Pages

Blogger news

SEJARAH PEMADAM KEBAKARAN INDONESIA ( ORIGINAL SURABAYA )

Kamis, 20 Februari 2014

          ( Komperatif berdirinya de Brandweer Surabaya dan Jakarta )
Jurnal Administrasi Kebakaran
Edisi ke -3 Bagian III

Pompa Kebakaran, Surabaya 1810


Plakat Penghargaan, Jakarta 1929 

                                                         
I.                   Pengantar
Sejarah telah mencatat bahwa Sang Proklamator Sukarno Presiden ke-1 Republik Indonesia lahir di Blitar, tapi siapa sangka Jl. Pandean IV No. 40 dekat makam Belanda Penele Surabaya menjadi tempat reality kelahirannya.
Demikian juga sejarah tentang Gerakan 30 september 1965, supersemar, serangan 1 Maret (persis dengan HUT Nasional Damkar), dan banyak lagi dari sejarah Indonesia yang telah diterbitkan kembali dengan kisah yang berbeda pula.
Fenomena ini menggambarkan bahwa  penulisan sejarah bisa kadaluarsa apabila ditemukan fakta baru, dan fakta baru tidak harus dalam bentuk prasasti, plakat, piagam atau dokumen lain yang mendukung peristiwa tertentu. Tapi suatu rentetan kejadian lain yang diperkirakan relevan dan mendukung pokok peristiwa tertentu dapat dijadikan sumber pendukung yang tidak boleh dipandang remeh. Yang penting penelusuran sejarah harus mempunyai prinsip ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kebenaran sejarah  merupakan upaya untuk meluruskan sejarah demi manfaat perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi.
Dalam metode penelitian sejarah proses penelitian terbagi menjadi empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap heuristik  merupakan proses mencari dan menemukan sumber-sumber yang sekiranya relevan. Sumber-sumber yang sudah terkumpul selanjutnya dilakukan pengujian atau kritik. Kritik intern merupakan pengujian terhadap isi atau kandungan sumber. Setelah melakukan kritik terhadap sumber, maka proses selanjutnya adalah melakukan penafsiran dengan cara menghubungkan fakta satu dengan fakta yang lain, kemudian dari rangkaian fakta yang telah ditafsirkan disajikan secara tertulis sebagai historiografi kisah atau cerita sejarah. 
Adapun Fakta-fakta sejarah de Brandweer Surabaya dan Jakarta menjadi topic yang menarik untuk dikaji karena Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan bahwa tanggal 1 maret menjadi  HUT Nasional Pemadam Kebakaran.  Dasar penetapan ini sebagai bukti penghargaan yang diberikan oleh masyarakat Betawi kepada de Brandweer Jakarta berupa Prasasti tanggal 1 maret 1929, sebagai wujud rasa terimakasih mereka atas darma bakti para petugas pemadam kebakaran setelah melaksanakan tugas menangani kebakaran di kampung Kramat-Kwitang. Bagaimana ini bisa menjadi penetapan HUT Nasional Pemadam Kebakaran? Apakah ini dibenarkan secara ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

