Pages

Blogger news

PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN

Kamis, 30 Januari 2014





 Edisi Ke – 2
JURNAL ADMINISTRASI KEBAKARAN



I.          PENGANTAR

            Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan Semarang masih banyak dijumpai permukiman yang  padat dan pasar tradisional  dengan akselerasi jalan yang  sempit,  penyalagunaan fungsi brandgang yang secara teknis masih jauh dari keamanan bahaya kebakaran, gedung-gedung tinggi dan komplek pertokoan/mall  yang sebagian besar kurang memenuhi ketentuan proteksi kebakaran,  sehingga berbagai persoalanpun muncul seiring dengan pertumbuhan kota tersebut , salah satunya adalah ancaman terhadap bahaya kebakaran.
Penanganan masalah kebakaran masih menghadapi kendala baik yang bersifat kebijakan, kinerja, peraturan perundang-undangan, mekanisme operasional dan kelengkapan pranatanya. Dapat dikatakan bahwa aspek proteksi belum membudaya dan belum dianggap sebagai salah satu kebutuhan dasar. Akibatnya kejadian kebakaran sering berakibat fatal dan berulang-ulang serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan psikologi yang luas. Untuk mencegah, mengeliminasi dan meminimasi terjadinya kebakaran, setiap institusi kebakaran memiliki sasaran strategi :
1.    Arah , difokuskan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran;
2.  Kebijakan, konsentrasi pada pelayanan kebakaran untuk  peningkatan akselerasi unit pemadam kebakaran  tiba di lokasi bencana kebakaran sekitar 15 menit.
Srategi dan prioritas ini merupakan instrumen bagi masyarakat untuk menilai Institusi Kebakaran dapat tiba di lokasi kebakaran secara cepat tidak lebih dari 15 menit sejak berita kebakaran diterima. Walaupun kenyataan  masih jauh dari harapan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Institusi Kebakaran telah berusaha dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan efektif. Pada prinsipnya semakin kecil waktu tanggap yang dihasilkan, maka akan semakin baik keputusan yang dibuat dalam mengambil langkah operasional kebakaran. Hal ini dapat diartikan juga bahwa target waktu   tanggap kebakaran  apabila dapat tercapai  15 menit  atau kurang dari 15 menit maka semakin baik hasil kinerja yang dicapai oleh Institusi Kebakaran. Masalahnya apakah masyarakat mampu bertahan dan menunggu sampai dengan 15 menit. Bagaimana dengan pasar tradisional yang ruwet penataan ruangnya, bagaimana dengan gedung yang bertingkat, bagaimana dengan kompleks pertokoan/mall, bagaimana dengan bangunan rumah sakit, gudang farmasi, atau bagaimana kalau yang terbakar itu permukiman padat non permanen tempat tinggal kita?   Ngeri untuk dibayangkan bila terjadi kebakaran sungguhan, karena hampir semua material di permukiman padat banyak mengandung bahan yang mudah terbakar, dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap dalam hitungan detik. Tentunya semua pihak tidak berharap sekali, namun banyak kenyataan bahwa aspek proteksi kebakaran belum menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena patut mulai dipertimbangkan urgensi  manajemen proteksi kebakaran pada permukiman.

