Pages

Blogger news

MANAJEMEN WAKTU TANGGAP PELAYANAN KEBAKARAN

Selasa, 21 Januari 2014

(Upaya pencapaian waktu 15 menit tiba di lokasi kebakaran)


JURNAL MANAJEMEN KEBAKARAN



Edisi Ke - 1
                                           

I.                   PENGANTAR

      Secara eksplisit Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana belum menyebutkan bahwa kebakaran merupakan bagian dari bencana. Mungkin bisa dipahami karena adanya perbedaan paradigma. Undang-Undang ini  memandang bahwa kebakaran hanyalah sebuah musibah, demikian sebaliknya bagi institusi kebakaran yang memandang kebakaran adalah bencana, karena esensinya bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Dikotomi tersebut tidak perlu diperbincangkan lebih jauh, yang penting masing-masing mempunyai peranan dalam memberikan perlindungan warga negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah melindungi segenap bangsa  Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia . Selanjutnya pasal 30  hasil amandemen yang  kedua secara mendasar terdapat perubahan besar terhadap kewajiban Negara dalam memberikan pelayanan bidang keamanan dan ketertiban. Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu system pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
         Sebagai kewajiban tugas dalam melaksanakan konstitusional ini, jenis  pelayanan bidang keamanan dan ketertiban yang  termasuk didalamnya adalah pembinaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan, yang  mengatur pengelolaan waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran tidak lebih dari 15 (lima belas) menit. Untuk mendukung kebijakan ini Pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan Rencana Pembangunan Jangka menengah (RPJM) yang disusun berdasarkan isu strategis dan rumusan permasalahan yang terjadi di kota Surabaya. Dalam RPJM  ini salah satu agendanya adalah mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih, hijau dan nyaman dengan sasaran yang berhubungan dengan permukiman yaitu : meningkatnya kualitas penanganan kebakaran yang tercemin dari indicator tenggang waktu unit pemadam kebakaran tiba di lokasi tidak lebih dari 15 (lima belas) menit.

II.                KEBIJAKAN PENANGANAN KEBAKARAN

          Sebagai  Kota yang sukses menyelenggarakan konferensi walikota se Asia, Surabaya masih banyak dijumpai permukiman yang  padat dan pasar tradisional  dengan akselerasi jalan yang  sempit,  penyalagunaan fungsi brandgang yang secara teknis masih jauh dari keamanan bahaya kebakaran, gedung-gedung tinggi dan komplek pertokoan/mall  yang sebagian besar kurang memenuhi ketentuan proteksi kebakaran,  sehingga berbagai persoalanpun muncul seiring dengan pertumbuhan kota tersebut , salah satunya adalah ancaman terhadap bahaya kebakaran.
          Sebagaimana diketahui bahwa kebakaran merupakan suatu hal yang pada dasarnya tidak diinginkan oleh siapapun. Kebakaran membuat segala yang telah kita bangun selama bertahun-tahun rusak dan musnah dalam sekejap. Kebakaran merupakan bencana yang cukup ditakuti oleh masyarakat, bisa terjadi kapan saja dimana saja tanpa mengenal waktu dan tempat . Bahkan peristiwa kebakaran semakin hari semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
        Penanganan masalah kebakaran di Kota Surabaya masih menghadapi kendala baik yang bersifat kebijakan, kinerja, peraturan perundang-undangan , mekanisme operasional dan kelengkapan pranatanya. Dapat dikatakan bahwa aspek proteksi belum membudaya dan belum dianggap sebagai salah satu kebutuhan dasar. Akibatnya kejadian kebakaran sering berakibat fatal dan berulang-ulang serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan psikologi yang luas.
       Untuk mencegah, mengeliminasi dan meminimasi terjadinya kebakaran, Dinas Kebakaran Kota Surabaya telah membuat  Kebijaka dengan sasaran :
1.      Arah , difokuskan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran;
2.  Kebijakan, konsentrasi pada pelayanan kebakaran untuk  peningkatan akselerasi unit pemadam kebakaran  tiba di lokasi bencana kebakaran sekitar 14 menit pada tahun 2014.
         Penyusunan kebijakan umum pada dasarnya merupakan bagian upaya pencapaian Visi, misi, tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Strategis dan prioritas   jangka pendek selama 1 (satu) tahun . Srategi dan prioritas ini merupakan instrumen bagi masyarakat untuk menilai Dinas Kebakaran Kota Surabaya dapat tiba di lokasi kebakaran secara cepat tidak lebih dari 14 menit sejak berita kebakaran diterima . Terlepas permasalahan yang kerap menjadi isu masyarakat dan permasalahan yang dihadapi Dinas Kebakaran Kota Surabaya setiap tahun, suka atau tidak suka harus diterima sebagai konsekuensi aparatur abdi masyarakat yang memegang prinsip” PANTANG PULANG SEBELUM API PADAM”. Walaupun kenyataan  masih jauh dari harapan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik , Dinas  Kebakaran berusaha dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan efektif. Pada prinsipnya semakin kecil waktu tanggap yang dihasilkan, maka akan semakin baik keputusan yang dibuat dalam mengambil langkah operasional pelayanan  kebakaran. Hal ini dapat diartikan juga bahwa target waktu   tanggap kebakaran  apabila dapat tercapai  14 menit  atau kurang dari 14 menit maka semakin baik hasil kinerja yang dicapai oleh Dinas Kebakaran.



