masih dianggap sekedar musibah.   
         Seperti diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu hal yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh siapapun. Kebakaran merupakan bencana yang cukup ditakuti oleh masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Mengutip surat Kementerian Dalam Negeri  yang disampaikan di Hari Ulang Tahun Pemadam Kebakaran ke-93 di Monumen Nasional, Kamis 1 Maret 2012, menyatakan bahwa kebakaran menyumbang 15 persen dari total bencana di Indonesia. Pada 2011, terjadi sekitar 16.500 kebakaran di 498 kota dan kabupaten. Di Jakarta kebakaran terjadi sebanyak 890, Medan 163 kali, Surabaya 187 kejadian, Bandung 163 kali, Bekasi 127 kali, Depok 124 kali dan Kota Tangerang 167 kali.                                                
        Untuk mencegah, mengeliminasi  dan meminimasi terjadinya kebakaran, Pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) tahun 2010-2015 yang disusun berdasarkan isu strategis dan rumusan permasalahan yang terjadi di kota Surabaya. Tolok ukur keberhasilan dari program ini adalah pencapaian waktu tanggap <15 menit, cakupan pelayanan wilayah manajemen kebakaran dan menurunnya frekuensi kebakaran per satu juta penduduk.                                           
         Namun fakta umum yang ada di lapangan menunjukkan bahwa selama ini pelayanan kebakaran seringkali tidak dapat dilayani 15 menit. Kondisi ini telah menarik perhatian dari Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Sepuluh Nopembar Surabaya (LPM-ITS), yang  meneliti dengan  hasil rekomendasi pada laporan akhir penelitian mengenai Penyusunan Rencana Manajemen Penanggulangan Kebakaran tahun 2003 yaitu : Perlu dibangun 26 Pos Pemadam kebakaran  pada tahun 2004  dan  26 Pos Pemadam Kebakaran pada tahun 2005, sehingga nantinya  jumlah total Pos Pemadam Kebakaran adalah 59 yang akan  mampu mengcover seluruh wilayah kota Surabaya dengan waktu tanggap tidak lebih dari 15 menit.  Akan tetapi rekomendasi LPM-ITS tersebut perlu dipertimbangkan bahwa biaya investasi pembangunan Pos Pemadam Kebakaran dan prasarana lainnya  diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Melihat beberapa fenomena tersebut, penulis memandang perlu dan mendesak untuk menekankan kembali urgensi eksekusi strategi manajemen proteksi kebakaran dengan melakukan pergeseran, paradigma lama sebagai pemadaman kebakaran menuju paradigma baru sebagai ”Fire Protector Agen” , dengan menitikberatkan pada kebijakan  proteksi bencana kebakaran.
        Oleh karena itu  keluhan klasik yang representative sampai saat ini masih berlaku di masyarakat  adalah isu aktual yang menilai bahwa PMK “selalu terlambat”, sehingga musibah kebakaran tidak dapat ditanggulangi secara baik dan menelan korban jiwa serta harta benda yang tidak sedikit. Keterlambatan petugas PMK diatas sebenarnya dapat dihindari apabila eksekusi strategi dan pengelolaan strategi proteksi kebakaran telah dijalankan. Selama ini rencana strategi lima tahunan belum sepenuhnya mengakomodasi seluruh kebutuhan proteksi kebakaran. Rencana strategi Dinas Kebakaran tahun 2011-1015 saat ini merupakan hasil dari proses eksekusi strategi sebelum tahun 2011 yang hanya bertumpu pada pembenahan internal organisasi dan menjawab isu strategis yang sudah baku dalam rencana strategi.
Dalam konteks ini, seharusnya menurut Samuel C.Serto & J.Paul Peter (dalam Setiawan Hari Purnomo, 2007:87), mengemukakan bahwa secara internal eksekusi strategi yang bertumpu pada alokasi dan pengorganisasian sumber daya manusia dapat terlihat melalui: analisis perubahan, penetapan struktur organisasi, mekanisme kepemimpinan, dan budaya perusahaan. Selanjutnya J.David Hunger dan Thomas I. Wheelen (2001)  mengemukakan juga bahwa eksekusi strategi itu sendiri bertumpu pada lingkungan sosial dan tugas serta lingkungan internal yang meliputi:  struktur, budaya dan sumber daya. Kemudian Larry Bossidy dan Ram Charan dalam bukunya yang berjudul “ Execution” mengemukakan bahwa  terdapat tiga proses inti dari eksekusi, yaitu :  sumber daya manusia, strategi, dan operasi. Selain itu manajemen strategi proteksi kebakaran pada perspektif kebencanaan masih bertumpu pada penanganan darurat, yang seharusnya bertumpu pada strategi pengurangan resiko sebagaimana yang dinyatakan dalam Resolusi PBB Nomor 60 / 195 tentang Strategi

Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana  (International Strategy for Disaster Reduction) /
 ISDR, Kerangka Aksi Bejing, Strategi Yokohama,  dan Kerangka Aksi Hyogo ( Hyogo Framework for Action ), yang memiliki agenda utama melakukan pendekatan global dalam mengurangi risiko bencana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi kehilangan kesempatan dan kehidupan, kerugian di sektor sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan akibat bencana alam (Nurjanah dkk, 2012 : 125).
        Dari beberapa pandangan tersebut sebagai akibat dari manajemen proteksi kebakaran yang belum optimal, maka eksekusi strategi dihadapkan pada berbagai permasalahan. Fenomena ini perlu upaya  tindakan dalam bentuk eksekusi  strategi manajemen bencana kebakaran dengan merevitalisasi institusi, mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha   ( trilogy sinergi), agar intensitas kebakaran dapat diturunkan.

Rumusan masalah
       Bertitik tolak pada fenomena dan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan:
1.      Mengapa eksekusi strategi itu penting bagi manajemen proteksi kebakaran di kota Surabaya ?
2.      Mengapa manajemen strategi kebencanaan itu diperlukan untuk proteksi kebakaran di kota Surabaya?
3.      Bagaimanakah model eksekusi strategi yang tepat bagi manajemen proteksi  kebakaran di kota Surabaya?

Tujuan Penelitian


Tujuan Umum
       Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :  Menganalisis dan memahami urgensi eksekusi strategi manajemen proteksi kebakaran dalam perspektif kebencanaan di kota Surabaya.

Tujuan Khusus
      Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Menganalisis dan memahami urgensi revitalisasi struktur dan budaya institusi yang mengedepankan pendekatan proteksi kebakaran;
2.      Menganalisis dan memahami urgensi alokasi sumber daya yang tepat;
3.      Menganalisis dan memahami urgensi sinergitas pemerintah, masyarakat dan dunia usaha ( trilogy sinergi) dalam proteksi kebakaran;
4.      Menganalisis dan memahami manajemen strategi proteksi bencana kebakaran;
5.      Membuat model eksekusi strategi yang tepat bagi manajemen strategi proteksi bencana kebakaran.

METODE
       Penerapan teori eksekusi strategi berimplikasi metodologis yang memusatkan perhatian pada pengalamam individu atau kelompok, menggali secara mendalam aspek inti proses eksekusi. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang didahului dengan menelusuri penelitian sebelumnya bidang eksekusi strategi dan manajemen proteksi kebakaran. Berawal dari kajian tersebut penulis selanjutnya menelaah berbagai keterkaitan teoritis eksekusi dan manajemen strategi yang menghasilkan beberapa temuan. Dengan menentukan sebelas Informan, yang meliputi enam pejabat internal institusi (menjawab isu strategis), lima pejabat/masyarakat pada eksternal institusi (stakeholder), melalui teknik pengumpulan data seperti: wawancara, focus group discussion, observasi, triangulasi dan dokumentasi, maka dianalisis melalui model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman dan model analisis eksekusi oleh Larry Bossidy dan Ram Chanan disertai analisis isu strategis dan Stakeholder  oleh Bryson dan Roering.