II.        PERMASALAHAN
Kebakaran senantiasa menimbulkan bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia.  Kebakaran yang terjadi di permukiman padat dapat bergerak dengan cepat karena banyak benda yang mudah terbakar, tidak ada konstruksi pembatas, sistem instalasi listrik yang cenderung ruwet, sehingga menimbulkan dampak sosial, ekonomi, psikologi, lingkungan dan langsung memiskinkan masyarakat.
Beberapa masalah yang terjadi  pada kebakaran permukiman padat dapat teridentifikasi secara umum dan khusus sebagai berikut :
1.  Secara umum, infrastruktur kota seperti sumber air untuk pemadaman, hidran kota, jalan-jalan lingkungan dan sistem komunikasi emergency masih belum sepenuhnya mendukung terhadap operasi pemadaman yang efektif;
2.   Belum semua kota memiliki master plan penanganan kebakaran, sementara pembangunan fisik kota meningkat ditandai dengan bertambahnya kawasan permukiman padat penduduk termasuk kawasan kumuh yang rentan terhadap bahaya kebakaran;
3.  Masih lekatnya image persepsi sebagian masyarakat bahwa kebakaran adalah suatu musibah yang harus diterima sebagai cobaan dari Tuhan yang maha kuasa;
4.  Partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran masih relatif rendah atau kurang diberdayakan;
5.   Peran serta Satlakar yang belum optimal.
Secara khusus, sebagian besar masyarakat masih menilai bahwa PMK “selalu terlambat”. keterlambat itu dikarenakan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.  Keterlambatan masyarakat dalam melaporkan berita kebakaran, (Api membesar baru laporan) ;
2.  Lokasi Pos Pemadam Kebakaran yang terlalu jauh dari lokasi kebakaran;
3.  Tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas;
4.   Perubahan kondisi lalu lintas tanpa diketahui oleh PMK;
5.  Hambatan akseleri unit pemadam kebakaran antara lain portal, polisi tidur, kabel telepon/listrik melintang serta jalan sempit.

III.      URGENSI PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN

3.1       Peran Serta Masyarakat
         Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa di era reformasi ini masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada Pemerintah. Masyarakat semakin kritis  untuk melakukan kontrol terhadap apa  yang  menjadi tugas pokok  Institusi Kebakaran. Namun perlu disadari bahwa tugas pelayanan kebakaran bukan semata-mata merupakan tugas Institusi Kebakaran akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara institusi Kebakaran dengan masyarakat. Peran serta masyarakat diperlukan dalam bentuk partisipasi untuk siaga melakukan tindakan awal kebakaran sambil menunggu unit mobil PMK datang.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan, perlu dibentuk Sistem Keamanan Kebakaran Lingkungan (SKKL) sebagai wujud peran serta masyarakat dalam bidang proteksi kebakaran. SKKL merupakan model pendayagunaan seluruh potensi masyarakat secara sukarela dan bersifat mandiri dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang meliputi : Satuan Relawan Kebakaran (Satlakar) serta Forum Komunikasi dan Masyarakat Profesi. Satlakar merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran dan bagian dari pelayanan pemadaman kebakaran pada lingkungan padat hunian, rumah susun dan pasar. Fungsi utama Satlakar adalah memberikan informasi kejadian kebakaran kepada Institusi Kebakaran dan melakukan pemadaman dini sebelum petugas PMK datang ke tempat terjadinya kebakaran. Satlakar juga dibentuk dari masyarakat profesi dan forum komunikasi. Masyarakat profesi terdiri dari orang perorangan dan atau badan yang mempunyai profesi terkait dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Sedangkan Forum Komunikasi merupakan gabungan dari asosiasi profesi dan tokoh masyarakat. Masing-masing mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal upaya untuk membantu tugas Institusi Kebakaran.