III.             MANAJEMEN WAKTU TANGGAP PELAYANAN KEBAKARAN

       Menurut, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan, bahwa waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran untuk kondisi Indonesia tidak lebih dari 15 menit yang terdiri dari :
1.    Waktu diterimanya pemberitahuan adanya kebakaran di suatu tempat, interpretasi penentuan lokasi kebakaran, dan penyiapan pasukan serta sarana pemadaman selama 5 menit;
2.      Waktu perjalanan dari Pos Pemadam menuju lokasi selama 5 menit;
3.      Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap operasi penyemprotan selama 5 menit.
Namun fakta umum yang ada di lapangan menilai bahwa selama ini pelayanan kebakaran tidak dapat dilayani 15 menit. Sebagian besar  masyarakat menilai bahwa PMK “selalu terlambat”. Sesungguhnya tidaklah demikian, sebab dalam tahun 2011 hampir 80%  pelayanan kebakaran tepat waktu atau bahkan sebagian ada yang  lebih cepat dari 15 menit. Kalaupun ada yang terlambat itu dikarenakan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.      Keterlambatan masyarakat dalam melaporkan berita kebakaran ;
2.      Lokasi Pos Pemadam Kebakaran yang terlalu jauh dari lokasi kebakaran.
3.      Tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas;
4.      Perubahan kondisi lalu lintas;
5.      Perbedaan waktu tanggap yang dipengaruhi oleh kecepatan unit mobil kebakaran;
6.      Hambatan akseleri unit pemadam kebakaran antara lain portal, jalan sempit, dll;
7.      Terbatasnya jumlah sarana dan prasarana Pos Pembantu dan unit mobil;
8.      Belum optimalnya  koordinasi instansional.