II.                Berdirinya De Brandweer te Jakarta
Dua peristiwa penting yang menjadi tonggak sejarah awal berdirinya Indonesia de Brandweer te Jakarta (d/h Batavia) dan Surabaya. Berdirinya de Brandweer te  Surabaya terbentuk pasca Perancis berkuasa atas Belanda pada tahun 1795 (lihat edisi ke-3 bagian I). Sedangkan  de Brandweer te Jakarta terbentuk saat Belanda memperoleh kedaulatan kembali melalui konggres Vienna tahun 1815 setelah Perancis kalah telak dengan Inggris pada tahun 1814. Berawal dari peristiwa tersebut akhirnya Belanda gencar kembali untuk menguasai Indonesia sebagai tempat dalam mengeksplorasi seluruh sumber daya alam yang melimpah. Untuk menjalankan agresinya, Belanda membentuk pemerintahan yang disebut Pemerintah Hindia Belanda dengan tugas memerintah, mengatur, menyediakan fasilitas serta memberikan pelayanan terhadap masyarakat (walaupun serba memaksa). Semua tugas –tugas tersebut termasuk  di dalamnya adalah de Brandweer, dijalankan pada setiap Ibu Kota yang berada di daerah hilir sungai dan pesisir seperti Surabaya, Semarang dan Jakarta.
Berdirinya de Brandweer sebagai organisasi bentukan pemerintah Hindia Belanda didirikan pada rentan waktu yang berbeda-beda. Di kota Batavia urusan mengenai pemadam kebakaran mulai diorganisir pada  tahun 1873. Urusan pemadam kebakaran ini secara hukum tertuang dalam peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 25 April  oleh Resident op Batavia dengan nama Reglement op de Brandweer in de afdeeling stad Vorsteden van Batavia. Urusan mengenai pendirian pemadam kebakaran di Batavia baru mulai dilakukan pada masa diberlakukannya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria pada tahun 1870 yang merupakan titik awal berkembangnya kota-kota besar di Jawa dengan pesat. Semakin pesatnya perkembangan di kota-kota tesebut, semakin bekerja ekstra pemerintah pusat untuk mengontrol kota-kota yang menjadi wilayah kekuasaannya. Keadaan tersebut membuat pemerintah pusat merasa kerepotan karena harus mengatur kota-kota di Hindia Belanda berada dalam satu pemerintahan terpusat di Batavia
Seperti halnya kota Surabaya atau kota-kota di Hindia Belanda lainnya, Terdapat usulan dan desakan dari masyarakat kota yang kebanyakan dari golongan Eropa, untuk menuntut agar kota dijadikan sebagai wilayah otonom yang tidak bergantung lagi kepada pemerintah pusat di Batavia. Akibat desakan dan dorongan yang amat kuat dari masyarakat Eropa atas tuntutan tersebut, pemerintah akhirnya merespon dengan mengeluarkan Undang-Undang desentralisasi pemerintah Hindia Belanda yang bernama, De Wet Houdende Decentralisasi van Het Bestuur in Nederlands-Indie, yang termuat dalam Staatsblad No. 219 tahun 1903. Berdasarkan undang-undang tersebut maka lahirlah kota-kota otonom yang berstatus Gemeente (Pemerintah Kota) dengan jumlah 22 yang tersebar di Hindia Belanda. Berdasarkan undang-undang desentralisasi tersebut maka kota-kota di Hindia Belanda mempunyai wewenang untuk memberikan kebijakannya masing-masing terhadap wilayahnya. Pemerintahan yang bersifat mandiri tidak lagi diperintah oleh pemerintah pusat namun diperintah oleh dewan-dewan atau pejabat-pejabat lokal. Pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan sendiri terhadap wilayahnya, sehingga dapat mengontrol perkembangan maupun persoalan yang dihadapi termasuk salah satu di dalamnya adalah de Brandweer.
Kisah sejarah lain De Brandweer te Jakarta yang dikutip dari Website : pampi-damkar.blogspot.com,  dapat dijelaskan pula bahwa perkembangan de Brandweer te Jakarta telah melalui beberapa fase sebagai berikut :

1.      Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929
 Dalam buku peringatan 25 tahun berdirinya Kotapraja atau Gemeente Batavia yang terbit pada tahun 1930 disebutkan, musibah yang menimbulkan kerugian besar itu mendorong pemerintah memberi perhatian lebih besar terhadap masalah pemadaman kebakaran. Tahun itu juga  Wali Kota Batavia mengangkat pensiunan perwira tentara Hindia Belanda Letnan Kolonel RBM de Wijs, menjadi Komandan Barisan Pemadam Kebarakaran. De Wijs diminta menyusun rencana reorganisasi kesatuan itu. Setahun kemudian, 1919, Kotapraja Batavia secara resmi mendirikan Barisan Pemadam Kebakaran atau Brandweer, yang merupakan cikal bakal dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta sekarang.  Dengan dukungan peralatan yang semakin modern dan sumber daya manusia yang kian profesional, kinerja Brandweer pun semakin baik. Kepiawaian menjinakkan si jago merah yang sering ditunjukkan membuat Brandweer menjadi pelindung sejati warga Betawi dalam bencana kebakaran. Oleh karena itu, pada 1 Maret 1929, dalam rangka peringatan 10 tahun kelahiran Brandweer Batavia, sekelompok tokoh Betawi menyerahkan tanda penghargaan kepada pasukan pemadam kebakaran itu. Pemberian tanda penghargaan berbentuk prasasti itu dilakukan sebagai wujud rasa terima kasih segenap masyarakat Betawi atas darma bakti para anggota barisan pemadam kebakaran. ”Dalam masa yang soeda-soeda bahaja api djarang tertjega habis langgar dan roema. Tidak memilih tinggi dan renda sepoeloh tahoen sampai sekarang semendjak Brandweer datang menentang bahaja api moedah terlarang mendjadikan kita berhati girang....” Demikian sebagian tulisan yang terukir pada prasasti itu, yang kabarnya sampai kini masih tersimpan di kantor Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta di Gang Ketapang, kini Jalan Zainul Arifin, Jakarta Pusat. Perubahan berikutnya terjadi pada tanggal 31 juli 1922 melalui ketentuan yang disebut "Bataviasch Brandweer Reglement", dan kemudian diikuti perubahan berikutnya, yakni setelah masa pemerintahan Jepang, perubahan itu tercatat pada tanggak 20 April 1943 melalui ketentuan yang dikenal dengan "Osamu seirei No.II" tentang "Syoobootai" (pemadam kebakaran).