HASIL DAN PEMBAHASAN
       Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi sumber daya pada Dinas Kebakaran dinyatakan belum optimal, karena: SDM belum disiapkan untuk melakukan tugas proteksi kebakaran, alokasi anggaran untuk proteksi kebakaran masih minim (5,15%) dibandingkan dengan program penanganan darurat kebakaran. Sinergitas dalam proteksi kebakaran antara Dinas Kebakaran, SKPD terkait, dan masyarakat dinyatakan juga belum baik, karena : RPJMD Tahun 2010-1015 yang disusun oleh Bappeko pada program Dinas Kebakaran masih konsentrasi pada pemenuhan respon time 15 menit, IMB/HO dari Dinas Cipta Karya dan Tata ruang/Badan Lingkungan Hidup yang terkait dengan program proteksi kebakaran masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pemohon IMB/HO dan hanya pada kasus-kasus tertentu, Tugas Satlak PB masih cenderung pada penanganan darurat bencana kebakaran, Pembentukan Satlakar RT/RW masih belum optimal, mengingat perananya masih konsentrasi pada penanganan darurat kebakaran, bukan pra bencana kebakaran, dan belum  memiliki SOP serta peralatan yang memadai. Selanjutnya kebakaran masih belum dianggap bencana yang bisa dicegah dan diminimalisasi. Manajemen Strategi Bencana Kebakaran di kota Surabaya ini masih terjebak pada pola lama Top Down Strategy dengan penekanan utama mendahulukan strategi proteksi kebakaran di kota, dari pada proteksi di bangunan dan lingkungan sehingga membawa dampak tidak efektifnya perumusan RPJMD 2010-2015, Renstra 2010-1015 dan RKPD sejak tahun 2010 sampai dengan 2014, serta Indikator Kinerja Utama.
       Eksekusi strategi yang tepat dapat dijadikan alternatif solusi dalam menekan terjadinya kebakaran adalah restrukturisasi institusi, alokasi sumber daya yang tepat dan sinergitas yang baik antara Dinas Kebakaran dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang serta Badan Lingkungan Hidup, dalam memberikan rekomendasi IMB/HO. Sinergitas ini bisa tercipta bila walikota atau Sekretaris Daerah mempunyai komitmen yang tinggi terhadap manajemen proteksi kebakaran. Tanpa campur tangan tersebut SKPD leading sector ini masih mempertahankan hanya bangunan atau tempat usaha tertentu yang pantas mendapatkan rekomendasi Dinas Kebakaran. Sedangkan dengan masyarakat dapat dilakukan dengan cara menjalin sinergitas yang baik dengan Satlakar RT/RW. Selain itu alternatif solusi lain dalam menekan terjadinya kebakaran adalah menggeser  pola lama Top Down Strategy  manajemen strategi proteksi kebakaran di kota, menuju Pola pikir baru Bottom Up Strategy yang lebih mengutamakan proteksi bencana kebakaran pada bangunan dan lingkungan. Lebih dari itu upaya lain yang patut menjadi perhatian adalah membudayakan proteksi kebakaran sebagai kebutuhan dengan pendekatan baru kebencanaan sebagaimana yang telah diterapkan oleh kota Ho Chi Minh-Vietnam melalui langkah konkrit : kepemilikan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) setiap rumah dan kendaraan bermotor  roda empat,  meningkatkan  kerja  bakti, membersihkan lahan kosong/sampah/semak belukar pada musim kemarau.
       Temuan penelitian ini berimplikasi secara teoritis dan praktis dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu administrasi publik konsentrasi New Public Service, pemikiran bagi pengambil kebijakan untuk strategi proteksi kebakaran, juga bermanfaat pula bagi penyusunan RPJMD tahun 2016-2020 kota Surabaya dan rencana strategi Dinas Kebakaran di periode mendatang. Secara teoritis Basic pemikiran Larry Bossidy dan Ram Charan dilandasi hasil penelitian organisasi bisnis  di Amerika Serikat yang menfokuskan SDM sebagai penentu eksekutor dari sebuah strategi. Namun kalau di organisasi birokrasi Indonesia, SDM yang ada belum  bisa menjadi eksekutor yang handal karena sistem rekruitmen staf maupun pejabat eselon masih terjebak dalam paradigma Old Public  Adminstration (OPA), mungkin dengan paradigma New Public Management atau New Public Service (NPS), baru bisa diandalkan sebagai eksekutor yang handal.
       Oleh karena itu menurut penulis masih diperlukan sumber daya yang lain seperti sarana dan prasarana serta anggaran (operasi merupakan inti proses eksekusi menurut Larry Bossidy dan Ram Charan) yang memadai agar eksekusi strategi dapat efektif, sehingga penulis menemukan  bahwa sumber daya SDM, sarana prasarana dan anggaran. adalah salah satu unsur yang menentukan efektivitas eksekusi. Lebih lanjut menurut Larry Bossidy dan Ram Charan, terdapat  tiga elemen penyusun eksekusi, yaitu : sikap sang pemimpin, menyusun kerangka perubahan budaya, dan pekerjaan yang tidak boleh diselegasikan oleh pemimpin. Bagi organisasi bisnis ketiga elemen  sangat menentukan keberhasilan eksekusi. Namun dalam konteks penelitian ini penulis memasukkan elemen menyusun kerangka perubahan budaya menjadi struktur dan budaya institusi serta sinergitas sebagai unsur yang kedua dan ketiga dalam menentukan efektivitas eksekusi, mengingat kerangka perubahan budaya itu telah melekat dan mendarah daging dalam organisasi birokrasi yang cukup lama dalam struktur yang ada.