3.1   Peran Serta Masyarakat

        Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa di era reformasi ini masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada Pemerintah. Masyarakat semakin kritis  untuk melakukan kontrol terhadap apa  yang  menjadi tugas pokok  Dinas Kebakaran. Namun perlu disadari bahwa tugas pelayanan kebakaran bukan semata-mata merupakan tugas Dinas Kebakaran akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara Dinas Kebakaran dengan masyarakat. Peran serta masyarakat diperlukan dalam bentuk partisipasi untuk siaga melakukan tindakan awal kebakaran sambil menunggu unit mobil PMK datang.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan dan  Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 254 Tahun 1992 Tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Keanggotaan dan Pembinaan Barisan Sukarelawan Kebakaran. Dapat dijelaskan bahwa peran serta masyarakat diberikan wadah sebagai Satuan Relawan Kebakaran (Satlakar). Satlakar merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran dan bagian dari pelayanan pemadaman kebakaran pada lingkungan padat hunian, rumah susun dan pasar. Fungsi utama Satlakar adalah memberikan informasi kejadian kebakaran kepada Dinas Kebakaran dan melakukan pemadaman dini sebelum Dinas Kebakaran datang ke tempat terjadinya kebakaran. Satlakar juga dibentuk dari masyarakat profesi dan forum komunikasi. Masyarakat profesi terdiri dari orang perorangan dan atau badan yang mempunyai profesi terkait dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Sedangkan Forum Komunikasi merupakan gabungan dari asosiasi profesi dan tokoh masyarakat. Masing-masing mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal upaya untuk membantu Dinas Kebakaran.
        Tindakan konkrit yang diharapkan Dinas Kebakaran kepada para Balakar/Satlakar, Masyarakat Profesi dan Forum komunikasi pada saat terjadi kebakaran  adalah :
1.   Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat tanpa menunggu api besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak dipungut biaya;
2.      Bantuan mamadamkan api pada tahap awal, karena bila upaya ini gagal api dapat membesar;
3.      Bantuan kelancaran jalan dengan cara : menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang jalan bagi unit mobil PMK dan membantu  meletakkan barang-barang yang akan evakuasi;
4.      Bantuan informasi mengenai obyek yang terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api  dan macam-macam benda yang terbakar;
5.      Bantuan memutuskan aliran listrik bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar.

3.2   Koordinasi Instansional

Sejalan dengan peran serta masyarakat yang menjadi harapan Dinas Kebakaran, maka peran Koordinasi antar Instansi terkait juga harus menjadi perhatian serius karena dari sinilah fungsi administrasi pemerintah kota berjalan dengan baik atau tidak. Keterlibatan instansi terkait satu-satunya dilakukan lewat koordinasi pelaksanaan tugas yang diwujudkan dalam Prosedur Tetap (PROTAP). Esensi dari protap adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan keterlibatan antar instansi adalah untuk menjamin efektivitas penanganan yang sinergis dan mendukung akuntabilitas pelayanan kebakaran. Untuk memperkuat kondisi ini Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 156 Tahun 1990 tentang Prosedur Tetap Operasional Penanggulangan Pemadaman Kebakaran. Tujuannya adalah agar tercipta tanggung jawab bersama dalam mendukung program-program Pemerintah Kota Surabaya.

3.3  Simulasi Waktu Tanggap Kebakaran

         Sebagai upaya pemberdayaan anggota Dinas Kebakaran dalam mendukung pelayanan kebakaran yang cepat dan efektif, maka perlu  melakukan kegiatan  simulasi respon time pelayanan kebakaran secara berkala dan berkelanjutan untuk menerapkan kemampuan penanganan kebakaran dengan tahapan :
1.  Merumuskan dan menerapkan SOP Konfirmasi berita kebakaran (maksimal 3 menit) dengan melakukan  rangkaian urutan kegiatan seperti :
a.       Analisis nomor area telepon dengan lokasi kebakaran;
b.      Pencatatan identitas pelapor, waktu dan alamat dengan jelas;
c.       Telepon balik dan analisis situasi penelepon;
d.      Komperatif nomor area telepon dengan Telkom;
e.       Hubungi personil Pos Pemadam terdekat.
2.      SOP Persiapan personil dengan unit mobil PMK (maksimal 2 menit) dengan   melakukan rangkaian urutan kegiatan seperti :
a.       Kecepatan pengambilan kelengkapan baju operasional kebakaran;
b.      Kecepatan pemakaian baju operasional kebakaran;
c.       Kecepatan anggota menuju unit mobil PMK;
d.      Kecepatan pembebasan halangan area unit mobil PMK;
e.       Kecepatan unit mobil PMK dari garasi ke area halaman.
3.      SOP Perjalanan unit mobil PMK ke lokasi ( maksimal 5 menit) dengan   melakukan rangkaian urutan kegiatan seperti :
a.       Penyalaan sirine kebakaran;
b.      Koordinasi dengan Satlantas pada setiap traffic ligh/pertigaan-perempatan
c.       Penertiban masyarakat di lokasi;
d.      Pembebasan jalan dari portal dan gapura;
e.       Permintaan bantuan keamanan pada zona kebakaran;
4.    SOP Persiapan gelar peralatan di lokasi (maksimal 5 menit) dengan   melakukan rangkaian urutan kegiatan seperti :
a.       Ketepatan dalam membaca lay out bangunan yang terbakar;
b.      Kecepatan memutuskan taktik dan strategi;
c.       Kecepatan menentukan Formasi regu I,II,III dan IV;
d.      Kecepatan Penyambungan selang kebakaran;
e.       Kecepatan pemasangan Strall/Nossel.