2.       Sebelum 1957 – 1969
 Masa ini adalah dimana masa organisasi pemadam kebakaran masih menggunakan nomenklatur "barisan pemadam kebakaran (BPK)". Hal yang patut dicatat dalam masa ini adalah bahwa orientasi tugas pokok BPK sesuai dengan namanya masih terfokus pada upaya pemadam kebakaran. Hal lain, adalah pada tahun 1957 telah dikeluarkan peraturan daerah yang dimuat dalam lembaran kota praja Jakarta No. 22/1957, tanggal 14 Agustus 1957 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 21 Desember 1957. Namun Walikota  Praja Jakarta Raya, Sudiro menetapkan masih memberlakukan Staadblad Van Nederlandsche Indie No. 602, 4 Oktober 1917.

3.      Masa 1969 - 1974
Pada tahun 1969, melalui Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No. ib.3/3/15/1969 nomenklatur Barisan Pemadam Kebakaran dirubah menjadi Dinas Pemadam Kebakaran. Perubahan pada masa ini tidak saja merupakan perubahan nomenklatur, tetapi juga perubahan pada tugas pokok dan fungsi DPK, yakni dengan penambahan nomenklatur Bagian Pencegahan. Hal ini menunjukkan bahwa tugas pokok dan fungsi DPK pada masa ini telah bertambah, yakni mengatur tentang tugas-tugas di bidang pencegahan kebakaran.

4.      Masa 1975 - 1980
Perubahan berikutnya terjadi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No. BIII-b.3/1/5/1975, tenatng perubahan nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran menjadi Dinas Kebakaran. Penghapusan kata “Pemadam” bukan semata-mata ingin mempersingkat nomenklatur organisasi, tetapi dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa tugas pokok Dinas Kebakaran tidak hanya pada bidang pemadaman saja tetapi juga pada aspek pencegahan kebakaran dan penyelamatan korban jiwa dan akibat kebakaran dan bencana lainnya.

5.      Masa 1980 - 2002
Perubahan nomenklatur organisasi pemadam kebakaran berikutnya terjadi pada tahun 1980, yakni dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 9 tahun 1980, tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebakaran DKI Jakarta. Perubahan penting pada periode ini, selain semakin dikembangkannya aspek pencegahan dan pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan Sudinas Pencegahan, Sudinas Peran Serta masyarakat, Pusat Latihan Kebakaran, dan Unit Laboratorium, adalah juga mengenai pembagian wilayah pelayanan Dinas kebakaran ke dalam 5 wilayah asministratif: Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, dan Timur. Kemudian terjadi revisi melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.11 tahun 1986, dengan judul sama, hanya terdapat perubahan pada nomenklatur Markas Wilayah menjadi Nomenklatur Suku Dinas.

6.      Masa 2002 - 2008
Masa tahun 2002 ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.9 tahun 2002, tanggal 15 Januari 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta.  Beberapa perubahan yang menonjol pada Skep Gubernur di atas, di antaranya adalah:  Dileburnya Bagian Keuangan dan Bagian Kepegawaian ke dalam satu Bagian, yakni Bagian Tata Usaha; sehingga jika pada masa sebelumnya pada jajaran Dinas Pemadam Kebakaran terdapat 17 eselon III, maka melalui perubahan ini berkurang menjadi hanya 15 eselon III; Dibentuknya divisi baru, yakni Subdinas Penyelamatan (Rescue). Hal ini dimaksudkan sebagai jawaban terhadap tantangan kota Jakarta sebagai sebuah kota besar di mana potensi terjadinya bencana massal akan sangat besar dan jenisnya bervariasi (bencana kebakaran, banjir, bangunan runtuh, tumpahan bahan-bahan berbahaya, kecelakaan transportasi, dan lain sebagainya). Oleh karenanya potensi tersebut perlu ditangani oleh satuan petugas khusus yang terlatih dan profesional; Terdapat pengembangan pada tingkat / jajaran Suku Dinas melalui pendekatan konsep Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK); tujuan dari penerapan konsep ini adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan memper-sempit daerah/wilayah kerja ke dalam satuan-satuan WMK. 