       Agar eksekusi strategi dapat berjalan dengan baik, organisasi pemerintahan harus melakukan perubahan aspek organisasi lainnya seperti struktur, sistem, komposisi dan kompetensi SDM, budaya organisasi dan sinergitas. Sinergitas adalah rangkaian upaya koordinasi antara institusi pemerintahan dalam melaksanakan program untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini yang sering tidak diunggulkan dalam institusi bisnis, kalau memang ada itupun hanya terbatas dalam kerja tim internal, bukan antar institusi di luar lingkungan institusi. Dalam setiap kelompok kerja institusi, kualitas sinergi yang efektif pada hakekatnya adalah hasil dari suatu proses perpaduan dari cara-cara bagaimana mengatasi masalah dan perpaduan gagasan yang dijalankan oleh pihak-pihak yang saling percaya dan bersikap saling mendukung menghasilkan suatu gagasan baru yang benar-benar memberikan kepuasan secara intrinsik bagi semua belah pihak. Bersinergi bertujuan memadukan bagian-bagian yang terpisah. Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa landasan teori penguatan koordinasi dan sinergi dalam adminstrasi pemerintahan mengacu pada konsep “togetherness, creating and sustaining performance”.
       Semua Instansi ini harus bersinergi dan koordinatif. Disinilah sesungguhnya Rohnya administrasi pemerintahan adalah koordinasi, sehingga beberapa ahli administrasi Amerika Serikat seperti Pfiffner dan Presthus  pada tahun enam puluhan berpendapat bahwa : “Administrasi negara didefinisikan sebagai koordinasi dari usaha-usaha individu dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan negara”.
       Walaupun beberapa ahli lain bidang manajemen menyatakan bahwa koordinasi itu bagian dari fungsi manajemen,  namun dilihat dari sudut pandang pemerintahan maka makin jelas bahwa gagalnya eksekusi strategi bukan hanya saja karena struktur dan budaya institusi yang kurang baik, atau alokasi sumber daya yang kurang tepat, akan tetapi koordinasi yang semrawut, kurang harmonis (hot issue yang ngetren akhir-akhir ini) antara kementerian/lembaga lain/SKPD terkait dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu  secara langsung koordinasi dan sinergi dalam kemitraan kerja antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha  akan tumbuh menjadi wadah sinergi yang efisien, berkualitas, fleksibel dan inovatif.
       Dari beberapa penjelasan tersebut maka dari sudut pandang penulis, administrasi memang berpangkal  dari   kegiatan   koordinasi  itu  sendiri, sehingga penulis memasukkan elemen sinergi sebagai unsur yang ketiga dalam menentukan efektivitas eksekusi strategi. Dengan demikian temuan konstruksi baru dari tiga proses inti  eksekusi adalah Sumber daya Sarana dan Prasarana  dan Trilogy Sinergi.
       Secara praktis konsep Proteksi kebakaran di perkotaaan dari LPM-ITS lebih cenderung mengarah    pada    penanganan  darurat   kebakaran dengan penekanan kecepatan respon time tidak lebih dari lima belas menit. Konsep ini telah menciptakan alternative solusi utama dalam memproteksi kota Surabaya hanya terbatas pada pembangunan Pos-pos pembantu kebakaran saja, tanpa mempertimbangkan factor lain seperti: analisis resiko, pencegahan kebakaran, dan pemberdayaan atau partisipasi masyarakat. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini, mengarah pada upaya proteksi pra kebakaran dengan penekanan upaya pemetaan daerah rawan kebakaran, pengurangan resiko, mitigasi, penentuan/pemeriksaan/uji coba system proteksi kebakaran pada bangunan gedung, dan sinergitas antara Dinas Kebakaran dengan SKPD, masyarakat dunia usaha dan lingkungan RT/RW. Selain itu penelitian ini juga akan mengembangkan sisi administrasi Negara dari paradigma new public management. Model yang akan digunakan diperoleh dari fakta empiris dan beberapa teori yang relevan dengan manajemen strategi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekali membuka wacana baru bahwa bencana kebakaran dapat ditinjau dari aspek administrasi (Fire Administration), bukan aspek yang lebih sempit seperti Fire Engineering, Fire Inspector dan Fire Fighter.