3.4  Kerja Sama Simulasi Dengan Pihak Masyarakat

          Hubungan antara Dinas Kebakaran dengan masyarakat perlu dipupuk secara berkala malalui kegiatan pertemuan forum diskusi, simposium, musrenbang dan simulasi kebakaran. Dalam perspektif manajemen proteksi kebakaran di perkotaan untuk latihan simulasi bersama wajib dilakukan setidak-tidaknya 3 (tiga) kali dalam setahun. Dinas Kebakaran dapat menentukan waktu, tempat dan institusi/lembaga masyarakat yang bersedia melakukan latihan simulasi kebakaran bersama. Tujuan kegiatan ini semata-mata mempersiapkan agar Dinas Kebakaran dan masyarakat dapat mengeliminir dan meminimalisasi sedini mungkin dampak kebakaran. Tahun 2011 rupanya Dinas Kebakaran telah melaksanakan 2 (dua) kali yaitu salah satu Bank swasta dan ITS Surabaya.

3.5  Penambahan Pos Pembantu
          Luas wilayah kota Surabaya mencapai + 333.495.945 m² yang terbagi dalam 5 wilayah serta  31 kecamatan dan 163 kelurahan. Sementara menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi  Kebakaran di Perkotaan, setiap Pos Pembantu Kebakaran harus dapat melayani sampai dengan jarak radius 7,5 Km. Agar pelayanan kebakaran dapat dilakukan sesuai dengan standar yang ditentukan (ratio antara luas wilayah Surabaya dengan jarak radius setiap pos pembantu), maka logikanya diperlukan 45 Pos Pembantu. Lain halnya dengan hasil rekomendasi penelitian LPM-ITS perlu membangun 26 Pos Pemadam kebakaran  pada tahun 2004  dan  26 Pos Pemadam Kebakaran pada tahun 2005 , sehingga nantinya  jumlah total Pos Pemadam Kebakaran adalah 59 ( 52 Pos Pemadam Kebakaran baru dan 7 Pos Pemadam Kebakaran yang lama) yang akan  mampu mengcover seluruh wilayah kota Surabaya dengan waktu tanggap tidak lebih dari 15 menit. Akan tetapi hitungan logika dan hasil rekomendasi penelitian LPM-ITS tersebut kurang  mempertimbangkan  biaya investasi. Diperlukan anggaran yang tidak sedikit dan memerlukan waktu jangka panjang.


REFERENSI : 
Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, Sinergi Visi Utama, Yogjakarta, 2010.LPM-ITS, Laporan Akhir Penyusunan Rencana Manajemen Penanggulangan  Kebakaran, Surabaya, 2003. Suprapto, Makalah Kajian Mengenai Koordinasi Instansional Dalam Penanganan Kebakaran, Pusat Litbang Permukiman Dep. PU, 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Daerah Kotamadya Surabaya Nomor 15 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Ketentuan Pencegahan Kebakaran di Kotamadya Surabaya. Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 254 Tahun 1992 Tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Keanggotaan dan Pembinaan Barisan Sukarelawan Kebakaran.



IKUTI EDISI KE-2
" PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN "






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan.. dan jangan membuat spam.. Boleh promosi tapi jangan berkali-kali.. jika melanggar ketentuan tersebut maka komentar anda akan saya hapus selamanya.....

 

SEARCH

Most Reading