7.      Masa 2008 – Sekarang
Terbitnya Perda No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Satuan Perangkat Daerah dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah serta Surat Keputusan Gubernur (Skep. Gub) Provinsi DKI Jakarta No. 96 Tahun 2009 menandai terjadinya perubahan dan sekaligus pengembangan fungsi organisasi ini. Organisasi yang pada masa sebelum ini menggunakan nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran, selanjutnya berubah menjadi : Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Dengan bertambahnya fungsi penanggulangan bencana, maka tugas pokok dan fungsi organisasi ini menjadi semakin luas.  Organisasi DPK-PB mempunyai 3 tugas pokok, Yakni : Pencegahan Kebakaran, Pemadaman Kebakaran, dan Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan bencana lain.

III.             Perkembangan Organisasi  De Brandweer te Surabaya Dari Masa ke Masa
Semenjak dikeluarkannya peraturan atau reglement mengenai pemadam kebakaran pada tanggal 4 September 1810 atas perintah Gubernur Jendral Herman Willem Daendels dari perancis hingga dikeluarkannya Undang-Undang Gula dan Agraria oleh peguasa baru Kerajaan  Belanda, nampaknya De Brandweer te Surabaya tidak mendapatkan suntikan dana yang cukup karena pemerintah bersifat sentralistik. Baru setelah berstatus pemerintah daerah otonom (Gemeente), pada tahun 1906 sampai dengan 1915, De Brandweer te Surabaya  mempunyai kantor Baru di Jl. Simpang nomer 1-5 (sekarang sebelah utara Surabaya Plaza, Jl Pemuda) , sehingga struktur organisasi mengalami perubahan diantaranya bertambahnya tugas dan jabatan dalam staf serta pengurangan jumlah brandspuitmeester yang sebelumnya sebanyak 4 (lihat edisi ke-3 bagian II)  menjadi 1  brandspuitmeester, 4 onderbrandspuitmeester menjadi 2 onderbrandspuitmeester, kemudian jabatan kopral dan sersan dihapuskan.

                      TABEL 1.
                   STRUKTUR ORGANISASI De Brandweer te SURABAYA 1915

No.
Jabatan
Jumlah

Orang Eropa

1.
Kepala Dinas Kebakaran Kota Surabaya
1
2.
Wakil kepala Dinas Kebakaran Kota Surabaya
2
3.
kepala petugas pemadam kebakaran
23
4.
Petugas pemadam kebakaran
67
5.
Petugas hidran
44

Orang Pribumi

5.
Tukang mesin uap
1
6.
Kusir
2
7.
Juru kebakaran
1
8.
Mandor
102
9
Petugas tangga kebakaran
187
10.
Petugas pengaman kebakaran
644
11.
Petugas pemadam kebakaran
466
Total
1540
                      Sumber: Verslag der Gemeente Soerabaia over 1917 met Beknopte
                                    Verslagen  over 1915 en 1917. E. Fuhri Soerabaia 1918

Dari daftar tabel diatas dapat dijelaskan bahwasannya orang-orang Eropa menduduki jabatan tertinggi dari pada orang pribumi pada staf De Brandweer te Surabaya. yaitu:
a.       P. J. de Vries sebagai Kepala;
b.      H. Ph. Cramer sebagai wakil kepala I;
c.       D. W. Z. de Vries sebagai wakil kepala II.
Melihat tabel tersebut dapat jelaskan bahwa  dengan total jumlah pegawai 1540 orang maka dapat diartikan  sarana prasarana kebakaran masih menggunakan alat pompa kebakaran manual (digenjooot), dan mesin pemadam kebakaran tenaga uap telah ditempatkan di lokasi-lokasi yang ditentukan.  Pada setiap lokasi diawasi oleh kepala pemadam kebakaran yang telah ditunjuk. Penempatan peralatan pemadam kebakaran di lokasi-lokasi yang dianggap penting tersebut tidak jauh berbeda dengan penempatan peralatan pada masa sebelumnya pada tahun 1810 yang dilakukan oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daendels. Para petugas pemadam kebakaran (padat karya) yang berasal dari orang Eropa maupun orang pribumi yang berjumlah 1540 tersebut biasanya disebut sebagai anggota korps sukarelawan pemadam kebakaran. Baru pada tahun 1920 korps sukarelawan dibubarkan, karena digantikan dengan mesin-mesin pemadam kebakaran baru lebih modern yang didatangkan dari Eropa, sehingga kantor De Brandweer pindah untuk yang ke dua kali di Pasar Besar (d/h Surabaya 21 Cineplek dan sekarang menjadi Rumah Makan Castello samping selatan Bank Mandiri di Jl. Pahlawan 118).

