(Upaya pencapaian waktu 15
menit tiba di lokasi kebakaran)
JURNAL MANAJEMEN KEBAKARAN
Edisi Ke - 1
I.
PENGANTAR
Secara eksplisit Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana belum menyebutkan bahwa kebakaran merupakan bagian dari
bencana. Mungkin bisa dipahami karena adanya perbedaan paradigma. Undang-Undang
ini memandang bahwa kebakaran hanyalah
sebuah musibah, demikian sebaliknya bagi institusi kebakaran yang memandang
kebakaran adalah bencana, karena esensinya bencana adalah rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Dikotomi
tersebut tidak perlu diperbincangkan lebih jauh, yang penting masing-masing
mempunyai peranan dalam memberikan perlindungan warga negara. Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa
tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia . Selanjutnya pasal 30
hasil amandemen yang kedua secara
mendasar terdapat perubahan besar terhadap kewajiban Negara dalam memberikan
pelayanan bidang keamanan dan ketertiban. Amanat tersebut mengandung makna
Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu system
pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Sebagai kewajiban tugas dalam melaksanakan konstitusional ini,
jenis pelayanan bidang keamanan dan
ketertiban yang termasuk didalamnya
adalah pembinaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Pekerjaan Umum mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, yang mengatur pengelolaan waktu tanggap terhadap
pemberitahuan kebakaran tidak lebih dari 15 (lima belas) menit. Untuk mendukung
kebijakan ini Pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan Rencana Pembangunan Jangka
menengah (RPJM) yang disusun berdasarkan isu strategis dan rumusan permasalahan
yang terjadi di kota Surabaya. Dalam RPJM
ini salah satu agendanya adalah mewujudkan penataan lingkungan kota yang
bersih, hijau dan nyaman dengan sasaran yang berhubungan dengan permukiman
yaitu : meningkatnya kualitas penanganan kebakaran yang tercemin dari indicator
tenggang waktu unit pemadam kebakaran tiba di lokasi tidak lebih dari 15 (lima
belas) menit.
II.
KEBIJAKAN PENANGANAN KEBAKARAN
Sebagai Kota yang sukses menyelenggarakan konferensi
walikota se Asia, Surabaya masih banyak dijumpai permukiman yang padat dan pasar tradisional dengan akselerasi jalan yang sempit, penyalagunaan fungsi brandgang yang secara teknis masih jauh dari keamanan bahaya
kebakaran, gedung-gedung tinggi dan komplek pertokoan/mall yang sebagian besar kurang memenuhi ketentuan
proteksi kebakaran, sehingga berbagai
persoalanpun muncul seiring dengan pertumbuhan kota tersebut , salah satunya
adalah ancaman terhadap bahaya kebakaran.
Sebagaimana
diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu hal yang pada dasarnya tidak
diinginkan oleh siapapun. Kebakaran membuat segala yang telah kita bangun
selama bertahun-tahun rusak dan musnah dalam sekejap. Kebakaran merupakan
bencana yang cukup ditakuti oleh masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana
saja tanpa mengenal waktu dan tempat . Bahkan peristiwa kebakaran semakin hari
semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Penanganan masalah kebakaran di Kota
Surabaya masih menghadapi kendala baik yang bersifat kebijakan, kinerja,
peraturan perundang-undangan , mekanisme operasional dan kelengkapan
pranatanya. Dapat dikatakan bahwa aspek proteksi belum membudaya dan belum
dianggap sebagai salah satu kebutuhan dasar. Akibatnya kejadian kebakaran
sering berakibat fatal dan berulang-ulang serta menimbulkan dampak sosial,
ekonomi dan psikologi yang luas.
Untuk mencegah, mengeliminasi dan meminimasi terjadinya kebakaran,
Dinas Kebakaran Kota Surabaya telah membuat
Kebijaka dengan sasaran :
1.
Arah , difokuskan untuk melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran;
2. Kebijakan, konsentrasi pada
pelayanan kebakaran untuk peningkatan
akselerasi unit pemadam kebakaran tiba
di lokasi bencana kebakaran sekitar 14 menit pada tahun 2014.