       Seperti diketahui, Bangunan, lingkungan dan kota adalah satu sistem yang tidak dapat dipisahkan. Sistem proteksi kebakaran  pada bangunan gedung dan lingkungan merupakan sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan untuk tujuan melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Namun  untuk memahami manajemen strategi bencana kebakaran di kota Surabaya ini masih terjebak pada pola lama        Top  Down   Strategy    dengan   penekanan   utama mendahulukan strategi proteksi bencana kebakaran di kota, dari pada di bangunan dan lingkungan.



Temuan pada penelitian ini adalah Pola pikir baru Bottom Up Strategy  yang lebih mengutamakan strategi proteksi bencana kebakaran pada bangunan dan lingkungan dari pada di kota.

Pada kasus-kasus besar kebakaran yang menjadi hot isue  nasional seperti kebakaran gedung Redboxx Cafe dan Gedung Balai Pemuda Surabaya, menunjukkan bahwa selama ini belum melakukan  Pola  pikir  baru   Bottom  Up  Strategy
yang lebih mengutamakan strategi proteksi bencana kebakaran pada bangunan dan lingkungan dari pada di kota. Oleh karena itu berapapun jumlah pos pembantu kebakaran dan unit mobil PMK yang dikerahkan kalau menghadapi tingkat kemacetan lalu lintas dan kerumunan massa yang makin menggila, maka tidak akan sanggup lagi tiba di lokasi sesuai dengan harapan masyarakat. Jalan satu-satunya adalah segera melakukan  manajemen strategi proteksi bencana kebakaran melalui pendekatan pola pikir bottom up strategy.

       Dari beberapa penjelasan tersebut, maka penulis menemukan model eksekusi yang tepat bagi manajemen proteksi kebakaran.