                                                Gambar 1.  
               Markas de Brandweer   Pasar Besar  tahun 1915-1927

Walaupun bangunannya sederhana semi permanen berdinding sesek kayu bambu, yang penting dapat menampung peralatan dan mobil-mobil modern. Oleh karena itu  struktur organisasi juga mengalami perubahan, ramping tapi kaya fungsi.

                     TABEL 2
                     STRUKTUR ORGANISASI De Brandweer te SURABAYA 1920

No.
Jabatan
Jumlah

Orang Eropa

1.
Kepala Dinas Kebakaran Kota Surabaya
1
2.
Wakil kepala Dinas Kebakaran Kota Surabaya
2
3.
Kepala petugas pemadam kebakaran
7

Orang Pribumi

5.
Tukang mesin
1
6.
Pengemudi (driver)
9
7.
Kepala Mandor
1
8.
Mandor
15
9
Petugas pemadam kebakaran
79
10.
Petugas tangga kebakaran
4
11.
Juru api
1
12.
Pengendara sepeda motor
3
13.
Penulis
1
Total
123
                                                                         Sumber: 
                      Verslag van den Toestand der Gemeente Soerabaia over 1930:319
                                                                                                                                                                                         
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah staf jauh lebih sedikit sebanyak 123 orang dibandingkan dengan tahun 1915 ( lihat tabel 1) sebanyak 1540 orang. Seiring dengan perubahan ini, maka dilanjutkan dengan pembaharuan kepengurusan melalui perekrutan anggota baru sebagai penyeimbang pengadaan peralatan yang lebih modern seperti: mobil pemadam kebakaran bermerk Shand Mason dengan kapasitas 2000 L/menit yang menghabiskan dana sebesar f 23.720 ( 1f setara Rp. 6.850,- kurs Januari 2014), Mobil pemadam kebakaran yang berasal dari perusahaan Ahrend Fox dengan f 35.000 dan mobil tangga mekanik dengan harga f 150.000.  Sampai akhirnya pada tahun 1927,  kepala De Brandweer te Surabaya P. J. de Vries mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya yaitu J. van Cleves. (De Indische courant, De brandweer-commandant. 17-03-1927).  Namun setelah itu tidak ada catatan lain yang mendukung perkembangan De Brandweer te Surabaya sampai datangnya Pasukan Jepang pada tahun 1942.

Gambar 2.
Komandan ke-2 de Brandweer te  Surabaya 

Melengkapi  beberapa  penjelasan di bagian I dan II Edisi ke-3, perjalanan de Brandweer te  Surabaya  dapat terbagi beberapa fase sebagai berikut :

1.      Masa 1810-1815
Berdirinya de Brandweer Surabaya sudah ada jauh sebelum de Brandweer Batavia. Di kota Surabaya urusan de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 (Von Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente Soerabaia. 1931 : 106). Sebelum urusan  de Brandweer Surabaya diorganisir, saat terjadi  kebakaran penanganannya masih   menggunakan ember, panci hingga wajan dapur. Melihat kondisi tersebut, ketika Gubernur Jendral Daendels berkunjung ke Surabaya pada tahun 1810 dengan segera memerintahkan didirikan de Brandweer. Namun setelah kekalahan Napoleon dalam perang di Waterloo pada tahun 1815, kekuasaan Perancis berakhir dan  beralih kembali ke tangan Belanda yang kurang memperhatikan de Brandweer Surabaya.