Penyusunan kebijakan umum pada dasarnya
merupakan bagian upaya pencapaian Visi, misi, tujuan dan sasaran yang
ditetapkan dalam Rencana Strategis dan prioritas jangka pendek selama 1 (satu) tahun .
Srategi dan prioritas ini merupakan instrumen bagi masyarakat untuk menilai
Dinas Kebakaran Kota Surabaya dapat tiba di lokasi kebakaran secara cepat tidak
lebih dari 14 menit sejak berita kebakaran diterima . Terlepas permasalahan
yang kerap menjadi isu masyarakat dan permasalahan yang dihadapi Dinas
Kebakaran Kota Surabaya setiap tahun, suka atau tidak suka harus diterima
sebagai konsekuensi aparatur abdi masyarakat yang memegang prinsip” PANTANG
PULANG SEBELUM API PADAM”. Walaupun kenyataan masih jauh dari harapan sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik ,
Dinas Kebakaran berusaha dalam
menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat
dan efektif. Pada prinsipnya semakin kecil waktu tanggap yang dihasilkan, maka
akan semakin baik keputusan yang dibuat dalam mengambil langkah operasional
pelayanan kebakaran. Hal ini dapat
diartikan juga bahwa target waktu
tanggap kebakaran apabila dapat
tercapai 14 menit atau kurang dari 14 menit maka semakin baik
hasil kinerja yang dicapai oleh Dinas Kebakaran.
III.
MANAJEMEN WAKTU TANGGAP PELAYANAN
KEBAKARAN
Menurut, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen
Proteksi Kebakaran di Perkotaan, bahwa waktu tanggap terhadap pemberitahuan
kebakaran untuk kondisi Indonesia tidak lebih dari 15 menit yang terdiri dari :
1. Waktu diterimanya pemberitahuan adanya
kebakaran di suatu tempat, interpretasi penentuan lokasi kebakaran, dan
penyiapan pasukan serta sarana pemadaman selama 5 menit;
2. Waktu perjalanan dari Pos Pemadam menuju
lokasi selama 5 menit;
3.
Waktu gelar peralatan di lokasi
sampai dengan siap operasi penyemprotan selama 5 menit.
Namun fakta umum yang ada di lapangan menilai bahwa
selama ini pelayanan kebakaran tidak dapat dilayani 15 menit. Sebagian
besar masyarakat menilai bahwa PMK
“selalu terlambat”. Sesungguhnya tidaklah demikian, sebab dalam tahun 2011
hampir 80% pelayanan kebakaran tepat
waktu atau bahkan sebagian ada yang
lebih cepat dari 15 menit. Kalaupun ada yang terlambat itu dikarenakan oleh
beberapa hal sebagai berikut :
1. Keterlambatan masyarakat dalam melaporkan
berita kebakaran ;
2.
Lokasi Pos Pemadam Kebakaran
yang terlalu jauh dari lokasi kebakaran.
3. Tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas;
4.
Perubahan kondisi lalu lintas;
5.
Perbedaan waktu tanggap yang
dipengaruhi oleh kecepatan unit mobil kebakaran;
6. Hambatan akseleri unit pemadam kebakaran antara lain portal, jalan sempit,
dll;
7. Terbatasnya jumlah sarana dan prasarana
Pos Pembantu dan unit mobil;