Model tersebut akan dapat menjawab semua isu strategis dan keinginan para stakeholder dengan eksekusinya yang bertumpuh pada  bottom up  strategy  yang mengutamakan perlindungan bangunan dan lingkungan. Dinas Kebakaran  perlu melakukan revitalisasi struktur dan budaya institusi, alokasi sumber daya yang tepat dan menciptakan sinergi yang baik antar SKPD. Lalu tahapan selanjutnya melakukan kajian  semua isu strategis terutama  keinginan para stakeholder dari SKPD leading sector pengurusan izin HO dan IMB,serta meningkatkan partisipasi masyarakat lingkungan RT/RW.
      Dari hasil kajian tersebut, maka yang perlu menjadi prioritas adalah melakukan bottom up  strategy  melalui tahapan  proteksi pada bangunan gedung, lingkungan, dan kota. Pada akhirnya dengan memproteksi bangunan gedung dari ancaman kebakaran maka secara otomatis juga memproteksi kota.

KESIMPULAN
       Akhirnya penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang “Eksekusi Strategi Manajemen Proteksi Kebakaran Dalam Perspektif Kebencanaan di Kota Surabaya”, sebagai berikut :
1.      Eksekusi Strategi dinyatakan kurang baik, walaupun penting bagi manajemen proteksi kebakaran di kota Surabaya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan :
a.       Struktur dan budaya institusi pada Dinas Kebakaran kurang mendukung karena masih konsentrasi pada penanganan darurat kebakaran;
b.      Alokasi sumber daya pada Dinas Kebakaran belum optimal :
1)      SDM belum disiapkan untuk melakukan tugas proteksi kebakaran;
2)      Sarana dan prasarana masih diperuntukkan pada penanganan darurat bencana kebakaran, sedangkan untuk sarana prasarana penguji alat/sistem proteksi kebakaran dan laboratorium penyidikan/mitigasi  belum diadakan;
3)      Alokasi anggaran untuk proteksi kebakaran masih minim dibandingkan dengan program penanganan darurat kebakaran;
antara Dinas Kebakaran, SKPD terkait, dan masyarakat belum baik, karena :
1)      RPJMD Tahun 2010-1015 yang disusun  Bappeko pada program Dinas Kebakaran masih konsentrasi pada pemenuhan respon time 15 menit;
2)      IMB/HO dari Dinas Cipta Karya dan Tata ruang/Badan Lingkungan Hidup yang terkait dengan program proteksi        kebakaran masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pemohon IMB/HO dan hanya pada kasus-kasus tertentu;
3)      Tugas Satlak PB masih cenderung pada penanganan darurat kebakaran;
4)      Pembentukan Satlakar RT/RW belum optimal, mengingat perananya masih konsentrasi pada penanganan darurat kebakaran, bukan pra bencana kebakaran, dan belum  memiliki SOP serta peralatan yang memadai.
2.      Manajemen Strategi Bencana Kebakaran di kota Surabaya dinyatakan kurang baik karena masih terjebak pada pola lama Top Down Strategy dengan penekanan utama mendahulukan strategi proteksi kebakaran di kota, dari pada proteksi di bangunan dan lingkungan sehingga membawa dampak tidak efektifnya perumusan RPJMD 2010-2015,  Renstra 2010-1015 dan RKPD sejak tahun 2010 sampai dengan 2014. Lebih dari itu kebakaran masih belum dianggap bencana yang bisa dicegah dan diminimalisasi.
3.      Model eksekusi strategi yang tepat bagi manajemen proteksi  kebakaran di kota Surabaya adalah justifikasi kolaborasi model menurut Larry Bossidy dan Ram Charan serta model yang dikemukakan oleh Bryson dan Roering yang telah disesuaikan dengan fakta empiris.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Ansoff, H. Igor. 1968. Corporate Strategy: An Analytic Approach to Business Policy    For Growth and Expansion. Penguin Books. Harmondsworth. Middlesex.
Bogdan. Robert.C & Sari Knopp Biklen, 1998,  
                    Qualitatif Research in Education an
                    Introduction to Theory and Methods,
a.       Sinergitas dalam proteksi kebakaran
Bogdan. Robert.C & Steven J. Taylor, 1975, Introduction to Qualitative Research  Methods : A Phenomenological Approuch to the Social Sciences, Wiley, New York