2.      Masa 1906-1915
Pada tanggal 1 April 1906 kota Surabaya memperoleh status Gemeente dalam peraturan lembaran negara nomor 149 tanggal 1 Maret 1906. Dalam Staatsblad No. 149 tahun 1906 pasal 3 dijelaskan mengenai tugas pertama dewan kota Surabaya yakni pemeliharaan, perbaikan, renovasi dan pembaharuan, yang salah satunya  mengenai de Brandweer Surabaya. Kemudian dalam pasal 5 dijelaskan pula bahwa de Brandweer mempunyai tempat rumah sementara terletak di daerah Simpang nomer 1-5 (sekarang sebelah utara Surabaya Plaza, Jl Pemuda atau sebelah selatan Balai Pemuda). Sedangkan Komandan pertamanya adalah  P.J de Vries.

3.      Masa 1915-1927
Setelah ditetapkannya kota Surabaya berstatus gemeente pada tahun 1906, Komandan P.J de Vries membubarkan korps sukarelawan  dan diganti dengan mesin-mesin pemadam kebakaran baru lebih modern yang didatangkan dari Eropa, sehingga kantor De Brandweer pindah untuk yang ke dua kali di Pasaikanr Besar (d/h Surabaya 21 Cineplek dan sekarang menjadi   Rumah Makan Castello samping selatan Bank Mandiri di Jl. Pahlawan 118).

4.      Masa 1927-1942
Seiring dengan modernisasi, maka dilanjutkan dengan pembaharuan kepengurusan melalui perekrutan anggota baru sebagai penyeimbang pengadaan peralatan yang lebih canggih, sehingga markas  de Brandweer  yang semula terletak di Pasar Besar,  untuk yang ketiga kalinya pada tanggal 27 Oktober 1927 ( Harian Pos : De Indische courant, Stadsnieuws. Soerabaia. Nieuwe brandweer-rĂ©mises. Soerabaia), dipindahkan ke Pasar Turi, dengan komandan baru J. van Cleves yang resmi menggantikan P.J de Vries sejak tanggal 27 Maret 1927.

5.      Masa 1950-1987
Sejak Pasukan Jepang mengusir Kolonial Belanda pada tahun 1942, de Brandweer  Surabaya  tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bangunan markas de Brandweer Pasar Turi tetap tidak bergeser dari fungsinya sampai sekarang sebagai garasi juga sebagai pusat administrasi Dinas Kebakaran Kota Surabaya. Demikian juga  kondisi bangunannya yang masih terawat dengan baik. Dalam perjalanan selanjutnya pasca kemerdekaan sampai diberlakukannya Undang-undang nomor 16 tahun 1950 tentang pembentukan daerah kota besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, de Brandweer bergabung di salah satu stuktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Daerah.

6.      Masa 1987-2008
Sejak berlakunya Perda Tingkat II Surabaya Nomor 24 Tahun 1987, de Brandweer berganti nama dengan Dinas Pemadam Kebakaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka melalui Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi Dinas Kota Surabaya, Dinas Pemadam Kebakaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya berganti nama menjadi “Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya”. Kemudian berdasarkan Perda Kota Surabaya No. 8 Tahun 2008 tentang organisasi perangkat daerah, maka Dinas Pemadam Kebakaran disempurnakan dengan nama “DINAS KEBAKARAN KOTA SURABAYA”.