8. Belum optimalnya koordinasi instansional.
3.1 Peran Serta Masyarakat
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa di era reformasi ini masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya kepada Pemerintah. Masyarakat semakin kritis untuk melakukan kontrol terhadap apa yang menjadi tugas pokok Dinas Kebakaran. Namun perlu disadari bahwa tugas pelayanan kebakaran bukan semata-mata merupakan tugas Dinas
Kebakaran akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara Dinas Kebakaran
dengan masyarakat. Peran serta masyarakat diperlukan dalam bentuk partisipasi
untuk siaga melakukan tindakan awal kebakaran sambil menunggu unit mobil PMK
datang.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan dan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 254 Tahun
1992 Tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Keanggotaan dan Pembinaan Barisan
Sukarelawan Kebakaran. Dapat dijelaskan bahwa peran
serta masyarakat diberikan wadah sebagai Satuan Relawan Kebakaran (Satlakar). Satlakar merupakan wadah partisipasi masyarakat
dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran dan bagian dari pelayanan
pemadaman kebakaran pada lingkungan padat hunian, rumah susun dan pasar. Fungsi
utama Satlakar adalah memberikan informasi kejadian kebakaran kepada Dinas
Kebakaran dan melakukan pemadaman dini sebelum Dinas Kebakaran datang ke tempat
terjadinya kebakaran. Satlakar juga dibentuk dari masyarakat profesi dan forum
komunikasi. Masyarakat profesi terdiri dari orang perorangan dan atau badan
yang mempunyai profesi terkait dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan
kebakaran. Sedangkan Forum Komunikasi merupakan gabungan dari asosiasi profesi
dan tokoh masyarakat. Masing-masing mempunyai peranan yang sangat penting dalam
hal upaya untuk membantu Dinas Kebakaran.
Tindakan konkrit yang diharapkan Dinas Kebakaran
kepada para Balakar/Satlakar, Masyarakat Profesi dan Forum komunikasi pada saat
terjadi kebakaran adalah :
1. Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat
tanpa menunggu api besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak dipungut
biaya;
2. Bantuan mamadamkan api pada tahap awal,
karena bila upaya ini gagal api dapat membesar;
3. Bantuan kelancaran jalan dengan cara :
menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang
jalan bagi unit mobil PMK dan membantu meletakkan barang-barang yang akan evakuasi;
4. Bantuan informasi mengenai obyek yang
terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api dan macam-macam benda yang terbakar;
5. Bantuan memutuskan aliran listrik
bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar.
3.2 Koordinasi Instansional
Sejalan
dengan peran serta masyarakat yang menjadi harapan Dinas Kebakaran, maka peran
Koordinasi antar Instansi terkait juga harus menjadi perhatian serius karena
dari sinilah fungsi administrasi pemerintah kota berjalan dengan baik atau
tidak. Keterlibatan instansi terkait satu-satunya dilakukan lewat koordinasi
pelaksanaan tugas yang diwujudkan dalam Prosedur Tetap (PROTAP). Esensi dari
protap adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan keterlibatan antar
instansi adalah untuk menjamin efektivitas penanganan yang sinergis dan
mendukung akuntabilitas pelayanan kebakaran. Untuk memperkuat kondisi ini
Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II Surabaya Nomor 156 Tahun 1990 tentang Prosedur Tetap Operasional
Penanggulangan Pemadaman Kebakaran. Tujuannya adalah agar tercipta tanggung
jawab bersama dalam mendukung program-program Pemerintah Kota Surabaya.
3.3 Simulasi Waktu Tanggap Kebakaran
Sebagai upaya pemberdayaan anggota Dinas
Kebakaran dalam mendukung pelayanan kebakaran yang cepat dan efektif, maka
perlu melakukan kegiatan simulasi respon
time pelayanan kebakaran secara berkala dan berkelanjutan untuk menerapkan
kemampuan penanganan kebakaran dengan tahapan :
1. Merumuskan dan menerapkan SOP Konfirmasi
berita kebakaran (maksimal 3 menit) dengan melakukan rangkaian urutan kegiatan seperti :
a. Analisis nomor area telepon dengan lokasi
kebakaran;
b. Pencatatan identitas pelapor, waktu dan
alamat dengan jelas;
c. Telepon balik dan analisis situasi
penelepon;
d. Komperatif nomor area telepon dengan
Telkom;
e. Hubungi personil Pos Pemadam terdekat.
2. SOP Persiapan personil dengan unit mobil
PMK (maksimal 2 menit) dengan melakukan
rangkaian urutan kegiatan seperti :
a. Kecepatan pengambilan kelengkapan baju
operasional kebakaran;
b. Kecepatan pemakaian baju operasional
kebakaran;
c. Kecepatan anggota menuju unit mobil PMK;
d. Kecepatan pembebasan halangan area unit
mobil PMK;
e. Kecepatan unit mobil PMK dari garasi ke
area halaman.