3.2        Penanganan Kebakaran Permukiman
          Mengingat semua material di permukiman padat banyak mengandung bahan yang mudah terbakar, dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap dalam hitungan detik, maka tindakan konkrit yang diharapkan oleh Institusi Kebakaran kepada para Satlakar, Masyarakat Profesi dan Forum komunikasi adalah sebagai berikut:
1.      Pra Kebakaran
a.   Pengamanan terhadap kompor Gas Elpi dengan cara melepas regulator pada katup/valve tabung elpiji bila bepergian (akan dibahas dlm edisi khusus penanganan kebakaran kompor gas elpiji)  ;
b.   Waspada instalasi listrik yang sudah tua/uzur dan bila memungkinkan dilakukan peremajaan ;
c.    Lebih baik mematikan arus listrik apabila tidak ada kegiatan usaha ;
d.   Pengamanan terhadap berkas/peralatan/bahan-bahan yang dipandang mudah menyala dan rawan kebakaran ;
e.   Larangan membakar sampah tanpa pengawasan langsung ;
f.    Larangan membuang puntung rokok pada alang-alang/lahan kosong yang kering ;
g.  Untuk permukiman / tempat-tempat  lingkungan yang dipasang pagar/portal, agar tetap ada kemudahan untuk akselerasi unit Mobil PMK ;
h.   Tanggap bila terjadi kebakaran di sekitarnya (memberikan informasi yang akurat kepada PMK, Polisi terdekat dan membantu pemadaman secara gotong royong) ;
i.    Bila terjadi kebakaran awal, maka :
-          Jangan panik dan perhatikan jenis benda yang terbakar
-          Gunakan tabung kebakaran & perlengkapan kebakaran yang ada (pasir, karung dll)
-          Bila akan memadamkan dengan media air, pastikan tidak ada aliran listrik
-          Bila Api diperkirakan tak terkendali, hubungi secepatnya Pos PMK terdekat.
2.      Saat Kebakaran
a.  Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat tanpa menunggu api merambat besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak dipungut biaya;
b.   Bantuan mamadamkan api pada tahap awal, karena bila upaya ini gagal api dapat membesar;
c.   Bantuan kelancaran jalan dengan cara : menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang jalan bagi unit mobil PMK dan unit bantuan dari instansi lain ;
d.   Bantuan informasi mengenai obyek yang terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api  dan macam-macam benda yang terbakar;
e.    Membantu gelar selang kebakaran;
f.     Menunjukkan lokasi bila terdapat korban yang terjebak;
g.    Membantu evakuasi barang-barang;
h.    Bantuan memutuskan aliran listrik bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar.
3.      Pasca Kebakaran
a.  Membantu petugas PMK dalam melakukan mitigasi, mendukung pendataan lokasi, penghuni, korban, waktu dan dugaan sementara penyebab kebakaran;
b.  Bagi korban kebakaran yang tidak mempunyai tempat tinggal harus mematuhi Tim Tanggap Darurat dari Institusi Kebakaran atau terkait;
c.   Membantu Institusi Kebakaran atau  Institusi terkait dalam melakukan investigasi atau penelitian sebelum dilakukannya rehabilitasi lingkungan;
d.    Memperhatikan sosialisasi mitigasi yang dilakukan oleh Institusi Kebakaran atau  Institusi terkait;
e.    Ikhlas, Sabar dan tawakal.
3.3              Kerja Sama Simulasi
        Hubungan antara Institusi Kebakaran dengan masyarakat perlu dipupuk secara berkala malalui kegiatan pertemuan forum diskusi, simposium, musrenbang dan simulasi kebakaran. Dalam perspektif manajemen proteksi kebakaran di perkotaan untuk latihan simulasi bersama wajib dilakukan setidak-tidaknya 3 (tiga) kali dalam setahun. Institusi Kebakaran dapat menentukan waktu, tempat dan institusi/lembaga masyarakat yang bersedia melakukan latihan simulasi kebakaran bersama. Tujuan kegiatan ini semata-mata mempersiapkan agar Institusi Kebakaran dan masyarakat dapat mengeliminir dan meminimalisasi sedini mungkin dampak kebakaran.


REFERENSI : Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, Sinergi Visi Utama, Yogjakarta, 2010. Suprapto, Makalah  Koordinasi Penanggulangan kebakaran di daerah, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan






Pastikan Ikuti Edisi selanjutnya !
Edisi khusus awal Februari 2014 Kado untuk  HUT Institusi Kebakaran 1 Maret 2014
”Old and New de Brandweer Surabaya”                      
(Komperatif Penetapan Hari Jadi Institusi Pemadam Kebakaran Nasional)
Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com   







 

SEARCH

Most Reading