IV.             Komperatif  Awal Berdirinya  De Brandweer te Surabaya dan Jakarta
Metodologi sejarah mengarahkan seseorang untuk berfikir ontologis, epistemologis dan aksiologis. Untuk menilai dan menginterpretasikan data sejarah lahir atau berdirinya sebuah organisasi dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
1.      Waktu berdirinya organisasi;
2.      Peristiwa terjadinya sesuatu yang mendukung perkiraan waktu berdirinya organisasi.
Waktu berdirinya organisasi  de Brandweer Surabaya Jauh sebelum perang Diponogoro meletus tahun 1825-1830, apalagi berdirinya de Brandweer atau Pasukan Pemadam Kebakaran Batavia baru diorganisir pada tahun 1873. Di kota Surabaya urusan de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 (Von Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente Soerabaia. 1931 : 106). Sebelum urusan  de Brandweer Surabaya diorganisir, saat terjadi  kebakaran penanganannya masih   menggunakan ember, panci hingga wajan dapur. Tentu saja penanganan yang sederhana ini tidak sebanding dengan kebakaran yang cukup besar melanda bangunan di Surabaya. Melihat kondisi tersebut, ketika Gubernur Jendral Daendels yang diangkat Napoleon itu berkunjung ke Surabaya pada tahun 1810. dengan segera memerintahkan didirikan de Brandweer.
            Urusan de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 tersebut memang ada reglimen nya sesuai dengan buku yang ditulis G.N Van Faber pada tahun 1930, namun penulis belum menemukan lampiran buku yang berbahasa Belanda tersebut. Secara de Jure memang kelihatan lemah, akan tetapi siapa yang tidak kenal G.N Van Faber blesteran Belanda-Jerman ahli sejarah dan arkeologi yang mendirikan museum Mpu Tantular Surabaya. Tentu tidak diragukan lagi credibilty dan capasabilty nya. Namun secara de facto bahwa de Brandweer mulai diorganisir pada tanggal 4 September 1810 dapat ditunjukkan dengan Foto pendiri de Brandweer sang Jendral berkebangsaan Perancis Mr. Herman Willem Daendels. Demikian juga alat pompa kebakaran manual (genjooot) yang telah dipublikasikan oleh Harian terkenal Jawa Pos pada hari Senin Wage tanggal  29 November 1982 (lihai Edisi ke-3 bagian I). Hal ini menunjukkan bahwa waktu berdirinya organisasi de Brandweer Surabaya memang tanggal 4 September 1810.
Selain itu peristiwa terjadinya sesuatu yang mendukung perkiraan berdirinya organisasi, telah diperkuat dengan peristiwa Perancis kalah telak perang dengan Inggris pada tahun 1814 dan hasil konggres Vienna tahun 1815 yang memberikan Belanda memperoleh kedaulatan kembali untuk menguasai tanah Hindia Belanda. Dari kedua aspek tersebut, dapat dipahami bahwa Perancis sebagai pendiri de Brandweer Surabaya  tidak meninggalkan dokumen de Jure apapun namun hanya meninggalkan bukti de facto, selepas itu perjalanan de Brandweer Surabaya berjalan sebagaimana biasanya (dengan menggunakan alat pompa manual yang ada) tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat sampai akhirnya bertemu dengan penguasa baru tanah Hindia Belanda, sebagai babak baru perkembangan de Brandweer di bawah kendali Pemerintah Kerajaan Belanda.
Kalau membandingkan dengan  Waktu berdirinya organisasi  de Brandweer Jakarta, maka dapat diketahui bahwa de Brandweer Jakarta dibentuk pertama kali oleh Pemerintah Hindia Belanda, bukan Perancis yang sejak lama (1810) telah mendirikan de Brandweer Surabaya. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya de Brandweer yang mulai diorganisir pada  tahun 1873. Urusan pemadam kebakaran ini secara hukum tertuang dalam peraturan yang dikeluarkan oleh resident op Batavia dengan nama Reglement op de Brandweer in de afdeeling stad Vorsteden van Batavia. Urusan mengenai pendirian pemadam kebakaran di Batavia baru mulai dilakukan pada masa diberlakukannya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria pada tahun 1870 yang merupakan titik awal berkembangnya kota-kota besar di Jawa bersamaan dengan mulai berkuasanya kembali Belanda.
Ditinjau dari aspek waktu berdirinya organisasi,  de Brandweer Jakarta berdiri tahun 1873 belum diketahui tanggal bulan pendiriannya. Disinilah tidak ada bukti de facto siapa nama dan foto pendirinya, siapa nama dan foto komandan pertama kalinya, bagaimana dan dimana bangunan beserta peralatannya. Bandingkan dengan de Brandweer Surabaya. Selain itu peristiwa terjadinya sesuatu yang mendukung perkiraan berdirinya organisasi  de Brandweer Jakarta, hanya semata-mata berdasarkan peristiwa tanggal 1 Maret 1919, yaitu pada saat pemberian plakat/perhargaan masyarakat betawi terhadap de Brandweer Jakarta atas jasanya membantu pemadaman kebakaran besar di perkampungan Melayu yang tepatnya di Pasar Mester Jatinegara dan Kampung Melayu. Pada plakat tanda perhargaan tersebut tertulis hari ulang tahun yang ke- 10. Sayangnya Kementerian yang membidangi ini memutuskan secara sepihak tanpa rapat koordinasi nasional bahwa tanggal 1 Maret dijadikan Hari Pemadam Kebakaran Nasional. Kalau saja tanggal 1 Maret ini  dijadikan Hari Pemadam Kebakaran DKI Jakarta okelah, tapi ini tingkat nasional. Alangkah bijaknya apabila penetapan 1 Maret sebagai Hari Pemadam Kebakaran Nasional diputuskan melalui rapat nasional dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari institusi pemadam kebakaran seluruh Indonesia. Dari sudut pandang ilmiah, jelas penetapan 1 Maret berdirinya organisasi  de Brandweer Jakarta tidak ontologis dan epistemologis. Karena tanggal 1 Maret itu sebuah peristiwa pemberian perhargaan bukan lahirnya dan berdirinya organisasi. Hal ini secara aksiologis akan mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan dan menilai peristiwa bersejarah bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