Bungin, B.,2007, Penelitian Kualitatif, Prenada   
                    Media Group, Jakarta
David, Fred R. (2004). Manajemen Strategis: Konsep-konsep, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta
Fikri Lukiastuti dan Muliawan Hamdani, 2011, Manajemen Strategik Dalam Organisasi, Cap, Jakarta
Gray, S.T. 1996. The Art of Collaboration, Association Management, 48, (2), 202.
Hampden-Turner, C. 1990. Charting the Corporate Mind: Graphic Solutions to Business Conflicts. The Free Press. New York.
Ismail Solihin, 2012,  Manajemen Strategik,  Erlangga, Jakarta
Ketchen Jr. D. et all. 2009. "Strategy 2008-2009".
                    McGraw-Hill, New York
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi.
                    Salemba Empat, Jakarta
Kusdi, 2009, Teori Organisasi dan Administrasi,
                    Salemba Humanika, Jakarta
Larry Bossidy dan Ram Charan.  2012, Execution,
                   Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
LPM-ITS, 2003, Laporan Akhir Penyusunan    
                   Rencana Manajemen Penanggulangan
                   Kebakaran, Surabaya
Nurjanah dkk, 2012, Manajemen Bencana, Alfaneta, Bandung
Porter, Michael. 1996. "What is Strategy?".
                    Harvard Business Review hal .61-79
_____________________ , 1997, Banishing
                    Bureaucracy : the Five Strategies
For Reiventing Government, Addison-Wesley Publishing Company, Inc.    New York
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, 2007, Manajemen Strategi, Fakultas Ekonomi UI, Jakarta
Stephen R. Covey. 2012. The 4 Disciplines of
                   Execution. The Secret To Getting
     Things Done, On Time, With
     Excellence. Franklin Covey Publishing
Simatupang T.M., 1995,  Pemodelan Sistem.
                    Nindita , Klaten Allyn & Bacon, Boston
Sugandha Dann, 1986,  Manajemen Administrasi,
                   Sinar Baru, Bandung
_______ , 1988, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak
                   Administrasi, Intermedia, Jakarta
Suprapto, 2009, Makalah Kajian Mengenai Koordinasi Instansional Dalam Penanganan Kebakaran, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, Bandung
Susanto,A.B.et.al., 2008, Corperate Culture : A Strategic Management Approuch, The Jakarta Consulting Group, Jakarta
Dokumen-dokumen
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014tentang
                   Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007,  tentang
                   Kebencanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 , tentang
                   Bangunan Gedung
Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.20
                  /KPTS/2009, tentang Ketentuan Teknis
                   Manajemen Penanggulangan
                   Kebakaran di Perkotaan
Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum No 26
                   Tahun 2008, tentang Persyaratan
                   Teknis Sistem Proteksi  Kebakaran
                   pada Bangunan dan Lingkungan
Permendagri Nomor 69 Tahun 2014 tentang
                   Perubahan Atas  Peraturan Menteri
                   Dalam Negeri Nomor 62 tahun 2008
                   tentang Standar Pelayanan Minimal
                   Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di
                   Kabupaten/Kota
Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya,
                   Rencana Pembangunan Jangka
                  Menengah Daerah (RPJMD) 2010-2015
Dinas Kebakaran Kota Surabaya, Rencana Strategi
                  2010-2015
Dinas Kebakaran Kota Surabaya, Laporan Kinerja
                  Instansi Pemerintah (Lakip), 2013
Unduhan
ppm-manajemen.ac.id/strategi-bersaing-dan-tantangan-pengimplementas...Rifani Budi Kristanto
http://ppm-manajemen.ac.id/strategi-bersaing-dan tantangan
noramaya.wordpress.com/2013/10/03/551/3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....

 

SEARCH

Most Reading