3. SOP Perjalanan unit mobil PMK ke lokasi (
maksimal 5 menit) dengan melakukan
rangkaian urutan kegiatan seperti :
a. Penyalaan sirine kebakaran;
b. Koordinasi dengan Satlantas pada setiap
traffic ligh/pertigaan-perempatan
c. Penertiban masyarakat di lokasi;
d. Pembebasan jalan dari portal dan gapura;
e. Permintaan bantuan keamanan pada zona
kebakaran;
4. SOP Persiapan gelar peralatan di lokasi
(maksimal 5 menit) dengan melakukan
rangkaian urutan kegiatan seperti :
a. Ketepatan dalam membaca lay out bangunan
yang terbakar;
b. Kecepatan memutuskan taktik dan strategi;
c. Kecepatan menentukan Formasi regu I,II,III
dan IV;
d.
Kecepatan Penyambungan selang
kebakaran;
e.
Kecepatan pemasangan
Strall/Nossel.
3.4 Kerja Sama Simulasi Dengan Pihak Masyarakat
Hubungan antara Dinas Kebakaran dengan
masyarakat perlu dipupuk secara
berkala malalui kegiatan pertemuan forum diskusi, simposium, musrenbang dan
simulasi kebakaran. Dalam perspektif manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
untuk latihan simulasi bersama wajib dilakukan setidak-tidaknya 3 (tiga) kali
dalam setahun. Dinas Kebakaran dapat menentukan waktu, tempat dan
institusi/lembaga masyarakat yang bersedia melakukan latihan simulasi kebakaran
bersama. Tujuan kegiatan ini semata-mata mempersiapkan agar Dinas Kebakaran dan
masyarakat dapat mengeliminir dan meminimalisasi sedini mungkin dampak
kebakaran. Tahun 2011 rupanya Dinas Kebakaran telah melaksanakan 2 (dua) kali
yaitu salah satu Bank swasta dan ITS Surabaya.
3.5 Penambahan Pos Pembantu
Luas wilayah kota Surabaya mencapai +
333.495.945 m² yang terbagi dalam 5 wilayah serta 31 kecamatan dan 163 kelurahan. Sementara
menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun
2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi
Kebakaran di Perkotaan, setiap Pos Pembantu Kebakaran harus dapat
melayani sampai dengan jarak radius 7,5 Km. Agar pelayanan kebakaran dapat dilakukan sesuai
dengan standar yang ditentukan (ratio antara luas wilayah Surabaya dengan
jarak radius setiap pos pembantu), maka logikanya diperlukan 45
Pos Pembantu. Lain halnya dengan hasil rekomendasi penelitian LPM-ITS
perlu membangun 26 Pos Pemadam kebakaran
pada tahun 2004 dan 26 Pos Pemadam Kebakaran pada tahun 2005 ,
sehingga nantinya jumlah total Pos
Pemadam Kebakaran adalah 59 ( 52 Pos Pemadam Kebakaran baru dan 7 Pos
Pemadam Kebakaran yang lama) yang akan
mampu mengcover seluruh wilayah kota Surabaya dengan waktu tanggap tidak
lebih dari 15 menit. Akan tetapi hitungan logika dan hasil rekomendasi
penelitian LPM-ITS tersebut kurang mempertimbangkan biaya investasi. Diperlukan anggaran yang
tidak sedikit dan memerlukan waktu jangka panjang.
REFERENSI :
Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, Sinergi Visi
Utama, Yogjakarta, 2010.LPM-ITS, Laporan Akhir Penyusunan Rencana Manajemen
Penanggulangan Kebakaran, Surabaya,
2003. Suprapto, Makalah Kajian Mengenai Koordinasi
Instansional Dalam Penanganan Kebakaran,
Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Daerah Kotamadya
Surabaya Nomor 15 Tahun 1982 tentang
Pokok-pokok Ketentuan Pencegahan Kebakaran di Kotamadya Surabaya. Keputusan Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 254 Tahun 1992 Tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Keanggotaan dan Pembinaan
Barisan Sukarelawan Kebakaran.
IKUTI EDISI KE-2
" PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....