V.                Penentuan Hari Jadi Pemadam Kebakaran (Damkar) Nasional
Validitas penilaian hari ulang tahun lahirnya sebuah organisasi harus berdasarkan dokumen atau bukti lain yang mendukung berdirinya organisasi itu sendiri, bukan berdasarkan peristiwa lain yang jauh terkait dengan berdirinya organisasi. Penentuan Hari Damkar Nasional yang resmi dinyatakan ketiga kalinya nanti pada tanggal 1 Maret 2014, hanya berdasarkan peristiwa lain tanggal 1 Maret 1919, yaitu pada saat pemberian plakat/perhargaan masyarakat betawi terhadap de Brandweer Jakarta atas jasanya membantu pemadaman kebakaran besar di perkampungan Melayu.
Dalam kajian metodologi sejarah secara ontologis, epistemologis dan aksiologis penentuan tersebut salah alamat, seharusnya ditentukan berdasarkan waktu berdirinya organisasi yang diketahui para pendiri, ketua dan struktur organisasi serta peristiwa terjadinya sesuatu yang langsung terkait atau mendukung perkiraan waktu berdirinya organisasi. Dari beberapa penjelasan pada Edisi ketiga bagian I dan II serta perkembangan sejarah de Brandweer Jakarta dan Surabaya di bagian III ini, maka sudah selayaknya untuk dipertimbangan kembali penentuan hari damkar nasional. Kementerian terkait harus mengadakan rapat nasional yang dihadiri seluruh institusi pemadam kebakaran, ahli sejarah, akademisi dan saksi-saksi dari mantan wartawan era 45-60 an. Mungkin lebih tepatnya bila sudut pandang penentuan hari damkar tersebut menjadi HUT Damkar DKI Jakarta, bukan HUT Damkar Nasional.
Akhirnya pilihan yang tepat untuk menentukan HUT Damkar Nasional ada ditangan pembaca, apakah sejarah Institusi DAMKAR Jakarta ataukah Institusi DAMKAR Surabaya......??? Penulis hanya menyediakan beberapa pilihan disertai data , dokumen dan  bukti foto tempo dulu sebagai  bahan untuk komperatif sebelum membuat keputusan yang bijak.




REFERENSI :  Bagus Alim, Perkembangan Dinas Kebakaran Kota Surabaya Tahun 1927 1942, Unesa 2013. Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah.  Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1998. Dukut Imam Widodo. Hikajat Soerabaia Tempoe Doeloe. Surabaya: Dukut Publishing, 2008. Handinoto. Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial. Graha Ilmu Yogjakarta, 2010. Muchamad Nurtam. Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Kebakaran. Surabaya,  2010. Purnawan Basundoro. Dua Kota Tiga Zaman: Surabaya dan Malang Sejak Zaman Kolonial sampai Kemerdekaan. Ombak, Yogjakarta, 2009. Reglement op de Brandweer in de afdeeling stad Vorsteden van Batavia. Gedaan te Batavia, 25 April 1873. Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 149 tahun 1906. De Indische courant, Moderniseering Brandweer. 27-05-1925.De Indische courant, Stadsnieuws. Soerabaia. Nieuwe brandweer-rĂ©mises, Soerabaia, 27 Oktober 1927.  Jawa Pos, Senen Wage 29 November 1982. Von Faber, G.N. Oud Sorabaia. Uitgegeven Doorde Gemeente Soerabaia. 1931. Von Faber, G.N. Nieuw Soerabaia. http://pampi-damkar.blogspot.com




          Pastikan bergabung kembali di Edisi berikutnya !
                                      Edisi ke – 4 ,
                               URGENSI  REVITALISASI
                  INSTITUSI  PEMADAM  KEBAKARAN (IPK)
  MENYONGSONG  PP  PENGGANTI   PP 41 TAHUN 2007  
        Kunjungi selalu : www.tamtamfire113.blogspot.com





 

SEARCH

Most Reading